Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati meminta masyarakat di Jawa Tengah untuk waspada terhadap bencana hidrometeorologi. Hal itu karena puncak musim hujan diprakirakan masih akan berlangsung hingga Februari 2025.
"Sebagian besar wilayah Jawa Tengah akan mengalami puncak musim hujan hingga Februari. Namun, puncak musim hujan ini tidak serempak, terjadi bertahap mulai November, Desember, Januari, hingga Februari. Hal ini membuat potensi bencana, seperti yang terjadi di Pekalongan, masih bisa terjadi. Oleh karena itu, langkah antisipasi terus kami tingkatkan," kata Dwikorita dalam keterangannya, Rabu (29/1/2025).
Dalam keterangan pers BMKG, dijelaskan kondisi puncak musim hujan dan cuaca ekstrem di Jateng dipengaruhi oleh dkombinasi aktif beberapa fenomena atmosfer global, seperti La Nina lemah, Monsun Asia, Madden-Julian Oscillation (MJO), serta gelombang ekuatorial Kelvin dan Rossby.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian diperkuat fenomena astronomis, seperti fase bulan baru, yang menciptakan potensi peningkatan curah hujan, angin kencang, hingga gelombang tinggi di wilayah pesisir. Kelembapan udara yang sangat basah serta aktivitas konvektif lokal turut memicu pembentukan awan hujan yang menjulang tinggi.
"Semua faktor ini menjadi pemicu utama peningkatan risiko bencana seperti banjir, tanah longsor, banjir rob, dan angin kencang di sejumlah wilayah Jawa Tengah," tegasnya.
Menurut data BMKG, seluruh wilayah Jawa Tengah telah memasuki musim hujan sejak Desember 2024, dengan puncak musim hujan diperkirakan terjadi pada Januari hingga Februari 2025. Di beberapa wilayah Jateng berpotensi mengalami curah hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat terutama di kawasan rawan bencana seperti Pekalongan, Batang, dan Boyolali.
"Di wilayah ini, ancaman tanah longsor dan banjir bandang menjadi perhatian utama. Kabupaten Boyolali, misalnya, berada dalam kondisi kritis karena keberadaan jalur sungai di lereng Gunung Merbabu yang sangat rentan terhadap bencana hidrometeorologi," jelas Dwikorita dalam keterangan BMKG.
Dwikorita juga mengimbau masyarakat waspada terhadap tanda-tanda awal bencana, seperti retakan tanah, rembesan air dari lereng, atau pohon yang tiba-tiba miring. Masyarakat diharap melapor ke pihak berwajib jika mengetahui tanda-tanda itu. Selain itu masyarakat yang berada di pesisir diminta untuk menghindari aktivitas di dekat pantai saat terjadi pasang tinggi atau gelombang besar.
"Kita semua harus bekerja sama untuk memastikan keselamatan masyarakat. Informasi yang kami sampaikan bukan hanya untuk meningkatkan kewaspadaan, tetapi juga untuk membantu masyarakat mengambil langkah konkret dalam mengantisipasi bencana," tegasnya.
Terpisah, Penjabat (Pj) Gubernur Jateng, Nana Sudjana dalam keterangan tertulisnya menjelaskan, dari data BPBD Jateng, terhitung hingga 27 Januari 2025, telah terjadi 39 kali kejadian bencana, dengan rincian 29 banjir, 7 tanah longsor, dan 3 cuaca ekstrem. Dari peristiwa tersebut, sebanyak 25 orang meninggal dunia di Kabupaten Pekalongan dan masing-masing 1 orang di Kabupaten Brebes dan Kendal.
"Puncak cuaca ekstrem ini antara Januari sampai Februari. Apalagi mendekati akhir Januari diperkirakan adanya peningkatan," ungkap Nana.
(aku/aku)