Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengingatkan adanya eskalasi cuaca ekstrem yang terjadi jelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), tepatnya 16-23 Desember mendatang.
Dwikorita mengatakan, eskalasi cuaca ekstrem itu disebabkan oleh adanya beberapa fenomena yang menyertai. Mulai dari masuknya Monsun Asia yang membawa uap air hingga Samudera Pasifik yang semakin mendingin.
"Terdapat beberapa fenomena yang terjadi bersamaan dan menyebabkan eskalasi cuaca ekstrem, mulai dari masuknya Monsun Asia yang membawa uap-uap air dan menurunkan hujan yang nyaris terjadi di puncak musim hujan," kata Dwikorita dalam keterangan tertulisnya, Senin (16/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dwikorita menambahkan, eskalasi cuaca ekstrem di Jateng diperparah Samudera Pasifik yang semakin mendingin akibat perairan yang semakin menghangat. Hal ini menyebabkan fenomena La Nina lemah, yakni peningkatan curah hujan yang diprediksi naik hingga 20 persen.
Tak hanya itu, fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO), aktifnya gelombang atmosfer Equatorial Rossby dan Low Frekuensi, serta adanya daerah pertemuan angin (konvergensi) dan labilitas lokal yang cukup kuat.
Kemudian, lanjut Dwikorita, masih aktifnya sirkulasi bibit siklon 93S atau peningkatan ketinggian gelombang di wilayah Perairan Selatan Jawa juga perlu diwaspadai di Jateng dan Jogja.
Sementara itu, Pj Gubernur Nana Sudjana, juga mengatakan saat sempat bertemu Dwikorita dalam kunjungan kerjanya, Jumat (13/12) lalu, dikatakan seluruh wilayah Jateng telah memasuki musim hujan, dengan puncaknya Februari 2025 mendatang.
Ia juga menerangkan, ada gangguan atmosfer yang dapat menyebabkan adanya potensi cuaca ekstrem di Jateng beberapa waktu ke depan.
"Cuaca ekstrem ini akan melanda Jateng, beliau (Dwikorita) menyampaikan 4 kali lipat lebih berbahaya dari tahun kemarin. Kemarin saja ada kejadian banjir Grobogan dan Demak," tuturnya.
Ia menjelaskan, ada 14 ancaman bencana di Jateng yang disampaikan BMKG. Potensi bencana itu didominasi banjir, longsor, gempa, serta angin puting beliung.
"Jadi meskipun Jateng punya indeks ketahanan dalam menghadapi potensi bencana 0,76, ini masuk kapasitas sedang," paparnya.
Mengantisipasi dampak bencana menjelang Nataru ini, Pemprov Jateng telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk melakukan langkah-langkah mitigasi.
"Ini Bu Dwi menyampaikan terus, Jepara ini yang selalu disebut-sebut, Rembang juga, yang saya khawatirkan kejadiannya seperti tahun kemarin, sekitar Januari Februari kemarin," ungkapnya.
(apl/afn)