Di kaki Gunung Lasem yang anggun membiru dari kejauhan, aroma harum ayam kampung berbumbu santan seolah menjadi sambutan hangat bagi siapa saja yang singgah di Desa Tuyuhan, Rembang, Jawa Tengah. Di sinilah, kelezatan lontong tuyuhan yang melegenda bertemu dengan panorama alam yang menenangkan jiwa. Yakni di Sentra Kuliner Lontong Tuyuhan.
Salah satu pedagang lontong tuyuhan yang sudah puluhan tahun melayani pelanggan, Kartawi, bercerita dengan semangat tentang awal mula ia menekuni usaha ini.
"Saya jualan sejak 1981, dulu keliling bawa pikulan. Mulai jualan sore, kadang jam tiga, kadang jam empat," ujar Kartawi kepada detikJateng, saat ditemui di SEntra Kuliner Lontong Tuyuhan, Desa Tuyuhan, Rembang, Minggu (27/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sambil mengobrol, Kartawi meracik sepiring lontong tuyuhan dengan cekatan. Lontong tuyuhan miliknya unik karena berbentuk segitiga.
"Kata orang tua dulu, bentuk segitiga itu ada maknanya. Ini erat kaitannya dengan sejarah Tuyuhan, dengan Blacak Ngilo dan Sunan Bonang," jelas Kartawi soal bentuk lontong segitiga ini.
Dengan harga Rp 17.000 per porsi, lontong tuyuhan yang disajikan Kartawi cukup laris. Setiap hari, ia bisa menghabiskan hingga 9 ekor ayam kampung, dan 10 kilogram beras, menghasilkan sekitar 120 sampai 130 porsi.
"Omzet sehari rata-rata Rp 1,5 sampai Rp 1,6 juta. Tapi itu kotor," katanya sambil tersenyum lebar.
![]() |
Di sekitar area ini, terdapat sekitar 16 pedagang lain yang sama-sama berjualan. Para pedagang membentuk semacam pasar kuliner namun penuh kehangatan.
Terpisah, salah satu penikmat lontong tuyuhan, Ulil Albab, mengatakan kuliner lontong tuyuhan memiliki ciri khas tersendiri. Khususnya bentuk dan cara penyajiannya.
"Dia bentuknya segitiga, dimakan dengan kuah santan seperti opor ayam. Rasanya gurih sedap. Perpaduan bumbu rempah dan kuah santannya terasa sekali. Nikmat, harganya juga bersahabat. Ini tadi berdua habis Rp 42 ribu," ujar Ulil.
Sambil menikmati gurihnya lontong bersiram kuah santan kental, pandangan mata dimanjakan oleh pesona Gunung Lasem yang berdiri kokoh. Embusan angin pegunungan membawa aroma tanah dan dedaunan, mengikat semua indra dalam pengalaman yang sulit dilupakan.
(apu/ams)