Melihat WC Umum di 'Kampung Jagal' Semarang, Hasilkan Biogas Gratis untuk Warga

Melihat WC Umum di 'Kampung Jagal' Semarang, Hasilkan Biogas Gratis untuk Warga

Angling Adhitya Purbaya - detikJateng
Minggu, 26 Jun 2022 09:33 WIB
Suasana toilet umum di Kampung Bustaman ketika kompor biogas digunakan warga, Minggu (26/6/2022).
Suasana toilet umum di Kampung Bustaman ketika kompor biogas digunakan warga, Sabtu (25/6/2022). (Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng)
Semarang -

Kampung Bustaman merupakan salah satu kampung legendaris di Kota Semarang yang dikenal dengan profesi warganya sebagai penjagal kambing. Banyak hal menarik disana selain soal jagal-menjagal, salah satunya yaitu toilet umum yang kotorannya ditampung dan bisa untuk menyalakan kompor.

Toilet yang berada di tengah kampung di perbatasan RT 4 dan RT 5, RW 3, Kelurahan Purowodinatan, Kecamatan Semarang Tengah itu sebenarnya sudah ada sejak zaman pendudukan Belanda. Sekitar 16 tahun lalu toilet umum itu kembali berfungsi dengan semestinya bahkan memberikan manfaat lebih bagi lingkungan sekitar.

Ketua RW setempat, Ashar (49) mengakui kampung padat penduduk yang dikenal sebagai 'kampung jagal' itu dulunya kumuh hingga sering ada penyakit karena masalah buang air besar mulai dari rumah yang tidak punya tempat mandi-cuci-kakus (MCK) hingga anak-anak yang buang air besar (BAB) di selokan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dulu itu sampai ada sebutan 'Pak Kumis', singkatan dari padat, kumuh dan miskin," ujar Ashar mengawali cerita, Sabtu (25/6/2022).

Pada tahun 2005, lanjut Ashar, ada kunjungan dari Pemkot Semarang dan sebuah organisasi dari Jerman yaitu Borda untuk melakukan program Sanimas. Para pengurus kampung antusias dan berusaha agar bisa mendapatkan program itu karena ada semacam kompetisi dengan daerah lain.

ADVERTISEMENT

"Kita dapat program itu. Kerjasama dengan masyarakat, harus ikhlas robohkan bangunan Belanda agar bisa digunakan," ujarnya.

Toilet umum itu pun terbangun beserta instalasi agar kotoran bisa diolah menjadi biogas. Keberadaan toilet tersebut ternyata bisa membuat kebiasaan masyarakat di sekitarnya berubah sedikit demi sedikit. Mereka akhirnya tidak BAB sembarangan dan memanfaatkan toilet dengan 10 bilik itu.

"Terwujud bangunan 'MCK plus' di Kampung Bustaman ini. Masyarakat bisa berubah perilaku yang tadinya kumuh dan BAB sembarangan jadi tertib. Kami jaga betul kebersihannya sampai sekarang," jelasnya.

Soal biogas, lanjut Ashar, ternyata masyarakat menyambut baik. Ketika usai diresmikan tanggal 6 Juni 2006 silam, masyarakat rela antre untuk memasak di kompor yang berada di salah satu ruangan terpisah di toilet umum itu.

"Dulu sebelum ada konversi ke gas sekitar 2006-2010, disini kalau pagi sudah antre panci-panci untuk masak dengan biogas. Sampai sekarang masih digunakan ketika ada hajatan di sini, beberapa masyarakat juga masih memanfaatkan ini," ujarnya.

Ashar juga menjelaskan kenapa biogas tersebut tidak disalurkan ke rumah-rumah sekitar. Salah satunya yaitu agar tidak terjadi kesenjangan karena biogas dengan hasil dari kotoran manusia tidak sebanyak biogas dari kotoran hewan ternak atau ampas tahu, jadi hanya bisa menjangkau satu hingga dua rumah.

"Yang dihasilkan dari kotoran manusia tidak seperti sapi atau ampas tahu, ya. Mungkin hanya bisa satu atau dua rumah saja. Ini sudah 16 tahun masih bisa dipakai, lancar," katanya.

Bagaimana toilet ini bisa menghasilkan biogas? Simak di halaman selanjutnya..

Baca juga: Koalisi

Soal proses pengelolaan tinja menjadi biogas, Ashar mengatakan tidak ada mesin-mesin yang digunakan, namun menggunakan sistem yang memakai biodigester yaitu berupa instalasi yang memisahkan kotoran sehingga bisa dimanfaatkan gasnya.

"Ini ada biodigester, jadi ada pemisahan pembuangan kotoran dan air. Terjadi secara alami dan kemudian gasnya bisa disalurkan," jelasnya sambil menunjuk letak biodigester di depan ruangan memasak.

Ia menjelaskan dalam sehari ada sekitar 200 orang yang memanfaatkan toilet umum tersebut. Pengguna hanya membayar Rp 500, harga ini belum naik sejak dulu. Uang itulah yang digunakan untuk perawatan dan juga hal lainnya.

"Dari Rp 500 itu kita coba manfaatkan untuk maintenance, membantu warga, kemarin ada penjaga yang sakit juga kita biayai. Kita juga bisa bangun ruang pertemuan di lantai dua. Di sini juga bisa buat kumpul tongkrongan, bersih, tidak bau," ujar Ashar.

"Kita memang harus merawat, jangan sampai yang dibangun dengan biaya sekitar Rp 250 juta ini rusak. Ini kan juga untuk anak cucu kita nanti," imbuhnya.

Ashar juga kembali menjelaskan betapa bermanfaatnya toilet umum di Kampung Bustaman. Karena meski di tengah kota, hingga saat ini 60 persen rumah di wilayah RW-nya tidak punya MCK.

"Disini 60 persen tidak punya MCK meski di tengah kota. Untuk penggunanya di sini dari satu RW ada 11 RT ya ada 6 RT, lah penggunanya. Ada pendatang juga, pekerja sekitar sini," jelasnya.

Sementara itu, seorang ibu dari RT 5, Siti Nurdini (50), mengaku terbantu dengan adanya biogas itu. Biasanya ia memasak air atau merebus makanan di sana. Durasi memasak sama seperti menggunakan tabung gas.

"Rasa tidak berubah, tidak ada bau juga. Ya kayak biasanya. Dimanfaatkan untuk harian juga bisa ini, ya membantu sekali," kata Nurdini.

Ia juga mengatakan meski penggunanya tidak sebanyak dulu, tapi untuk acara besar di kampung, biogas tersebut sangat bermanfaat untuk memasak hidangan yang disajikan.

"Masak bareng-bareng di sini pas Maulid Nabi atau apa gitu, kemarin pas ada Gebyuran Bustaman juga di sini," ujarnya.

Toilet umum tersebut memberikan kehidupan baru bagi warga Bustaman sejak kembali dimanfaatkan dengan baik. Bahkan toilet tersebut pernah dinobatkan terbaik nasional sekitar 12 tahun lalu. Toilet itu terus diperbaiki bahkan akan direnovasi dan hari ini perbaikan lantai yang ambles dimulai dengan gotong royong warga.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Penyandera Polisi Saat Demo May Day Ricuh Semarang Diburu!"
[Gambas:Video 20detik]
(alg/aku)


Hide Ads