Memperkuat ibadah di sepuluh malam terakhir Ramadhan ini menjadi salah satu bekal kita agar bisa dipertemukan dengan malam Lailatul Qadar. Salah satu ibadah yang selalu dilakukan Rasulullah SAW adalah beri'tikaf. Sebelum melakukan ibadah i'tikaf alangkah baiknya jika kita mengetahui beberapa hal yang dilarang atau membatalkan ibadah i'tikaf.
Dikutip dari laman resmi NU, Ibadah i'tikaf adalah tetap diam di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan beribadah, dzikir, bertasbih dan kegiatan terpuji lainnya serta menghindari perbuatan yang tercela. Itikaf terdiri atas tiga hukum, yaitu wajib, sunnah muakkad, dan anjuran atau mustahab. I'tikaf dapat dikerjakan setiap waktu yang memungkinkan, terutama pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan sesuai dengan hadits berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: Dari Aisyah r.a. isteri Nabi s.a.w. menuturkan, "Sesungguhnya Nabi s.a.w. melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istrinya mengerjakan i'tikaf sepeninggal beliau". (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1886 dan Muslim: 2006).
9 Hal yang Membatalkan I'tikaf
Dikutip dari laman resmi NU dan buku berjudul 'Fikih Ibadah Panduan Lengkap Beribadah Sesuai Sunnah Rasul' karya Hasan Ayyub, berikut ini 9 hal yang dilarang dan dapat membatalkan i'tikaf:
1. Bercampur dengan Istri
Hal yang dilarang dan dapat membatalkan i'tikaf adalah jika bercampur dengan istri. Hubungan badan dapat membatalkan i'tikaf walaupun tidak sampai mengeluarkan air sperma, hal ini sesuai berdasarkan firman Allah SWT.
وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمۡ عَٰكِفُونَ فِي ٱلۡمَسَٰجِدِۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقۡرَبُوهَاۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَّقُونَ
Artinya : "...Dan janganlah kamu campuri mereka (istrimu) itu, sedang kamu beri'tikaf di masjid, itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa". (QS. al-Baqarah, 2:187).
2. Pingsan
Hal yang dapat menyebabkan batalnya i'tikaf yang kedua adalah pingsan. Sebagaimana gila, pingsan dapat membatalkan i'tikaf bila disebabkan oleh kecerobohan, misalnya akibat secara sengaja meminum obat yang menyebabkan pingsan. Jika tidak secara sengaja seseorang pingsan, i'tikaf yang sudah dijalani tetap sah dengan catatan ia tetap berada di masjid. Ketika ia kembali siuman saat masih berada di masjid, tidak perlu mengulangi niat i'tikaf, seperti yang dijelaskan Syekh Khatib al-Syarbini:
(وَلَوْ طَرَأَ جُنُونٌ أَوْ إغْمَاءٌ) عَلَى الْمُعْتَكِفِ (لَمْ يَبْطُلْ مَا مَضَى) مِنْ اعْتِكَافِهِ الْمُتَتَابِعِ (إنْ لَمْ يُخْرَجْ) بِالْبِنَاءِ لِلْمَفْعُولِ مِنْ الْمَسْجِدِ؛ لِأَنَّهُ مَعْذُورٌ بِمَا عَرَضَ لَهُ ...إلى أن قال.....أَمَّا لَوْ طَرَأَ ذَلِكَ بِسَبَبٍ لَا يُعْذَرُ فِيهِ كَالسُّكْرِ فَإِنَّهُ يَنْقَطِعُ اعْتِكَافُهُ كَمَا نَقَلَهُ فِي الْكِفَايَةِ عَنْ الْبَنْدَنِيجِيِّ فِي الْجُنُونِ، وَبَحَثَهُ الْأَذْرَعِيُّ فِي الْإِغْمَاءِ
Artinya: "Bila baru datang gila atau pingsan atas orang yang beri'tikaf, maka tidak batal i'tikaf yang telah lewat yang dilakukan secara berkelanjutan, bila ia tidak dikeluarkan dari masjid, karena dimaklumi atas kondisi baru datang yang dialami. Adapun jika hal tersebut terjadi dengan sebab yang tidak dimaklumi, seperti mabuk, maka terputus i'tikafnya seperti yang dikutip Imam Ibnu Rif'ah dalam kitab al-Kifayah dari al-Bandaniji dalam persoalan gila, dan dibahas oleh Imam al-Adzra'i dalam kasus pingsan." (Syekh Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal. 196).
Seseorang sedang dalam kondisi pingsan, tetap dihitung pahala i'tikafnya, sebab i'tikaf tetap sah dilakukan dalam kondisi pingsan,
ـ (وَيُحْسَبُ زَمَنُ الْإِغْمَاءِ مِنْ الِاعْتِكَافِ) الْمُتَتَابِعِ كَمَا فِي الصَّائِمِ إذَا أُغْمِيَ عَلَيْهِ بَعْضَ النَّهَارِ (دُونَ) زَمَنِ (الْجُنُونِ) فَلَا يُحْسَبُ مِنْهُ لِأَنَّ الْعِبَادَةَ الْبَدَنِيَّةَ لَا تَصِحُّ مِنْهُ
Artinya : "Dan dihitung masa pingsan dari i'tikaf yang berkelanjutan seperti orang puasa yang pingsan di sebagian siang, bukan masa gila, maka tidak terhitung darinya, sebab ibadah badan tidak sah dilakukan darinya." (Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, juz 3, hal. 225).
3. Keluar dari Islam
Itikaf bisa batal apabila seorang muslim tiba-tiba keluar dari agama Islam di pertengahan ibadah i'tikaf. Seorang muslim bisa keluar dari Islam bila ia melakukan hal-hal yang dapat melecehkan, menentang dan mengingkari hal-hal yang menjadi pokok ajaran Islam, seperti meyakini Nabi setelah Rasulullah Muhammad, meyakini Tuhan berwujud tiga (trinitas) dan lain sebagainya, sesuai dengan dalil yang dikatakan Imam al-Adzra'i.
ـ (وَلَوْ ارْتَدَّ الْمُعْتَكِفُ أَوْ سَكِرَ) مُعْتَدِيًا (بَطَلَ) اعْتِكَافُهُ زَمَنَ رِدَّتِهِ وَسُكْرِهِ لِعَدَمِ أَهْلِيَّتِهِ، أَمَّا غَيْرُ الْمُتَعَدِّي فَيُشْبِهُ كَمَا قَالَهُ الْأَذْرَعِيُّ أَنَّهُ كَالْمُغْمَى عَلَيْهِ
"Bila ia murtad atau mabuk secara teledor, maka batal i'tikafnya saat murtad dan mabuknya, sebab ia tidak ahli (ibadah). Adapun mabuk yang tidak teledor, maka cenderung sama seperti orang pingsan seperti dikatakan Imam al-Adzra'i."
4. Mabuk
Hal yang dilarang dan dapat membatalkan i'tikaf selanjutnya adalah mabuk-mabukan. Seseorang yang mabuk-mabukan secara sengaja, teledor, ceroboh, walaupun di malam hari ini akan menyebabkan ibadah i'tikaf yang dijalaninya batal, sesuai dengan dalil yang dikatakan Imam al-Adzra'i.
ـ (وَلَوْ ارْتَدَّ الْمُعْتَكِفُ أَوْ سَكِرَ) مُعْتَدِيًا (بَطَلَ) اعْتِكَافُهُ زَمَنَ رِدَّتِهِ وَسُكْرِهِ لِعَدَمِ أَهْلِيَّتِهِ، أَمَّا غَيْرُ الْمُتَعَدِّي فَيُشْبِهُ كَمَا قَالَهُ الْأَذْرَعِيُّ أَنَّهُ كَالْمُغْمَى عَلَيْهِ
"Bila ia murtad atau mabuk secara teledor, maka batal i'tikafnya saat murtad dan mabuknya, sebab ia tidak ahli (ibadah). Adapun mabuk yang tidak teledor, maka cenderung sama seperti orang pingsan seperti dikatakan Imam al-Adzra'i."
5. Makan dan Minum di Bulan Puasa
I'tikaf bisa batal apabila seorang muslim makan atau minum di siang hari pada kondisi diwajibkannya puasa di bulan Ramadhan.
6. Bersentuhan Kulit dengan Syahwat
Bersentuhan kulit dengan syahwat dilarang karena dapat membatalkan ibadah i'tikaf seseorang jika disertai dengan keluarnya sperma dari tubuh, ketentuan hukum ini berdasarkan analogi (qiyas) pada persoalan puasa, dan dijelaskan Syekh Jalaluddin al-Mahalli.
ـ (وَأَظْهَرُ الْأَقْوَالِ أَنَّ الْمُبَاشَرَةَ بِشَهْوَةٍ) فِيمَا دُونَ الْفَرْجِ (كَلَمْسٍ وَقُبْلَةٍ تُبْطِلُهُ إنْ أَنْزَلَ وَإِلَّا فَلَا) كَالصَّوْمِ وَالثَّانِي تُبْطِلُهُ مُطْلَقًا لِحُرْمَتِهَا وَالثَّالِثُ لَا تُبْطِلُهُ مُطْلَقًا
Artinya: "Di antara pendapat-pendapat, yang paling jelas (kuat) adalah bahwa bersentuhan kulit dengan syahwat di bagian selain vagina, seperti memegang dan mencium, dapat membatalkan i'tikaf bila keluar sperma, jika tidak demikian, maka tidak membatalkan, seperti persoalan puasa. Menurut pendapat kedua, tidak membatalkan secara mutlak. Menurut pendapat ketiga, tidak membatalkan secara mutlak." (Syekh Jalaluddin al-Mahalli, Kanz al-Raghibin, juz 2, hal. 98).
7. Gangguan Jiwa atau Gila
Dalam melakukan ibadah kepada Allah SWT yang terpenting dari seorang muslim adalah akal yang sehat. Dengan akal sehat, seseorang dapat secara maksimal, baik, benar dalam menjalankan ibadah baik niat dan setiap tahap-tahapnya.
Maka orang yang mempunyai gangguan jiwa parah atau gila dilarang untuk melakukan ibadah i'tikaf karena hal yang membatalkan i'tikaf adalah gangguan jiwa atau gila. Gangguan jiwa parah yang dialami orang gila menjadikannya tidak dapat mengendalikan diri, sehingga dalam kondisi tersebut ia tidak memenuhi kualifikasi orang yang dinyatakan sah i'tikafnya.
Namun kondisi gila yang dapat membatalkan i'tikaf adalah ketika disebabkan keteledoran, misalnya sengaja mengkonsumsi obat yang menjadikannya gila. Bila tidak ada unsur keteledoran, maka tidak membatalkan i'tikaf yang telah dilakukan asalkan ia tidak dikeluarkan dari masjid, sehingga ketika dalam waktu dekat, ia sembuh kembali dan tidak perlu mengulangi niat i'tikaf, cukup melanjutkan niat i'tikaf sebelumnya.
8. Keluar dari Masjid Tanpa Udzur
Hal yang dilarang selanjutnya adalah keluar dari masjid tanpa udzur. I'tikaf bisa batal apabila seseorang keluar dari masjid tanpa adanya keperluan biasa, keperluan mendesak atau keperluan syar'i seperti yang dijelaskan oleh Syekh Muhammad bin Ahmad al-Syathiri.
وَالْخُرُوْجُ مِنَ الْمَسْجِدِ بِلَا عُذْرٍ وَكَذَا لِإِقَامَةِ حَدٍّ ثَبَتَ بِإِقْرَارِهِ أَمَّا الْخُرُوْجُ لِعُذْرٍ كَالْأَكْلِ وَالشُّرْبِ الَّذِيْ لَا يُمْكِنُ فِي الْمَسْجِدِ وَقَضَاءِ الْحَاجَةِ وَالْحَدَثِ الْأَكْبَرِ فَلَا يَضُرُّ
Artinya: "Dan (di antara yang membatalkan i'tikaf) adalah keluar dari masjid tanpa udzur, demikian pula karena menegakkan hukuman yang ditetapkan berdasarkan pengakuannya. Adapun keluar karena udzur, seperti makan dan minum yang tidak mungkin dilakukan di masjid, memenuhi hajat dan (menghilangkan) hadats besar, maka tidak bermasalah." (Syekh Muhammad bin Ahmad bin Umar al-Syathiri, Syarh al-Yaqut al-Nafis, hal. 313).
9. Haid atau Nifas
Wanita haid atau nifas dilarang i'tikaf karena hal yang dapat membatalkan ibadah i'tikaf yang terakhir adalah apabila seorang wanita yang sedang melakukan ibadah i'tikaf namun di pertengahan ibadah dirinya tiba-tiba mengalami haid atau nifas maka ibadah i'tikafnya batal dan tidak dapat dilanjutkan.
Itulah penjelasan mengenai hal-hal apa saja yang dilarang dan dapat membatalkan ibadah i'tikaf. Semoga bermanfaat ya Lur!
Artikel ini ditulis oleh Agustin Tri Wardani peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(aku/sip)