Sukino (50) bukan orang berada. Ia jadi tukang becak belasan tahun sebelum berhenti karena pandemi. Syukur ia ucapkan karena masjid di tanah wakafnya yang mulai dibangun 10 tahun lalu kini berdiri tegak dan bermanfaat bagi warga sekitar.
Al Maming 20, demikian nama masjid di lahan wakaf Sukino. Luasnya 300 meter persegi dan lokasinya di sebuah gang Dusun Ceplukan, Desa Wonorejo, Kecamatan Gondangrejo, Karanganyar.
"Alhamdulillah bisa jadi seperti ini," kata Sukino kepada detikJateng, Jumat (21/4/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat mewakafkan tanah, Sukino bekerja sebagai tukang becak dengan pendapatan pas-pasan. Separuh lahan yang ia miliki diwakafkan. Tahun 2013, masjid dibangun. Karena bantuan minim, proses berjalan sangat perlahan.
"Tarawih pertama 10 tahun lalu saya jadi imam, jemaah cuma beberapa, masjid belum beratap," urai pria yang kini bekerja serabutan ini.
![]() |
Diakui Sukino, saat itu susah sekali mendapatkan bantuan. Hanya ada 1-2 bantuan. Itu pun tak seberapa. Untuk membeli material saja tak cukup. Sementara untuk merogoh kocek sendiri juga berat karena pendapatannya hanya cukup untuk makan sehari-hari bersama istri dan satu anaknya.
Warga setempat, Sri Retno Indiati (68), mengikuti proses pembangunan masjid di tanah wakaf tersebut. Awal-awal memang dipakai dengan kondisi ala kadarnya. Dari belum berlantai dan beratap hingga seperti sekarang.
"Dulu Pak Sukino sendiri yang urus. Azan, mengimami, sampai urusan bantuan," kata perempuan yang biasa disapa Bu Chalim dan tinggal 100 meter dari masjid.
Di awal-awal, praktis Sukino memutar otak sendiri. Padahal dia sudah menyebarkan informasi soal wakaf ke warga dan orang yang ditemuinya.
"Setelah diberitakan media, mungkin istilahnya viral kalau sekarang, ada bantuan dari Bu Rina," kenangnya.
Rina yang dimaksud Sukino adalah Bupati Karanganyar saat itu, Rina Iriani. Pembangunan lebih lancar. Bagian per bagian masjid terbentuk. Mulai dari ruangan utama, ruang sayap dan tempat wudu, hingga teras.
![]() |
Setelah itu, bantuan mengalir. Beberapa orang datang ikut memberi bantuan tambahan. Sukino mulai melimpahkan pengelolaan masjid dan bantuan ke pengurus.
"Dulu tak menyangka akan begini," aku pria yang menempati lahan warisan orang tua sejak 1998 silam.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Kini, Masjid Al Maming relatif memadai untuk ibadah dan aktivitas lain. Ada mimbar, ruangan utama dilengkapi kipas angin. Cukup untuk menampung 100-an jemaah.
Alasan Wakaf
"Saya nazar kalau sembuh dari penyakit paru, saya akan wakaf tanah. Tapi sebelum itu sebetulnya, saya memang punya niat (wakaf)," kata Sukino.
Sukino mengaku sebetulnya tidak benar-benar sembuh. Dia terus kontrol ke RS Brayat Minulya, Solo. Bahkan saat proses pembangunan masjid dimulai, seminggu sekali masih harus ke rumah sakit.
"Katanya sakit seperti ini, tidak bisa sembuh total," terang Sukino.
Namun tekadnya sudah bulat, hingga memenuhi nazar itu. Keluarga tidak masalah. Dia yakin kebutuhan hidup dan biaya sekolah anak satu-satunya tak terganggu.
Anak Sukino lulus di UNS pas pandemi. "Jadi tidak wisuda, hanya kirim gambar," tutur Sukino yang lulusan SMA ini.
"Itu (kuliah) karena dapat (beasiswa) Bidikmisi. Kebetulan anaknya pinter," tambahnya.
Anaknya kini menekuni profesi sebagai pengajar. Sementara Sukino dan istri bekerja serabutan. Keluarga ini menempati lahan di sebelah masjid yang dibangun di atas lahan wakaf. Rumahnya dulu belum berubin, kini sudah berkat sokongan anak satu-satunya.