LBH Jogja Sebut Maaf Ganjar Tak Cukup: Tak Harus Andesit dari Wadas!

LBH Jogja Sebut Maaf Ganjar Tak Cukup: Tak Harus Andesit dari Wadas!

Jauh Hari Wawan S. - detikJateng
Kamis, 10 Feb 2022 15:50 WIB
Sejumlah warga yang sempat ditahan polisi tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Sebanyak 64 warga Desa Wadas dibebaskan oleh pihak kepolisian terkait aksi penolakan pembangunan Bendungan Bener. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/wsj.
Pembebasan warga Desa Wadas kemarin (Foto: Antara Foto/Hendra Nurdiyansyah)
Sleman - Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo menolak penambangan batuan andesit di wilayahnya. Proses pengukuran berakhir ricuh dan berujung penangkapan puluhan warga oleh polisi pada Selasa (8/2).

Usai kericuhan itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo datang ke lokasi dan menyampaikan permintaan maaf. Akan tetapi, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja menyebut permintaan maaf Ganjar tak cukup.

"Permintaan maaf Ganjar tidak cukup. Bagaimana menyelesaikan konflik ini, yaitu tawaran kami pindah pertambangannya, kan kata Pak Ganjar proyek bendungannya aman-aman saja," kata Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta Julian Duwi Prasetia, Kamis (10/2/2022).

Julian menyebut dari hasil kajian pemrakarsa material proyek Bendungan Bener tidak harus berasal dari Wadas. Bahan baku Bendungan Bener juga tidak harus dari batu andesit.

"Harusnya Pak Ganjar tahu pilihan terakhir bukan di Desa Wadas dan caranya tidak harus batu andesit. Ada cara-cara lain misalnya pakai beton dan lain sebagainya itu bisa dilakukan tapi ruang itu kan nggak dilakukan. Nah ini ada indikasi, ada apa ini pemerintah Jateng dan aparat gabungan ini," tegasnya.

Julian yang merupakan kuasa hukum para warga Wadas yang menolak tambang mengatakan sejak awal warga tidak pernah membahas ganti rugi. Sejak awal, warga dengan tegas menolak tambang.

"(Alasan) Pertama soal menjaga keutuhan desa. Ya itu tanah itu menjaga tanah menjaga agama mereka," kata Julian.

"Mereka memaknai bahwa tanah mereka itu menjaga tanah mereka, itu bagian dari menjaga agama mereka itu yang saya pahami dari apa yang selama ini kami berproses," sambungnya.

Hingga saat ini LBH Yogyakarta mengadvokasi ratusan warga Wadas yang menolak tambang batuan andesit.

"Berdasarkan surat kuasa yang kami terima itu ada 200 lebih (warga). Itu surat kuasa yang kami terima," katanya.

Julian menyebut konflik di Wadas bermula pada 2018 lalu ketika Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengeluarkan Izin Penetapan Lokasi atau IPL. Daerah Wadas sendiri adalah wilayah yang subur dengan berbagai macam hasil bumi seperti kemukus, durian, aren, dan lain sebagainya.

"Sebelumnya itu daerah kan sejahtera ya. Jadi kan sebelum tadi malam ya di salah satu kanal media, Ganjar menyatakan bahwa ini proyek yang berbeda antara proyek Bendungan (Bener) dengan pertambangan. Nah bendungan kan sudah aman-aman saja ya sudah, dan proyek pertambangannya jadi niatnya pemerintah mau bangun bendungan apa mau nambang," katanya.

Dalam konteks permasalahan ini, Julian menyebut, tidak ada permasalahan terkait proyek strategis nasional dengan warga Wadas. Justru yang menjadi pertanyaan kenapa lokasi tambang harus di Wadas. Ditambah skema yang dipakai adalah untuk kepentingan umum.

"Nah Izin Penetapan (Lokasi) jadi satu. Jadi nggak ada satu nomenklatur pun yang bilang bahwa penambangan itu adalah kepentingan umum," katanya.

"Wadas (pakai skema) untuk kepentingan umum. Sementara pernyataanya Pak Ganjar bilang ini proyek terpisah. Kontradiktif," imbuhnya.


(ams/sip)


Hide Ads