Lampion yang dipasang di kompleks mantan Walkot Solo, FX Hadi Rudyatmo, di Pucangsawit ramai didatangi warga malam ini. Selain itu, lampion juga terpasang di kawasan Pucang Arum, Sunan Jogo Kali.
Keberadaan kumpulan lampion berwarna merah meriah, membuat warga ramai-ramai mendatangi kawasan yang ada di bibir Bengawan Solo itu untuk menikmati suasana atau berfoto. Menanggapi ramainya warga yang datang, apa kata Rudy?
"Masyarakat yang ingin ke sini, kalau disuruh matikan ya tak matikan juga tidak ada persoalan," ujarnya saat ditemui detikJateng di Pucang Arum, Senin (7/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau wali kota (Gibran) meminta dimatikan, ya saya matikan. Saya taat dan patuh," kata dia.
Rudy juga mengatakan tidak adanya perintah untuk mematikan lampion di tempatnya seperti di Pasar Gede lantaran lokasinya yang dianggap tidak mengganggu lalu lintas.
"Mungkin karena di sini tidak mengganggu lalu lintas, jadi masih diperbolehkan. Tapi, misalkan malam ini ditelepon (Gibran) minta lampion dimatikan ya saya matikan," pungkas Rudy.
Diberitakan sebelumnya, FX Hadi Rudyatmo menggelar umbul donga dengan melibatkan tokoh lintas agama di Badran Pucangsawit. Sejumlah rangkaian acara dalam bertajuk 'Lumbung Embung Kampung', termasuk geguritan dan tarian.
"Umbul donga, kita memulai dari sebuah kampung yang bernama Badran, itu berasal dari nama bodro artinya memulai. Kita akan memulai bersih desa untuk bersihkan lingkungan masing-masing dari bermacam-macam kotoran, baik yang kelihatan dan tidak kelihatan," urainya kepada detikJateng saat ditemui di sela acara yang berlangsung di Badran Pucangsawit, Solo.
Baca juga: Seperti Solo, Kota Semarang Juga Setop PTM |
Acara ini tampak menyedot antusiasme masyarakat. Terlihat dari banyaknya warga yang datang dan menyaksikan setiap gelaran yang disuguhkan.
Acara dimulai dengan umbul donga yang dibawakan oleh sejumlah pemuka agama. Selanjutnya kirab dari Joglo sampai ke Pucang Arum, Sunan Joglo Kali. Selanjutnya ada acara gerak tari dan geguritan yang dibawakan oleh Muchus Budi R.
Panggung disiapkan dengan dekorasi lampion khas Imlek berwarna merah. Usai geguritan, acara berlanjut dengan menari bersama.
Satu persatu warga yang menyaksikan langsung mengabadikan momen tersebut menggunakan kamera ponselnya. Tidak sedikit pula yang ikut menari bersama.
Setelahnya, ada musik lesung dengan nyanyian tradisional. Pada bagian ini, para penonton pun begitu menikmati setiap alunan ketukan lesung yang dimainkan. Mereka juga ikut menari, bergoyang mengikuti irama yang dimainkan.
"Kita mengajak masyarakat untuk mencintai air dan bumi karena air dan bumi adalah sumber kehidupan kita," kata Rudy.
(sip/sip)