Analisis Pakar Politik Undip Apakah 'Partai Gajah' Bisa Tandingi 'Banteng'

Analisis Pakar Politik Undip Apakah 'Partai Gajah' Bisa Tandingi 'Banteng'

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Minggu, 20 Jul 2025 10:39 WIB
Beredar bendera dengan logo PSI yang baru di Kota Solo, Senin (14/7/2025).
Bendera dengan logo PSI yang baru di Kota Solo, Senin (14/7/2025). Foto: dok. detikJateng
Semarang -

Pakar politik Universitas Diponegoro (Undip), Nur Hidayat Sardini, memberi analisis terkait Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ia menilai dalam konteks politik nasional dan lokal seperti Solo dan Jawa Tengah (Jateng), PSI yang baru mengubah logo menjadi gajah dianggap belum mampu menumbangkan dominasi PDIP, partai berlogo banteng.

Pria yang akrab disapa NHS itu menyoroti upaya rebranding PSI dengan mengganti logo baru-baru ini. Menurutnya, itu menjadi upaya mengubah citra agar lebih ideal. Kendati demikian, upaya itu disebut belum menyentuh hal-hal substantif.

"Yang dilakukan PSI itu bagian dari rebranding citra untuk membuat efek positif elektoral bagi partai politik. Itu wajar. Cuma, PSI kan hanya mengubah logo tapi tidak mengubah visi mereka yang saya kira hanya untuk mengakomodasi Jokowi (Joko Widodo, eks Presiden RI) dalam arus politik di Indonesia," kata NHS saat dihubungi detikJateng, Minggu (20/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dosen FISIP Undip itu menilai, PSI hanya mengubah tampilan luar tanpa mengganti visi dan karakter dasar partai. PSI yang kerap disebut ingin menggaet suara anak muda itu belum representatif. Perubahan yang dilakukan belum relevan dengan misi menggaet suara anak muda.

Bahkan, ia menilai kehadiran Kaesang Pangarep sebagai ketua umum justru menguatkan kedekatan PSI dengan kekuasaan, yang bertolak belakang dengan karakter anak muda yang progresif.

ADVERTISEMENT

"Perubahan itu tidak mengubah apapun terhadap platform politik PSI. Jarang anak muda pro terhadap kemapanan, kekuasaan. Anak muda justru progresif, yang ditopang gagasan, tidak lekat dengan intervensi kalangan tua atau status quo. Yang terjadi di PSI justru terbalik," ujarnya.

Menanggapi wacana pertarungan 'gajah' (PSI) melawan 'banteng' (PDIP) di level nasional dan daerah, NHS mengatakan, politik Indonesia sangat ditentukan oleh akses terhadap sumber daya kekuasaan.

"Apakah PSI akan memenangkan pertarungannya antara gajah dengan banteng, itu bergantung pada bagaimana PSI memanfaatkan sumber daya kekuasaan, yaitu uang, kedua state capture corruption," ungkapnya.

"Jadi itu soft corruption, artinya dia menang kalau mampu memperebutkan sumber daya. Bisa diperiksa, apakah Jokowi masih punya pengaruh besar terhadap masyarakat Solo dan Jawa Tengah?" lanjut dosen yang juga Ketua Departemen dan Ilmu Pemerintahan Undip tersebut.

Pria yang dikenal sebagai pengkaji teori kartel politik dan patronase itu menekankan, pengaruh Presiden Ke-7 Jokowi sebagai 'penopang utama PSI' tidak otomatis bisa ditransfer ke anak-anaknya seperti Kaesang atau Gibran Rakabuming Raka yang kini menjabat Wakil Presiden RI.

"Dia anak biologis Jokowi, tapi tidak serta-merta Jokowi bertransformasi ke dalam sosok Kaesang maupun Gibran," ungkapnya.

Meski begitu, NHS juga menyampaikan, PDIP sendiri bukan tanpa masalah. Ia menilai, lambatnya proses transformasi dan ketergantungan pada figur Megawati Soekarnoputri bisa menjadi titik lemah banteng.

"PDIP lambat laun akan makin surut pengaruhnya, apalagi faktor lain di organisasi yang tidak terlepas dari adanya fraksionalisasi dan faksionalisasi, yang sangat tergantung faktor integral yang diandalkan kepada Megawati," ujar NHS yang pernah jadi etua Panwaslu Provinsi Jawa Tengah (2003-2004) itu.

Menurutnya, banyak partai politik di Indonesia, termasuk PDIP, masih mengandalkan sumber daya kekuasaan negara untuk mempertahankan eksistensinya.

"Kalau PDIP mau mempercepat kesurutannya, tergantung pada keberhasilan mereka mentransformasi diri. Sebenarnya sejak partai ini tumbuh dan menjadi pemenang Pemilu berkali-kali, itu sudah berhasil," tuturnya.

Jika PDIP ingin tetap relevan, kata NHS, mereka harus cepat-cepat bertransformasi dalam bentuk nilai yang lebih kuat. Meski begitu, ia tetap melihat PDIP sebagai partai yang relatif paling siap dibanding partai lain.

"Saya kira partai yang jauh lebih baik itu memang PDIP, di luar itu susah. Tapi transformasi ini harus segera dilakukan. PDIP saya kira tidak punya prospek yang jauh lebih bagus seandainya masih di formasi seperti sekarang," kata dia.

Namun, dibanding PSI, ia masih menilai PDIP memiliki modal ideologis dan struktur organisasi yang jauh lebih kuat. Secara keseluruhan, PSI belum bisa disebut sebagai ancaman serius bagi PDIP dalam lima tahun ke depan.

"Dalam waktu 5 tahun ke depan saya kira partai gajah belum bisa menandingi partai banteng. Kalau pun berhasil, paling di Solo, karena faktor kedekatan Pak Jokowi berada," terangnya.




(apu/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads