Cerita Jejak PKI di Wonogiri, Warga Dieksekusi di Gudang Dinamit

Cerita Jejak PKI di Wonogiri, Warga Dieksekusi di Gudang Dinamit

Muhammad Aris Munandar - detikJateng
Sabtu, 10 Sep 2022 11:03 WIB
Monumen 48 Hargorejo di Wonogiri, mengenang peristiwa PKI. Foto diambil Selasa (6/9/2022).
Monumen 48 Hargorejo di Wonogiri, mengenang peristiwa PKI. Foto diambil Selasa (6/9/2022). Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng
Wonogiri -

Di Dusun Dawuhan, Desa Hargorejo, Kecamatan Tirtomoyo, Wonogiri, berdiri Monumen 48 Hargorejo. Monumen itu dibuat untuk mengenang peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Wonogiri.

Pemberontakan itu terjadi pada tahun 1948, jauh lebih awal dari peristiwa G30S/PKI pada 30 September 1965. Puluhan pejabat di Wonogiri dan Sukoharjo serta masyarakat menjadi korban pembantaian PKI di sana.

Sesepuh Desa Hargorejo, Sukiman Mulyono (85), mengatakan pada Agustus 1948 Desa Hargorejo kedatangan 17 Tentara Angkatan Laut yang dipimpin oleh Kapten Suhada. Oleh masyarakat sekitar pasukan itu dikenal dengan PKI Muso. Di saat yang bersamaan, saat itu juga terjadi pemberontakan PKI Madiun 1948.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah sampai di Hargorejo, pasukan itu menempati perumahan bekas penjajah Jepang. Lokasinya berada di Ngerjo, salah satu dusun di Desa Hargorejo.

"Saat awal datang ke sini itu mereka menyampaikan tujuannya akan menjaga keselamatan rakyat. Namun justru di sini itu melakukan pembantaian," kata Sukiman kepada detikJateng, Selasa (6/9/2022).

ADVERTISEMENT

"Dulu saat di sini PKI menempati bekas perumahan penjajah Jepang di Dusun Ngerjo. Banyak orang yang coba memanfaatkan bekas Jepang itu. Jepang di sini sekitar 2,5 tahun," lanjutnya.

Tak lama di sini, kata Sukiman, pasukan itu justru memberhentikan semua perangkat desa tanpa alasan. Selain itu para pejabat di Wonogiri dan Sukoharjo turut ditahan di Ngerjo.

"Saat itu warga Hargorejo bingung semua. Karena semua pimpinan ditawan. Kemudian rakyat yang tidak setuju dengan kegiatan pasukan Muso diancam akan dibunuh dan bahan makan serta ternak akan diambil tanpa izin," ungkap dia.

"Saat PKI ke sini saya masih umur 10 tahunan. Suasana orang kampung saat itu tidak ada yang tenang, takut semua. Kalau tidak ikut bisa dibunuh, tapi kalau ikut kami berpikir membunuh orang itu tidak bagus," imbuhnya.

Untuk menghindari ancaman dan menjaga keselamatan, masyarakat Hargorejo khususnya yang sudah dewasa pergi dari rumah untuk berpura-pura bekerja di ladang atau tegalan di luar Ngerjo. Mereka berangkat pukul 06.00 WIB dan pulang pukul 19.00 WIB.

"Aktivitas itu berlangsung selama sekitar dua bulan. Sebab masyarakat benar-benar bingung. Kalau tidak ikut PKI takut dibunuh, tapi kalau ikut ya gimana. Rakyat yang tidak setuju ikut ditawan dengan para pejabat," ujar dia.

"Kalau saya hanya berada di rumah karena masih kecil. Yang ikut keluar itu usia 15 tahun ke atas. Intinya dulu itu orang tidak betah di rumah, penginnya pergi dan menepi karena takut," lanjutnya.

Sukiman menceritakan pada saat itu di Hargorejo sudah ada Tentara Pelajar yang mendirikan pabrik senjata mulai 1947. Karena merasa kekuasaannya diambil oleh PKI, akhirnya mereka pergi dan lolos dari ancaman PKI.

Selain itu, di sana juga ada sembilan prajurit Siliwangi yang tidak dikenal namanya. Mereka tidak mendukung kegiatan yang dilakukan PKI. Nasib mereka sama dengan para tahanan PKI yang akhirnya dibunuh.

Sukiman mengatakan, setelah para tawanan ditahan di Ngrejo, mereka dibawa ke gudang dinamit yang berlokasi di sebelah selatan dari Monumen 48 Hargorejo yang jaraknya sekitar 300 meter. Di dalam gudang itu para tahanan disiksa dan diberi makanan tidak wajar.

