Masa perjuangan masih membekas di ingatan Sukanto Hadi Mulyono (96), anggota legiun veteran RI asal Kecamatan Delanggu, Klaten, Jawa Tengah. Eks anak buah Brigjen Slamet Riyadi dan Katamso itu bercerita pernah dua kali bertempur pascakemerdekaan 1945.
"Saya terakhir di Klaten jadi staf pak Katamso (Brigjen Katamso). Saya staf dengan tugas mencari pasokan makanan untuk pasukan," tutur Sukanto kepada detikJateng saat ziarah ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Ratna Bantala Klaten, Jumat (11/11/2022).
Sukanto mengenang saat itu medio 1947-1949 dirinya menjadi anak buah Brigjen Katamso saat bermarkas di Klaten, tepatnya di barat Kecamatan Pedan. Dirinya mengawali perjuangan di Tentara Pelajar (TP).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya terakhir di TP. Kemudian sempat bergabung juga dengan BKR dan TKR saat dikirim ke Semarang, teman saya meninggal satu, hilang satu," jelas Sukanto dengan bahasa campur Jawa dan Indonesia.
Saat itu, kata Sukanto, menghadang tank Belanda dengan granat. Sementara seorang rekannya bersembunyi dengan menutupi dirinya dengan daun kelapa.
"Saya mundur ambil granat, teman saya tak (saya) minta mundur tapi malah menutupi badan dengan blarak (daun kelapa). Tapi (temannya) diketahui Belanda dan meninggal tertembak, itu setelah 1945," imbuh Sukanto dengan nada lirih.
Putra Sukanto, Atok Susanto, mengatakan ayahnya pernah bercerita ikut pertempuran saat Agresi Militer Belanda atau clash. Pertama setelah proklamasi bergabung dengan Brigjen Slamet Riyadi.
"Bapak itu dua kali clash. Pertama ikut Brigjen Slamet Riyadi yang markasnya di Gladag Solo," tutur Stok kepada detikJateng.
Selepas ikut berperang bersama Brigjen Slamet Riyadi di Semarang dan Ambarawa (1947), lanjut Atok menceritakan kisah ayahnya, pasukan kembali ke Solo. Setelah itu ada pembagian tugas, Klaten dipimpin Katamso.
"Pak Slamet Riyadi tetap di Kota Solo. Untuk Klaten diserahkan kepada Katamso (setingkat kompi) dengan batasan Sungai Dengkeng," papar Atok yang juga Ketua Pemuda Panca Marga itu.
Ayahnya, sebut Atok, bertugas memasok logistik ke front-front pertempuran. Ayahnya juga bercerita kenal dengan Tien Soeharto saat aktif di kepanduan.
"Satu angkatan Bu Tien Soeharto di pandu, teman seangkatan. Bapak tidak meneruskan militer, terakhir memilih menjadi sekretaris kecamatan," imbuh Atok.
Ayahnya, tambah Atok, tidak pernah mengurus serius menjadi anggota LVRI saat pendataan setelah kemerdekaan. Namun ada temannya yang menunjukkan kiprahnya.
"Bapak tidak pernah gagas ikut LVRI dulu tapi karena ada temannya bercerita. Alhamdulillah menerima tunjangan, di legiun sudah sejak 1978 katanya," pungkas Atok.
(sip/apl)