Siapa tahu jika di salah satu sudut kompleks pusat perbelanjaan tekstil Beteng Trade Center (BTC) Kota Solo terdapat sebuah makam kuno? Di makam itulah jasad Raden Pabelan atau juga disebut Kyai Bathang dikuburkan.
Keberadaan makam Raden Pabelan itu tak banyak diketahui orang. Letaknya berada di sisi barat daya bangunan utama BTC. Bangunan makam itu terpisah dari bangunan utama tapi berdekatan.
Pada bangunan makam itu terdapat beberapa anak tangga menurun. Kemudian, terdapat sebuah pintu yang digembok dan bertuliskan 'R Pabelan' di atasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada beberapa prasasti pembangunan yang tertulis di tembok. Prasasti pertama ialah pemugaran bangunan pada 1981 oleh RAB Tien yang tertulis sebagai sesepuh.
Kemudian, ada prasati pemugaran ulang pada 1992 oleh Kunto Harjono selaku Direktur Pondok Solo Permai. Saat itu, lokasi tersebut dibangun menjadi pusat perbelanjaan yang dikenal sebagai Matahari Beteng.
![]() |
Satu lagi adalah prasasti penetapan makam R Pabelan sebagai cagar budaya yang dilindungi. Penetapan itu dilakukan oleh Pemkot Solo pada 2014.
Seorang penjaga di makam itu, Sidik, mengatakan pusara Raden Pabelan tidak pernah dipindah. Sebelum dibangun pusat perbelanjaan seperti sekarang, Sidik mengatakan, lokasi tersebut dulunya adalah asrama polisi.
"Saya ingat sejak di sini dulu masih asrama polisi dan makam ini sudah ada. Kemudian jadi Matahari Beteng itu (makam) dipugar, saya sempat jadi satpam. Lalu pada kebakaran 1998 itu, makam ini masih utuh sampai sekarang," kata Sidik saat ditemui detikJateng, Senin (28/2/2022).
Sidik menyebut, masih ada warga yang berziarah ke makam Raden Pabelan, namun sering kali hanya dari luar pintu. Terkadang petugas Pemkot Solo datang membersihkan makam itu.
Kisah Raden Pabelan
Sosok Raden Pabelan ini diceritakan dari masa ke masa. Dikisahkan bahwa dia hidup pada masa Kasultanan Pajang yang didirikan Joko Tingkir alias Sultan Hadiwijaya.
Raden Pabelan adalah putra dari Tumenggung Mayang, orang kepercayaan Sultan Hadiwijaya. Pabelan dikenal sebagai lelaki hidung belang.
Di akhir hidupnya, Pabelan menyukai putri Sultan Hadiwijaya yang bernama Sekar Kedhaton hingga melakukan hubungan terlarang. Ketika Sultan mengetahuinya, Pabelan dihukum mati dan jasadnya tak dikubur, melainkan dibuang ke sungai.
Kisah tersebut rupanya berkaitan pula dengan Kyai Sala atau Ki Gedhe Sala yang sosoknya menjadi tonggak sejarah Kota Solo. Ki Gedhe Sala adalah orang yang menemukan jasad Raden Pabelan.
![]() |
Dari temuan itu, maka dikenal pula nama Kyai Bathang. Bathang dalam Bahasa Jawa berarti mayat atau bangkai.
Juru kunci makam Ki Gedhe Sala, Joko Saputro Adi, menuturkan bahwa Ki Gedhe Sala menemukan mayat tersebut tersangkut di sungai yang berada di kawasan Sangkrah. Kemudian, Ki Gedhe Sala berupaya agar mayat itu hanyut terbawa arus.
"Ternyata besoknya mayat itu kembali lagi ke tempat awal, sampai tiga kali seperti itu terus. Ki Gedhe Sala kemudian mendapat petunjuk agar mayat itu dikuburkan di sekitar situ, yang lokasinya sekarang jadi BTC itu," kata Joko.
Kisah Raden Pabelan tak berhenti di situ. Di sisi lain, Sekar Kedhaton yang kehilangan kekasihnya memutuskan bunuh diri dengan cara melompat ke dalam sumur. Sumur itu kini menjadi makam yang berada di kawasan Pajang, Solo.
(dil/ahr)