Kisah Pejuang Kesehatan Mental Asal Boyolali, Gratis ke Psikiater Pakai BPJS

Kisah Pejuang Kesehatan Mental Asal Boyolali, Gratis ke Psikiater Pakai BPJS

Aqila Cikal Ariyanto - detikJateng
Minggu, 27 Okt 2024 07:03 WIB
Business woman is depressed. She felt stressed and alone in the house.
Ilustrasi. Foto: Getty Images/iStockphoto/torwai
Solo -

Jangan sepelekan kesehatan mentalmu. Segera lakukan deteksi dini untuk mencegah efek buruknya. Tidak perlu khawatir, konsultasi dan pengobatannya bisa menggunakan BPJS Kesehatan. Berikut kisah wanita usia 21 tahun asal Kabupaten Boyolali yang rutin ke psikiater sejak 2021.

Sebut saja namanya Bunga. Dia saat ini bekerja serabutan. Saat ditemui detikJateng, Bunga mengaku kesehatan mentalnya sempat down pada 2018 gegara sering dirundung masalah fisik. Dia juga mengaku punya trauma masa kecil karena kondisi orang tuanya.

Pada 2021, lulusan salah satu SMA negeri di Boyolali ini mengaku kondisinya semakin memburuk. Dia merasakan gejala seperti pusing, mual, sesak, dan gemetar secara tiba-tiba atau ketika stres menumpuk (burnout).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ditanggung BPJS Kesehatan

Setelah bercerita dengan beberapa temannya yang kuliah di jurusan psikologi di UGM dan UMS, dia disarankan berobat ke psikiater. Awalnya dia sempat ragu karena khawatir bakal keluar banyak biaya.

"Ternyata gratis, di-cover BPJS Kesehatan 100 persen. Awalnya aku sering curhat sama teman yang di jurusan psikolog. Nah, temanku menemukan channel hotline RS itu ada telekomunikasi gratis," kata Bunga saat ditemui detikJateng di Kota Solo, Selasa (15/10/2024).

ADVERTISEMENT

"Setelah nyoba dan konsultasi, dibilang kalau boleh pakai BPJS. Nanti ke Puskesmas dulu terus diarahkan langkah-langkahnya," sambungnya.

Sekitar setahun dia menjalani rawat jalan oleh psikiater di salah satu rumah sakit umum (RSU) di Boyolali. Jadwal konsultasinya sebulan sekali. Namun, pada akhir 2022, Bunga mengaku kondisinya sempat terbilang mengkhawatirkan.

Walhasil sampai sekarang dia harus ke psikiater di RSU tersebut setiap dua minggu sekali dan mendapat suntikan supaya lebih tenang.

"Awalnya agak mikir biaya. Setelah tahu psikiater itu bisa di-cover BPJS Kesehatan, kayak emas buat aku. Wah ternyata bisa, jadi bolehlah. Mungkin hemat sampai ratusan juta rupiah, karena aku pernah dirawat di RSJD (Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta) juga. Terus rutin konsumsi obat dari dokter setiap hari," jelasnya.

Bunga mengaku sempat dirawat di RSJD selama 10 hari pada Agustus 2024. Pada tiga hari pertama, kondisinya sudah membaik alias sudah tidak panik atau bingung. Kebetulan dokter yang menangani di RSJD sama dengan yang di RSU. Sehingga dia kini bisa kontrol rutin ke dua RS tersebut.

Drop Usai Dipaksa Menikah

Bunga mengaku kondisinya memburuk hingga dirawat di RSJD karena keluarganya memaksa dia menikah dengan lelaki yang tidak dia sukai. Paksaan itu cukup mengguncang kesehatan mentalnya, sehingga dia sempat berhenti meminum obat lalu kondisinya tidak stabil.

Awalnya, rencana pernikahan itu digelar pada November 2024. Namun, rencana itu akhirnya dibatalkan.

Selama dirawat di RSJD, Bunga mengaku mendapat layanan yang sangat baik. Dia bisa mencurahkan isi hatinya kepada dokter dan suster. Ada juga waktu untuk bermain bersama hingga karaoke. Dia juga mengaku nyaman di RSJD karena menu makanannya. "Sangat enak, enjoy," ucapnya.

Curhat ke Teman Psikolog

Selain rutin berobat ke psikiater, Bunga juga biasa curhat atau konsultasi ke temannya yang kuliah di jurusan psikologi. Dia juga menggunakan layanan psikologi online melalui aplikasi Halodoc.

"Karena temanku ada yang (kuliah) psikologi jadi aku memanfaatkan mereka buat sharing. Psikolog lebih ke ngasih saran dan masukan. Nge-bounding diri supaya aku sama kamu nggak ngerasa sendiri," kata Bunga.

"Kalau psikiater tuh kan dokter ya, jadi lebih ke dikasih obat penenang dan injeksi. Tapi pendekatan tiap dokter tuh beda-beda, ada yang didalami semuanya. Kayak cerita face to face dan deep talk, ada yang cuman nanyain perasaan aja," imbuhnya.

"Aku pernah nanya, 'dok aku perlu hipnoterapi nggak'. Katanya nggak perlu, kamu perlunya obat karena udah di fase yang tinggi, stresnya tuh tinggi," tambahnya.

Sekarang Bunga mengaku kondisinya sudah jauh lebih baik. Saat ini dia terkadang tinggal bersama orang tuanya di Solo dan sering juga pulang sendiri ke rumahnya di Boyolali. Dia juga masih rutin menjalani rawat jalan di psikiater dan mengonsumsi obatnya.

Bunga juga membagikan tips soal cara dia bisa bertahan dari segala masalah yang telat dihadapi. Salah satunya yaitu mencari teman yang sefrekuensi. "Teman yang bisa mengerti keadaan kita akan sangat membantu dalam proses pemulihan," ucapnya.

Dia menambahkan, berada di lingkungan yang sehat dan mendukung dapat mempengaruhi tumbuh kembang seseorang. Untuk orang lain yang mengalami masalah serupa dengan dirinya, dia menyarankan agar lebih banyak beraktivitas di luar, alias jangan banyak mengurung diri.

"Jika terjadi sesuatu segeralah mencari bantuan atau bergabung dalam komunitas yang dapat membantu anda dalam suatu hal," pungkasnya.

Artikel ini ditulis Aqila Cikal Ariyanto peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(dil/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads