Saksi Hidup Kisahkan Dini Hari Mencekam di Akhir Persembunyian DN Aidit

Bayu Ardi Isnanto - detikJateng
Sabtu, 17 Sep 2022 09:12 WIB
Prapto (70), saksi hidup penangkapan Aidit, saat dijumpai di rumahnya, Sambeng , Mangkubumen, Banjarsari, Solo, Jumat (16/9/2022). Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikJateng
Solo -

Senin, 22 November 1965 dini hari, warga Kampung Sambeng, Solo, dikagetkan dengan kedatangan pasukan tentara. Warga yang saat itu kebanyakan masih tidur, dibangunkan dan dibawa ke sebuah tempat untuk diinterogasi.

Rupanya pasukan tentara di bawah komando Kolonel Jasir mendapatkan informasi bahwa pentolan Partai Komunis Indonesia (PKI), Dipa Nusantara (DN) Aidit bersembunyi di Sambeng. Mereka menggeledah rumah yang ditinggali Kasim.

"Semua laki-laki dibawa tentara, dikumpulkan, disuruh jongkok, tangannya di atas kepala. Saya sempat ditodong senapan di dada saya, tapi tidak dibawa karena saya masih 12 tahun saat itu," kata Prapto (70), saksi hidup penangkapan Aidit, saat dijumpai di rumahnya, Sambeng RT 02 RW 03, Mangkubumen, Banjarsari, Solo, Jumat (16/9/2022).

Ayah Prapto termasuk orang yang diangkut aparat. Namun dalam beberapa hari, ayahnya dipulangkan karena tidak terbukti menjadi bagian dari PKI.

"Banyak yang tidak pulang saat itu. Ada yang beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian mereka pulang," ujar dia.

Padahal menurutnya, warga kampung tidak ada yang mengenal Aidit. Tak ada pula yang tahu kapan Aidit mulai tinggal di rumah Kasim.

"Itu kan rumah Bu Harjo, dikontrak Pak Kasim, katanya itu temannya Aidit. Tapi orang sini tidak tahu kapan datangnya," kata Prapto.

Dalam pengejaran itu, pasukan awalnya gagal menemukan Aidit, hingga Kasim diinterogasi dan memberi tahu keberadaan Aidit. Ada versi yang mengatakan Aidit bersembunyi di dalam lemari, ada pula yang menyebut bersembunyi di balik lemari.

"Kalau saya dengar itu sembunyi di belakang lemari. Biasanya lemari kan dipasang menempel tembok, tapi ini di sudut rumah sehingga masih ada ruang di belakangnya," katanya.

Banyak Simpatisan PKI

Tak salah jika Aidit memilih Solo sebagai tempat persembunyiannya. Saat itu Solo, termasuk di Sambeng, menjadi basis kekuatan PKI.

Bahkan Wali Kota Solo saat itu, Utomo Ramelan, juga berasal dari PKI. Meskipun, di akhir masa PKI, Utomo dan Aidit berbeda pendapat mengenai revolusi.

Utomo Ramelan masuk dalam kelompok PKI radikal yang pro terhadap revolusi. Sementara Aidit adalah kelompok moderat yang ingin menyelamatkan PKI yang diambang kebinasaan.

Selengkapnya di halaman selanjutnya...



Simak Video "Video Tambah Tahu: Makna Nasionalisme di Balik Bendera Setengah Tiang 30 September"


(bai/rih)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork