Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyebut adanya dugaan pemalakan senior ke junior Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi Universitas Diponegoro (Undip). Bahkan nominalnya cukup fantastis yakni berkisar Rp 20 juta-Rp 40 juta per bulan. Hal ini terungkap dalam kasus perundungan yang berujung kematian dr ARL. Begini sederet respon Undip terkait isu tersebut.
Sikap Tegas Dekan Undip
Minta Pelaku Diungkap
Dekan FK Undip, Yan Wisnu Prajoko, meminta Kemenkes langsung menunjuk siapa pelakunya.
"Siapa yang memalak, korbannya siapa, dan uang itu ke mana, itu diungkap saja," kata Yan Wisnu saat ditemui di FK Undip, Tembalang, Semarang, Senin (2/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pemalakan itu merupakan pelanggaran berat sehingga pihaknya siap memberi sanksi berat jika ada orang yang terbukti melakukan pemalakan dalam PPDS.
"Justru itu yang juga saya sampaikan tadi kita membuka investigasi seluas-luasnya dan diungkap saja, kami pun komitmen bila ada pelaku disanksi seberat-beratnya, Tapi kan kita tahu kalau dipalak itu ada pelaku yang memalak, ada korban yang dipalak, dan uang itu masuk ke kantong yang memalak jadi di sini dibuka saja," jelasnya.
"Pasti sanksi berat, itu pelanggaran etik dan akademik yang berat, silakan dibuka saja," tambahnya.
Respons Rektor Undip
Janji Transparan
Rektor Undip, Suharnomo, menegaskan tidak akan menutupi jika ada bullying atau perundungan dan pemalakan oleh senior yang diduga membuat dr. ARL mengakhiri hidupnya. Pihaknya juga akan kooperatif membantu polisi mengungkap kasus tersebut.
"Untuk apa kami menutupi-nutupi, Undip itu badan hukum milik negara. Ini milik kita bersama, jadi buat apa kita menutupi sesuatu. Ini era digital di mana semua orang bisa berekspresi di ruang digital. Yang kita harapkan dialektika di ruang publik yang produktif, yang edukatif, bermanfaat," kata Suharnomo dalam keterangan yang diterima detikJateng, Senin (2/9/2024).
Suharnomo mengatakan, dirinya menyerahkan proses penyelidikan kasus dugaan perundungan dan pemalakan itu kepada aparat berwenang. Dia juga berjanji akan transparan terkait kasus tersebut.
Berharap Tak Jadi Polemik
Selain itu, Suharnomo berharap kasus yang menimpa dr. ARL tidak menjadi polemik, namun menjadi bahan evaluasi bersama. Dirinya tidak mau kasus tersebut menjadi bahan untuk menyalahkan satu sama lain.
"Dengan segala hormat, tanpa bermaksud mendahului semua proses pemeriksaan yang dilakukan kepolisian dan kementerian, kami berharap peristiwa ini menjadi momentum evaluasi bersama. Tidak bijaksana kalau peristiwa ini menjadi wacana dan polemik serta perdebatan semata. Jangan pula menjadi bahan untuk menyalahkan satu dan lainnya," terangnya.
"Kita juga punya kewajiban moral menjaga rasa hati keluarga almarhumah dokter Aulia yang pasti akan lebih suka jika apa yang mereka alami menjadi sesuatu yang dikenang karena membawa kebaikan dalam kehidupan bersama," tambah Suharnomo.
Dirinya juga secara terbuka mempersilakan siapapun untuk datang dan membantu memberikan solusi terkait masalah tersebut.
"Kalau memang dikehendaki, silakan DPR, pers, dan kampus lain datang ke Undip untuk secara bersama mencari solusi atas masalah yang ada. Kami open, terbuka, kolaboratif, dan pasti kooperatif," tegasnya.
Penjelasan Senior PPDS Undip
Bantah Ada Pemalakan
Salah satu mahasiswa senior PPDS Undip, Angga Rian, membantah ada pemalakan dari senior ke junior selama menempuh pendidikan. Meski begitu, dia mengakui ada uang iuran yang dikelola untuk kebutuhan bersama.
Angga menyebut pengelolaan uang makan menjadi vital bagi dokter residen anestesi terutama saat jaga malam. Sebab, ada kalanya dokter residen tak bisa meninggalkan kamar operasi hanya sekadar untuk makan.
"Membeli makanan itu sistemnya gotong royong, kenapa? Karena program operasi Kariadi ini 24 jam, untuk makan malam kita tidak disediakan makan malam oleh rumah sakit. Nah sementara residen ini posisinya masih di kamar operasi menjalankan pembiusan, salah satu sistemnya adalah kita dibelikan makanan dan itu akan berlanjut seperti itu terus sampai program operasinya bisa selesai," kata Angga saat ditemui di FK Undip, Tembalang, Semarang, Senin (2/9/2024).
Dia menyebut kebutuhan uang per bulan setiap angkatan berbeda. Dia tak tahu persis berapa iuran yang dibayarkan oleh dr ARL.
Tradisi Lama Kalangan Mahasiswa
Angga menyebut tradisi itu sudah lama diterapkan di kalangan mahasiswa PPDS. Bahkan, dia yakin juniornya kelak juga akan menerapkan hal yang sama. Sebab, cara tersebut dianggap menjadi solusi bersama untuk mengatasi beratnya menempuh pendidikan di tempat itu.
"Almarhumah bagaimana ketika sudah senior? Ketika sudah senior juga makannya disediakan oleh adiknya yang paling kecil, jadi memang pembagian makan itu dibantu oleh adik yang paling kecil agar yang di kamar operasi tetap bisa menjalankan pembiusan," jelasnya.
Uang itu juga disebut dikelola oleh bendahara mahasiswa semester pertama. Ketika sudah ada angkatan baru, uang yang terkumpul di bendahara akan dikembalikan.
"Tidak tentu (jumlah iuran), ada yang tidak perlu iuran dalam satu bulannya. Makanya iuran itu tergantung kebutuhan kita untuk kas buat makan, paling besar pas saya Rp 10 juta dan kalau ada sisa itu dikembalikan dan itu kan hanya satu semester saja," ungkapnya.
"Pemalakan itu tidak ada, iuran ke seseorang itu tidak ada, kalau iuran untuk makan, rumah tangga, untuk air minum itu diatur oleh bendahara. Kalau nilainya (tidak tahu) saya tidak seangkatan sama dia ya," tambah Angga.
Sementara itu dilansir detikHealth, Juru bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril, SpP, MPH, menyebut dugaan pemalakan itu diperoleh dari hasil proses investigasi terbaru. Adapun pemalakan tersebut dilakukan oleh oknum-oknum dalam program tersebut kepada almarhum dr ARL. Permintaan uang berkisar antara Rp 20 hingga 40 juta per bulan.
"Berdasarkan kesaksian, permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau di sekitar Juli hingga November 2022," ucap dr Syahril dalam keterangan resmi, Minggu (1/9/2024).
dr Syahril mengatakan almarhum ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya. Ia juga menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan non-akademik, di antaranya membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji OB (office boy), dan berbagai kebutuhan senior lainnya.
(cln/apl)