Jembatan Sungai Wulan di Desa Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak rusak hingga sebagian sisinya ambruk. Kondisi ini pun membuat warga di desa setempat harus mencari jalan alternatif dengan jarak hingga 2 kilometer.
Pantauan detikJateng di lokasi jembatan tersebut ambruk di satu bagiannya sisi selatan sekitar 15 meter. Jembatan tersebut memiliki panjang 130 meter dan lebar 2 meter.
Jembatan itu merupakan jembatan Desa Jleper dengan material asli penyangga tiang beton, kerangka besi, alas aspal, serta lapisan papan kayu. Bagian selatan merupakan area sawah, dan utaranya bagian permukiman warga Desa Jleper.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi jembatan yang tidak memungkinkan untuk dilewati warga pun memasang spanduk larangan. Spanduk itu dipasang di ujung jembatan bagian selatan dengan tulisan. 'Perhatian dilarang melewati jembatan, jembatan rusak dan membahayakan'.
"Ini ambruk sejak tiga bulanan, bantalan cagak (tiang) roboh, longsor," kata penjual warung kopi dekat jembatan warga Desa Jleper, Sugianto (64), Jumat (25/1/2025).
Ia menyebut meski jembatan sudah lama ambruk, namun warga khususnya petani masih kerapkali melintasi jembatan itu. Tetapi, semenjak jembatan yang rusak terendam air otomatis jembatan ditutup total.
Bagian yang ambruk juga terendam air dengan ketinggian sekitar lima sampai sepuluh sentimeter sepanjang sekitar delapan meter pukul 17.00 WIB.
"(Tidak bisa dilintasi) mulai tadi pagi. Biasanya dilewati terus lewat sini. Airnya segini (5-10 sentimeter) masih dilewati, cuman yang tidak bisa dilewati tadi pagi," terangnya.
Ia menyebut warga secara swadaya sempat memperbaiki jembatan pascaambruk itu. Yakni dengan memberi tiang dari kayu kelapa dan pembatas dari bambu.
"(Warga memperbaiki jembatan secara swadaya) pernah. Bawahnya dikasih penyangga glugu tiang dua. Iya sama pembatas jalan pakai bambu," tuturnya.
Ia menerangkan jembatan tersebut juga digunakan oleh warga tetangga desa setempat. Seperti Ngelokulon, Bantengmati, Pasir, Tempel, dan sebagainya.
"Dilintasi petani (utamanya), tapi dari orang mana-mana juga, Bantengmati, Pasir, Tempel lewat sini. Keseringannya petani (melintasi) jembatan ini," ujarnya.
Ia menyebut jembatan itu berdiri sejak 30 tahun yang lalu. Setiap hari dirinya menggunakan akses jembatan itu dan sekarang harus memutar sepanjang dua kilometer.
"(Jembatan berdiri sejak kapan?) sekitar 30 tahunan yang lalu. Zaman Pak Harto. Saya menangi (menyaksikan) pembuatan jembatan itu," turu Sugianto.
"Harus muter sekitar dua kilometer," imbuhnya.
Warga setempat lain asal Desa Ngelokulon, Masrukin (48), mengatakan jembatan itu ambruk parah sekitar 10 hari yang lalu. Kemudian warga dilarang melintas.
"(Kapan jembatan ambruk?) kejadiannya lama tapi nggak separah ini. Sudah anjlok tapi tidak separah ini. Terus ada air besar baru sepuluh harian itu putus. Terus masyarakat dilarang lewat," terang Masrukin yang juga di dekat lokasi melihat kondisi jembatan.
Ia juga menyebut pasca ambruknya jembatan warga melakukan perbaikan secara swadaya. Namun ada pembatasan sepeda motor muatan besar tidak boleh melintas.
"Sepeda motor muatan besar nggak boleh lewat, seperti muatan gabah, takutnya bahaya," terangnya.
"(Saya) memutar kalau nggak salah dua kilometer. Kalau ke jalan raya tiga kilometer," pungkasnya.
(apl/afn)