Kisah Pejuang Asal Rembang, Karmani Bersama Laskar Hizbullah Usir Penjajah

Kisah Pejuang Asal Rembang, Karmani Bersama Laskar Hizbullah Usir Penjajah

Muhkammad Fadlil - detikJateng
Rabu, 17 Agu 2022 15:25 WIB
Karmani veteran perang berasal dari Kecamatan Kaliori, Rembang, Rabu (17/8/2022).
Karmani veteran perang berasal dari Kecamatan Kaliori, Rembang, Rabu (17/8/2022). (Foto: Mukhammad Fadlil/detikJateng)
Rembang -

Karmani warga Dukuh Siman, Desa Sendangagung, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang yang usianya sudah 102 tahun merupakan seorang veteran. Ia lahir pada 21 Maret 1920, atau 102 tahun yang lalu.

Meskipun usianya sudah terbilang sepuh, tapi saat ditemui detikJateng di kediamannya kondisi Karmani masih begitu sehat, hanya saja terkendala pada pendengarannya.

Pada Rabu (17/8/2022) siang, Karmani bercerita kepada detikJateng tentang memori selama menjadi bagian dari pejuang kemerdekaan Tanah Air.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengungkapkan sekitar tahun 1943 dirinya pertama masuk menjadi anggota Peta (Pembela Tanah Air). Yakni satuan perang bentukan Jepang.

"Latihannya (Perang) dulu di Jepara, ikut Peta. Terus perang melawan Belanda yang pas perang kedua, (Agresi Militer Belanda ke-II)," kata Karmani.

ADVERTISEMENT

Dirinya membeberkan pernah mengikuti perang melawan penjajah di sejumlah daerah. Seperti di Semarang, Gunungkidul, Surabaya, dan di Jombang.

Saat di Tambakberas-Jombang, Karmani mengaku bersama-sama dengan Laskar Hizbullah. Yaitu laskar rakyat yang komponennya terdiri dari para kiai, pemuda Islam, dan santri, pada masa perjuangan kemerdekaan.

"Yang di Tambakberas itu dulu bareng-bareng Hizbullah. Ditembaki. Dibom. Tapi syukur, masih selamat," kenang Karmani.

Karmani melanjutkan kembali ceritanya, saat terlibat perang melawan penjajah di lokasi yang lain, yakni waktu di Gunungkidul. Di sinilah Karmani mengalami insiden yang bahkan bekas di tubuhnya masih terlihat hingga saat sekarang.

Dahinya di bagian tengah ada cekungan seperti bekas benturan yang keras. Lalu di lengan dan jari tangan sebelah kanan, tampak jelas posisi tulang-tulangnya seperti tak beraturan.

Pada waktu itu sekitar tahun 1948, Karmani ikut berjuang perang melawan penjajahan Belanda di Gunungkidul. Medannya yang merupakan pegunungan, dirinya jatuh ke jurang saat berusaha menembak musuh.

Simak lebih lengkap di halaman berikutnya...

Dari insiden itulah yang mengakibatkan Karmani mengalami patah tulang pada lengan tangan sebelah kanan, serta di dahinya tepat di bagian tengah.

"Ini bekas dulu waktu di Gunungkidul. Pas nembak terpental jatuh dari atas. Bawah kali ada batu banyak. Tangan kanan sama dahi saya kebentur (batu). Bekasnya ini," tutur Karmani sembari memperlihatkan tangan kanannya yang cacat.

Prinsip yang dipegang Karmani sehingga pada saat itu dirinya rela mati karena perang melawan penjajah adalah, 'Mati Dadi Rabuke Negoro' atau Mati Menjadi Rabuknya Negara.

Veteran yang dahulunya merupakan warga Desa Kalipang, Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang ini memiliki dua anak. Satu perempuan dan yang kedua laki-laki. Namun tinggal anak laki-laki, yang kini mengikuti jejaknya.

Yakni Serma Sugeng purnawirawan TNI. Sugeng mengungkapkan, pangkat terakhir ayahnya itu adalah Pratu (Prajurit Satu). sang ayah dulunya pernah masuk di Divisi Ronggolawe, yang Kepalanya yakni Mayor Jenderal Jatikusumo. Dan Komandan Batalionnya Mayor Jenderal Munadi yang sempat menjabat sebagai Gubernur Jateng.

Sugeng menambahkan, akibat cacat yang diderita sang ayah terkena rasionalisasi. Hal itu membuat Karmani kemudian berhenti ikut berjuang.

Setelah itu, lanjut Sugeng, ayahnya tidak lantas kemudian mendapatkan gaji pensiunan. Baru setelah 29 tahun berusaha mengajukan pensiunan veteran, ayahnya berhasil mendapat gaji pensiunan.

"Sekitar tahun 1982 itu ada pertemuan veteran di gedung DPRD Rembang. Kebetulan bertemu mantan Komandan Batalionnya Mayjen Munadi. Dari itu kemudian dapat pensiunan. Sebulan Rp 1,67 juta, itu belum tunjangan lain," pungkas Sugeng.

Halaman 2 dari 2
(sip/sip)


Hide Ads