Lokasi yang dulunya tempat penawanan korban PKI di Dusun Dawuhan, Desa Hargorejo, Kecamatan Tirtomoyo, Wonogiri.Lokasi yang dulunya tempat penawanan korban PKI di Dusun Dawuhan, Desa Hargorejo, Kecamatan Tirtomoyo, Wonogiri. Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng

"Pokoknya kalau sudah masuk gudang dinamit itu sudah pasti akan dieksekusi, tinggal menunggu jam saja, bergilir. Mereka dibunuh di tegalan di atas gudang dan langsung digalikan lubang tidak dalam. Kegiatan itu berlangsung selama 17 hari," kata Sukiman.

"Kalau dari cerita orang dewasa itu para korban itu dibunuh dengan arit, bukan pistol. Karena memang kan lambang PKI palu arit. Para korban digebuki dulu sebelum dibunuh. Lokasinya penyiksaan dan pembunuhan itu di dekat sungai dan hutan. Jadi tidak diketahui orang banyak," papar dia.

Halaman selanjutnya, PKI diusir dan ditumpas...

Pada 14 Oktober 1948, tentara PKI berhasil diusir dan ditumpas oleh Tentara Siliwangi yang datang ke Hargorejo. Tentara Siliwangi bekerja sama dengan Tentara Pelajar yang sempat lolos pada tempo hari.

"Saat tentara Siliwangi menumpas PKI itu sering terdengar suara tembakan. Setiap malam itu ada suara tembakan. Saya kalau tidur sampai tengkurap, karena takut. Kemudian banyak tentara dan orang tak dikenal sliwar-sliwer," kata Sukiman.

Kemudian pada 17-18 Oktober, sebagian jenazah yang dibunuh PKI diambil oleh keluarganya. Jenazah digali kembali dan dimandikan atau dibersihkan di suatu tempat yang saat ini berdiri Monumen 1948 Hargorejo.

"Jumlah korbannya semua ada 55 orang. Tapi ada yang tidak diambil keluarganya dan tidak diketahui identitasnya. Kemudian mereka dipindahkan ke Makam Ngebring Desa Genengharjo," kata dia.

Monumen 48 Hargorejo berlokasi di tengah hutan dan berdekatan dengan sungai. Dari permukiman warga berjarak sekitar 500 meter. Jalan menuju monumen masih berupa tanah. Sementara itu, dari pusat Kota Wonogiri berjarak sekitar 46 kilometer.

Monumen 48 Hargorejo di Wonogiri, mengenang peristiwa PKI. Foto diambil Selasa (6/9/2022).Monumen 48 Hargorejo di Wonogiri, mengenang peristiwa PKI. Foto diambil Selasa (6/9/2022). Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng

Monumen 48 Hargorejo

Monumen 48 Hargorejo diresmikan oleh Bupati KDH TK II Wonogiri, Oemarsono pada 8 Oktober 1987.

Di monumen itu terdapat patung yang menggambarkan kekejaman PKI. Satu patung menggambarkan Tentara Siliwangi yang tengah membawa pistol dan persenjataan. Tentara Siliwangi berhasil menumpas PKI di Hergorejo. Sedangkan patung di sebelahnya menggambarkan anggota PKI yang tengah membawa arit dan tengah membunuh salah satu pejabat.

Monumen 48 Hargorejo di Wonogiri, mengenang peristiwa PKI. Foto diambil Selasa (6/9/2022).Monumen 48 Hargorejo di Wonogiri, mengenang peristiwa PKI. Foto diambil Selasa (6/9/2022). Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng

Di monumen itu tertulis "Jer Basuki Mawa Beya Mati Siji Bangkit Sakethi, Hesthining Yogi Trus Nyawiji". Kemudian ada tiang yang bagian atasnya ada Simbol Burung Garuda. Di tiang itu tertulis nama-nama korban PKI di Hargorejo.

Dari 55 korban, hanya 20 orang yang berhasil terindetifikasi. Sebanyak 20 orang itu adalah para tokoh, kiai, polisi dan pejabat. Salah satunya adalah Bupati Sukoharjo, Soewarno Honggopati Tjit Rohoepojo. Korban lainnya adalah 9 tentara Siliwangi tidak dikenal dan 26 warga yang tidak dikenal juga.

Sementara itu, tempat penawanan dan pembantaian korban PKI berjarak sekitar 300 dari monumen. Hingga kini masih ada sisa pondasi bangunan Gudang Dinamit yang dulunya digunakan untuk menahan para korban yang akan dibunuh. Kini kawasan itu menjadi hutan yang dipenuhi pohon cengkih.

Halaman 2 dari 2
(rih/apl)


Hide Ads