Dahulu, memiliki sebuah rumah merupakan impian banyak orang. Namun, kondisi ekonomi dunia yang sedang tidak baik-baik saja membuat banyak orang dewasa mulai berpikir dua kali untuk membeli rumah.
Membeli sebuah rumah dulunya merupakan hal yang dilakukan bagi banyak orang dewasa di kelas menengah. Dilansir laman Forbes, data menunjukkan dari periode 1980-2010 rata-rata pembeli rumah di Amerika Serikat menginjak usia awal 30 tahun.
Namun, jumlah pembeli rumah dari tahun ke tahun semakin menurun. Menurut penelitian dari National Association of Realtors, usia rata-rata pembeli rumah di AS mencapai rekor tertinggi di 2024, yakni 38 tahun. Usia tertua yang tercatat dalam data sejak 1981.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu, data ekonomi terbaru menunjukkan sepanjang 2012-2023 banyak penduduk di AS yang lebih memilih menyewa rumah daripada membelinya. Sayangnya, tren tersebut masih berlanjut hingga sekarang.
Faktor utamanya karena harga rumah yang saat ini semakin mahal. Selain itu, kondisi ekonomi yang sedang merosot dan suku bunga KPR yang tinggi di AS membuat banyak masyarakat jadi ragu untuk membeli sebuah rumah.
Angka penjualan rumah di AS juga sempat merosot pada periode 2010-an. Berdasarkan data FRED, generasi Milenial kala itu tidak tertarik untuk membeli rumah pasca krisis keuangan global di 2008.
Namun setelah perekonomian pulih dan kondisi keuangan mulai membaik, tingkat kepemilikan rumah bagi kaum Milenial di AS meningkat, bahkan mendekati Generasi X dan Baby Boomer ketika mereka di usia yang sama.
Tempat Kerja yang Pindah-pindah Bikin Orang Enggan Beli Rumah
Selama pandemi COVID-19, banyak lowongan pekerjaan yang menerapkan work from anywhere (WFA). Hal ini memungkinkan seseorang bisa bekerja di suatu wilayah atau negara yang berbeda, tanpa harus pergi ke kantor pusat.
Kondisi tersebut yang membuat para karyawan tak perlu pusing untuk membeli rumah yang dekat dari kantor. Namun, semua itu berubah saat pandemi berakhir.
Banyak perusahaan yang mulai menerapkan kembali kebijakan work from office (WFO). Para pekerja yang dulu tak perlu memikirkan tempat tinggal di dekat kantor, kini mulai mencari rumah atau apartemen yang terdekat atau mudah dijangkau dari tempat kerja.
Dalam catatan detikProperti, Pengamat Perkotaan Yayat Supriyatna mengatakan, kondisi itu diperparah dengan orang dewasa di kalangan Gen Z yang hidup nomaden. Sebab, kebanyakan dari mereka memiliki pekerjaan yang sering berpindah-pindah. Di sisi lain, banyak Gen Z yang tidak memiliki gaji insentif sehingga lebih sulit untuk memiliki hunian.
Faktor lainnya karena banyak kalangan Gen Z yang tinggal semakin jauh dari pusat tempat kerja mereka. Alhasil, butuh biaya yang tak sedikit untuk transportasi atau membeli bahan bakar kendaraan.
Kombinasi gaji yang tak sepadan serta pengeluaran yang membengkak setiap bulan membuat orang dewasa jadi sulit untuk membeli rumah. Bahkan, sekadar mencicil rumah terasa begitu memberatkan.
"Coba kalian lihat data MRT, data terbesar paling banyak turun di Dukuh Atas dan di Lebak Bulus. Yang tinggal di tengah itu sudah tidak ada. Itu menjadi PR untuk kita karena generasi ke depan semakin lama semakin jauh," kata Yayat dalam acara Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera), Kamis (21/3/2024).
"Gaji mereka antara Rp 8 sampai 10 juta. Anda bayangkan gajinya Rp 8 sampai 10 juta, transportnya itu terlalu besar. Sulit mereka untuk cicil rumah," jelasnya.
(ilf/das)