Kala Jokowi Lirik Kursi Ketua Umum PSI

Terpopuler Sepekan

Kala Jokowi Lirik Kursi Ketua Umum PSI

Tim detikJateng - detikJateng
Sabtu, 17 Mei 2025 09:48 WIB
Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi) ditemui di salah satu rumah makan di Laweyan, Rabu (14/5/2025).
Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi) ditemui di salah satu rumah makan di Laweyan, Rabu (14/5/2025). Foto: Tara Wahyu NV/detikJateng.
Solo -

Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi) blak-blakan usai namanya dikaitkan dengan kursi ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Bahkan mantan Wali Kota Solo itu mengaku tengah mengkalkulasi peluang dirinya menang jika mendaftar sebagai kandidat ketum PSI.

Seperti informasi, tidak lama lagi PSI akan melakukan kongres untuk mencari ketua umum baru. Rencananya kongres bakal digelar Juli 2025.

"Iya masih masih dalam kalkulasi. Jangan sampai kalau saya mendaftar nanti saya kalah," terang Jokowi ditanya mengenai peluang menjadi ketua umum PSI, Rabu (14/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jokowi mengaku sampai saat ini belum ikut pendaftaran sebagai calon ketua umum PSI. Dia mengatakan, untuk pemilihan ketua umum masih panjang.

"Belum (mendaftar) kan masih panjang. Sampai juli. Seingat saya, seingat saya masih Juni atau Juli," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Disinggung mengenai peluang berhadapan langsung dengan putra bungsunya yakni Kaesang Pangarep, Jokowi cukup percaya diri. Andaikan dirinya benar mendaftar maka maka yang lain akan mundur.

"Ya enggak tahu (bersaing dengan Kaesang jadi Ketum PSI). Kalau saya mendaftar mungkin yang lain enggak mendaftar, mungkin," tuturnya.

Ditanya terkait peluang bila mendaftar sebagai Ketua Umum PSI, Jokowi mengaku belum tahu. Pasalnya, saat pemilihan nanti, PSI menggunakan pemilihan one man one vote.

"Ya belum tahu, karena ini kan yang saya tahu. Katanya mau memakai evoting, one man one vote, seluruh anggota diberi hak untuk memilih. Yang sulit di situ," terangnya.

Jokowi juga memuji PSI yang menggunakan sistem pemilihan secara evotting. Di mana pemilihan melibatkan seluruh anggota partai.

"Ya bagus, saya kira ini memang apa era digital ini kalau misalnya apa pemilihan ketua dengan e-voting melibatkan seluruh anggota, artinya ada apa kepemilikan terhadap partai itu betul-betul di seluruh anggota. Saya kira bagus," pungkasnya.


Kata Pakar Politik Undip

Terkait dengan langkah Jokowi tersebut, Pakar Politik Universitas Diponegoro (Undip), Nur Hidayat Sardini, menilai ada risiko politik jika Jokowi benar-benar menjabat Ketum PSI.

"Hubungan historis antara PSI dengan Pak Jokowi kan faktanya ada. PSI ini konon kan memang sejak awal dibuat untuk menopang kekuasaan Pak Jokowi," tutur NHS, panggilan akrabnya, saat dihubungi detikJateng, Jumat (16/5/2025).

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip itu menyebut, pendiri PSI, termasuk Jeffrie Geovanie, pernah secara terbuka menyatakan, partainya lahir untuk mendukung Jokowi, khususnya saat menghadapi oposisi keras di periode pertama pemerintahannya.

"Kendati pun awalnya, partai itu hanya untuk menembak kepemimpinan Anies di Gubernur DKI Jakarta, tapi sekarang sudah lebih luas dan hampir masuk Senayan," ujarnya.

Kedekatan personal juga jadi faktor penting, kata NHS. Putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum PSI disebut menjadi salah satu faktor kenapa Jokowi berpotensi mencalonkan diri sebagai ketum partai mawar putih tersebut.

Dalam beberapa kesempatan, Jokowi pun terlihat hadir dalam acara internal partai, bahkan menyebut PSI sebagai partai yang 'paling dekat secara ideologis'.

"Visi dan misinya (PSI) sesuai dengan apa yang dipegang, dimiliki oleh Pak Jokowi. PSI juga kan mungkin karena anaknya ada di situ sehingga pilihannya ke situ," tuturnya.

Dosen di Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan Undip itu memiliki sudut pandang lain. NHS memberi catatan, langkah yang diambil Jokowi tetap memiliki risiko politik, baik bagi PSI maupun Jokowi sendiri.

Alumni Ilmu Pemerintah FISIP Undip itu menilai, ketergantungan PSI pada figur Jokowi bisa menjadi pedang bermata dua yang berpengaruh terhadap Pemilu 2029 maupun nasib PSI ke depannya. Terlebih, saat ini Jokowi tengah diberondong berbagai isu, seperti isu ijazah palsu Jokowi yang terus memanas.

"Tampaknya akan sulit, karena captive market pengagum Pak Jokowi kan stuck, jauh lebih berkurang. Jadi partai ini harus bekerja keras untuk tidak mengidentifikasikan dirinya sebagai Jokowi," tuturnya.

Selengkapnya di halaman berikutnya....

Pria yang kerap mengomentari soal politik elektoral hingga perkembangan partai politik itu juga menyebut, kekuatan politik Jokowi tidak sebesar sebelumnya. Saat ini, kata dia, mulai muncul tiga arus resistensi terhadap Jokowi. Dari kelompok oposisi aktif, simpatisan kekuasaan yang tak nyaman dengan potensi 'matahari kembar', hingga warga yang menginginkan presiden yang lebih 'diam' usai lengser.

"Ketiga arus yang netral itu nggak suka dengan cara Jokowi berakrobat secara politik. Misal orang datang ke dia di Solo, dalam faktanya itu janggal dalam tradisi politik Indonesia, seorang mantan presiden berakrobat semacam itu," kata NHS.

"Tiga arus ini nggak suka kalau Jokowi tidak seperti mantan presiden-wakil presiden sebelumnya, yang duduk, tenang, manis," lanjutnya.

Ia menyatakan sah-sah saja jika Jokowi memilih untuk tetap aktif secara politik. Semua itu adalah hak warga negara yang dijamin konstitusi. Namun menurutnya, akan lebih baik bagi Jokowi jika menjadi negarawan yang lebih peduli terhadap isu pendidikan, kesenian, dan lainnya.

"Kalau mau aktif di parpol nggak salah. Tetapi akan jauh lebih strategis misal mengembangkan kebudayaan, pendidikan, memberi cara di yayasan yang dia kelola supaya anak miskin punya kesempatan menerima beasiswa. Itu pilihan yang jauh lebih baik," tuturnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Terpopuler Sepekan: Tarif Trump Jadi 19% hingga Vonis Tom Lembong"
[Gambas:Video 20detik]
(apl/apl)


Hide Ads