Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani kembali menyita perhatian publik. Dia melontarkan sindiran soal memilih kriteria pemimpin 'jangan asal ganteng dan sering muncul di medsos'.
Pengamat politik UGM Wawan Mas'udi menilai sindiran Puan tidak ditujukan kepada satu orang saja. Melainkan menyindir semua tokoh potensial capres-cawapres laki-laki. Sebab, selama ini dalam beberapa survei didominasi oleh figur laki-laki.
"Hampir semuanya (kandidat laki-laki) dan kebetulan di top mind masyarakat teratas kan selain Prabowo, ada Ganjar, Anies, Ridwan Kamil, Sandiaga, AHY dan Erick Tohir. Mereka aktif di media sosial dan aktif mem-framing apa yang dilakukan," kata Wawan saat dihubungi detikJateng, Jumat (29/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi, Wawan memiliki pandangan jika yang dilakukan Puan sebenarnya ingin membangun sentimen publik. Bahwa kepemimpinan itu atau popularitas itu jangan hanya dilihat dari sisi penampilan figur, atau fisik, atau branding. Tapi harus dilihat dari substansi kepemimpinan itu sendiri.
"Dalam arti substansi itu apa yang dilakukan oleh tokoh. Sebenarnya di situ. Meskipun kita tahu tokoh-tokoh yang muncul di survei, di pemberitaan ini kan beberapa punya track record yang bagus, kerja-kerja konkretnya juga kelihatan," ucapnya.
"Jadi ini bukan hanya soal pencitraan tapi memang kombinasi antara pencitraan dan kinerja atau hal konkret yang dilakukan," imbuhnya.
Ia melanjutkan, yang dilakukan Puan bisa dimaknai sebagai bentuk psywar terhadap kandidat lain. "Jadi ini sindirannya Puan Maharani bentuk psywar antar kandidat bahwa jangan hanya mengandalkan citra di media sosial, framing medsos tapi bentuk kerja konretnya apa," katanya.
Di sisi lain, Wawan menilai Puan ingin memunculkan opini publik bahwa tokoh politik perempuan hanya dirinya seorang. Hal ini merupakan bagian dari perang narasi yang dimulai oleh Puan.
"Sambil membentuk distingsi bahwa Puan itu bisa jadi membangun bahwa representasi politik perempuan satu-satunya ya hanya dia, atau mungkin tidak satu-satunya representasi politik perempuan terbatas," bebernya.
Akan tetapi, sindiran Puan ini belum tentu efektif. Puan harus bisa menonjolkan figurnya jika ingin semakin dikenal publik guna menaikkan elektabilitas.
"Masalah sindirian Puan itu efektif atau tidak ya tergantung Puan sendiri sebagai figur mulai memosisikan diri di depan masyarakat sebagai apa. Bukan hanya menyindir tapi dia sendiri apa sih yang akan ditonjolkan," tutupnya.
Untuk diketahui, Puan Maharani berbicara terkait pemimpin yang paling tepat untuk dipilih. Pernyataan itu disampaikan Puan Maharani saat kunjungan ke DPC Wonogiri pada Selasa (26/4). Puan awalnya berbicara terkait pemimpin yang cinta Indonesia dan mau bergotong-royong.
"Saya minta itu adalah kembalilah ke jati diri akar Indonesia. Pilihlah orang yang betul-betul cinta Indonesia, dukung orang yang memang mau bergotong-royong untuk membangun bangsa ini bersama," kata Puan di depan kader PDIP seperti dikutip detikcom.
Kemudian Puan menjelaskan alasannya terkait kriteria pemimpin tersebut. Dia menyinggung banyak orang yang suka memilih pemimpin asalkan ganteng, bukan perempuan, hingga sering muncul di media sosial meski tidak bisa kerja.
"Kenapa saya ngomong ini? Kadang-kadang sekarang kita ini suka 'yo wes lah dia saja asal ganteng, dia saja yang dipilih asal bukan perempuan, yo wes dia saja walau nggak iso opo-opo tapi yang penting dia itu kalau di sosmed, di TV itu nyenengin', tapi kemudian nggak bisa kerja, nggak deket rakyat," ucapnya.
"Mau atau nggak pemimpin kayak gitu?" tanya Puan.
"Nggak," jawab para kader PDIP.
(aku/aku)