Menelusuri Jejak Pria Flamboyan Batavia Oey Tambah Sia di Brebes-Pekalongan

Menelusuri Jejak Pria Flamboyan Batavia Oey Tambah Sia di Brebes-Pekalongan

Robby Bernardi - detikJateng
Sabtu, 08 Okt 2022 12:23 WIB
Kampung Pecinan di Pekalongan, 29 September 2022.
Kampung Pecinan di Pekalongan, 29 September 2022. Foto: Robby Bernardi/detikJateng
Pekalongan -

Siapa kenal Giacomo Girolamo Casanova (1725-1798), pria flamboyan asal Venesia yang kisah petualangan cintanya bikin heboh Eropa pada masanya dulu? Seabad kemudian, di Jawa, muncul cerita serupa. Namanya Oey Tambah Sia.

Banyak yang bilang dialah Casanova dari Jawa. Ternyata, sang legendaris yang populer di Batavia, bahkan namanya dikaitkan dengan legenda Si Manis Jembatan Ancol itu asalnya dari Pekalongan. Berikut kisahnya.

Oey Tambah Sia merupakan pria kaya dan tampan yang lahir di Pekalongan sekitar tahun 1827. Semasa remaja, ia diceritakan mendapat warisan dari ayahnya sebesar 2 juta golden.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oey Tambah Sia dikisahkan hidup mewah, suka berfoya-foya, dan selalu menjaga penampilan di hadapan para wanita. Konon, banyak jalan yang dia tempuh demi menggaet wanita cantik incarannya, termasuk dengan cara melanggar hukum. Karena itulah dia diganjar hukuman gantung pada usia 29 tahun.

Kampung Pecinan di Pekalongan, 29 September 2022.Kampung Pecinan di Pekalongan, 29 September 2022. Foto: Robby Bernardi/detikJateng

Berawal dari Perantauan Ayahnya

Menelusuri jejak Oey Tambah Sia tidak bisa lepas dari sosok ayahnya, Oey Yi Bu, yang bergelar Thai Lio, pria kelahiran tahun 1780 di Hokkien, Tiongkok. Seperti warga Tiongkok Daratan sebelumnya, Oey Yi Bu muda juga merantau ke Jawa untuk mengadu nasib.

ADVERTISEMENT

"Hubungan Jawa, yang saat itu Nusantara, dengan warga Tiongkok Daratan sudah terjalin lama, sudah ada sejak kerajaaan Mataram Kuno abad ke-V, menurut catatan Cina. Bisa jadi sebelumnya juga ada, cuma kita belum mendapatkan rujukannya," kata Tri Subekso, pakar Sejarah asal Semarang saat dihubungi detikJateng, akhir September 2022.

Tri Subekso yang juga arkelog itu mengatakan, hubungan Tiongkok dengan Jawa juga ditulis dalam catatan perjalanan Fa-Hsien. Buddish tersebut pernah yang tinggal di Jawa selama lima bulan. Hubungan Tiongkok-Jawa masa silam juga terlihat dari bukti-bukti arkelogi di pesisir pantai.

"Seperti tinggalan arkelogi, (Kabupaten) Batang itu ada percetakan balai kambang, yang diteruskan ke Jalur Dieng. Itu jalur kuno yang merupakan jalur dagang, informasi," ujar Tri.

"Di Semarang juga ada, kalau kita telisik dulunya tepian pantai di Tugu, yang sekarang sekitar 5 kilometer dari Tanjung Mas karena proses sedimentasi yang terjadi pada abad ke-XV," imbuh dia.

Banyaknya Bong Cina berumur tua juga menjadi bukti fisik hubungan yang terjalin antara Tiongkok dan Jawa. "Kebanyakan (dari Tiongkok) memang merantau ke Jawa. Selain hubungan dagang, kebanyakan juga ingin mengadu nasib. Di sana dalam kondisi kurang baik, kemudian merantau," katanya.

Kisah ayahnya menemukan surat berharga ada di halaman selanjutnya...

Rute perantauan itu melewati Laut Jawa dengan pintu masuknya di pelabuhan Batavia. Selanjutnya, mereka merambah ke pesisir Jawa Barat dan Jawa Tengah. Migrasi ke pesisir Jawa itu terjadi pada masa 1740-an.

"Setelah dibantai VOC pada 1740, peranakan Tionghoa banyak mendiami wilayah pesisir Jawa, terutama mulai dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, sampai Lasem," kata sejarawan Pantura Jawa Tengah asal Kabupaten Brebes, Wijanarto, kepada detikJateng.

Kisah Ayahnya Menemukan Surat Berharga

Kembali ke cerita ayah Oey Tamba Sia semasa muda. Dari Batavia, Oey Yi Bu merantau ke Brebes. "Kenapa Oey Yi Bu di Brebes menjadi kaya? Ada kaitanya dengan penyerangan pasukan Inggris melalui jalur laut ke Batavia sehingga terjadi pertempuran hebat di laut," kata Wijanarto.

Pada Agustus 1811, pasukan Belanda-Perancis di bawah komando Janssens (pengganti Herman Willem Daendels) dikepung pasukan Inggris melalui jalur laut dan terjadilah pertempuran di laut Batavia. Pasukan Inggris pun masuk ke Jatinegara.

Janssens terpaksa menarik mundur pasukannya hingga ke Semarang melalui jalan darat. Perjalanan tersebut berujung dengan adanya Perjanjian Tuntang.

"Janssens dalam perjalanan itu membawa aset, surat berharga harta kekayaan milik Belanda-Perancis. Surat berharga itu hilang di Tanjung (Brebes). Surat berharga tersebut, bahasa kita obligasi, ditemukan Oey Yi Bu," kata Wijanarto.

"Surat berharga semacam penarikan utang itu, kayak kredit yang luar biasa banyak, disimpan Oey muda dan baru ia gunakan setelah kondisi normal dan masih berlaku," tuturnya.

Berkat itulah Oey muda punya modal untuk berbisnis di bidang hasil bumi, termasuk tembakau. "Dulu tembakau ada di sini (Brebes). Tapi kemudian diganti tanaman teh," ucap Wijanarto.

Setelah kaya, Oey Yi Bu punya banyak istri. Salah satu istrinya ialah Tjing Siok Hwe yang dinikahi pada 1808. Tjing Siok Hwe melahirkan anak bernama Sie Hwa.

"Dari anak yang bernama Sie Hwa inilah, Oey Yi Bu jodohkan dengan putra Aria Singasari Panatayuda I, yang kelak menjadi Panatayuda II, Bupati Brebes pada era 1836-1858," ceritanya.

Menikahi Wanita Pribumi Pekalongan

Dari Brebes, Oey Yi Bu pindah ke Pekalongan. "Sebelum ke Batavia, Oey Yi Bu ke Pekalongan dan nikah dengan orang pribumi dan melahirkan Oey Tambah Sia," terang Wijanarto.

Di Batavia, usaha Oey Yi Bu kian sukses. "Di Batavia (Jakarta) kekayaanya bertambah. Konon dia dianggap sebagai donatur pembangunan kelenteng terbesar di Batavia. Orangnya dermawan, baik hati, dikenal di kalangan pemerintah," jelasnya.

Jejak bengal Oey Tambah Sia di Batavia ada di halaman selanjutnya...

Oey Yi Bu meninggal di Batavia pada 1838. Hartanya diwariskan kepada Oey Tambah Sia yang masih remaja. "Jadi di Pantura itu sepak terjang perjuangan ayahnya dari nol menjadi kaya raya. Sedangkan perilaku buruk anaknya, Oey Tambah Sia, dikenal di Jakarta," ujar Wijanarto.

Jejak Bengal Oey Tambah Sia di Batavia

Oey Tambah Sia, kata Wijanarto, adalah sosok nyata yang kisahnya dijadikan novel untuk sastra peranakan Tionghoa dan sempat juga difilmkan. Kehidupan royal dilalui Oey Tambah Sia. Konon, saat buang air besar ia menggunakan uang kertas sebagai pengganti tisu dan uang itu akan diperebutkan orang.

Soal wanita, Oey Tambah Sia juga dikisahkan tak segan menyingkirkan suami atau orang tuanya demi memenuhi hasratnya. Ulahnya saat itu tidak tersentuh hukum karena kedekatan ayahnya semasa hidup dengan penguasa.

Pernikahan Oey Tambah Sia yang diselenggarakan secara spektakuler pun tak menjadikan dia sembuh dari kegemarannya bermain wanita.

"Cerita Si Manis Jembatan Ancol juga santer atas perbuatannya. Seorang gadis remaja yang melarikan diri dari rumahnya karena kawin paksa bertemu dengan Oey Tambah Sia dan menjadi korbannya," kata Wijanarto.

"Kemudian sampai terjadi pembunuhan gundiknya, yang kemudian berakhir di tali gantungan," imbuh dia. Oey Tambah Sia dihukum gantung sekitar tahun 1856 di Balai Kota Batavia.

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video: Embun Es di Jawa, Fenomena Langka di Dataran Tinggi Dieng"
[Gambas:Video 20detik]
(dil/dil)


Hide Ads