Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebut kecelakaan di Bantul yang menewaskan 13 orang pada Minggu (6/2) sama dengan kecelakaan maut truk di Balikpapan Januari lalu. Apa kesamaannya?
"Karena jalan turun terus, angin dibuang terus, ketika angin mencapai ambang batasnya 6 bar, yakni 5 bar pengemudi tidak akan bisa ngerem. Kasus ini sama persis dengan di Balikpapan," terang Plt Kepala Sub Komite Moda Investigasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT Ahmad Wildan kepada wartawan di Kantor Dishub Solo, Selasa (8/2/2022).
Wildan mengatakan pengemudi truk dalam kecelakaan di Balikpapan mengatakan bahwa tekanan angin rem 5 bar. Sopir pun gagal mengerem.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sopir bilang, tekanannya anginnya pada 5 bar. Dan dia tidak bisa injak rem lagi. Sistem remnya, masalahnya anginnya tekor," ungkap Wildan.
"Bukan karena malfunction rem tetapi karena penggunaan rem (yang terlalu sering)," sambungnya.
Wildan menyampaikan penggunaan rem yang terlalu sering di jalan menurun sangat berisiko. Hal ini dikarenakan pengemudi bisa mengalami kegagalan pengereman.
"Seharusnya pengemudi jangan menggunakan pedal rem. Tetapi gunakan engine brake dan exhaust brake," paparnya.
Wildan menjelaskan mengenai sistem pengereman kendaraan besar seperti bus wisata dan truk yang menggunakan sistem tekanan angin. Dimana kebutuhan angin untuk pengereman harus dijaga di atas 6 bar. Jika di bawah angka 6 bar, maka rem tidak akan bisa berfungsi sebagaimana mestinya.
"Saya jelaskan prinsip kerja sistem rem kerjanya kalau kita ngegas itu ngisi angin. Kalau mengerem buang angin, saat pengemudi turun, sebenarnya dia tidak punya kesempatan ngisi," urainya.
"Dia meluncur itu bukan didorong oleh putaran mesin. Tetapi didorong gravitasi bumi, jadi tidak ada yang ngegas di jalan menurun," pungkas Wildan.
(sip/sip)