Hidup di hutan tentu tak pernah terbayangkan oleh banyak orang. Namun, hal itu dilakoni Kusnadi (51).
Kusnadi memang tak tinggal di dalam hutan. Namun selama puluhan tahun, dia mengarungi hutan belantara di wilayah hutan Priangan Timur. Hal ini dilakukan lantaran tugasnya sebagai polisi hutan.
Profesi itu ditekuni warga Dusun Pangandaran Barat, Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran sejak tahun 1997. Awalnya Kusnadi bertugas menjaga kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Cagar Alam Pangandaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di era itu, kawasan Cagar Alam menjadi salah satu spot favorit wisatawan kala berlibur ke Pangandaran. Flora dan fauna masih terjaga saat itu. Bahkan, banteng menjadi salah satu satwa yang jadi daya tarik kawasan tersebut.
"Saat itu kawasan Cagar Alam Pananjung menjadi favorit kunjungan wisatawan ke pantai Pangandaran, ada istilahnya belum ke Pangandaran apabila tidak berkunjung ke Cagar Alam," kata Kusnadi kepada detikJabar, Jumat (23/6/2023).
Setelah bertugas di Cagar Alam Pangandaran, Kusnadi lantas dipindah untuk berjaga di Gunung Syawal pada tahun 2008 hingga 2010. Di tempat barunya itu, Kusnadi kerap menemukan rintangan seperti penjarahan dan pencurian kayu.
"Ya gitu malah dikejar yang sedang penebang hutan, setelah kami usir, ternyata mereka ada yang ngejar sambil pegang alat pemotong," ucapnya.
Rintangan lainnya yang ditemui Kusnadi saat menjaga Gunung Syawal yakni Macan Tutul. Kusnadi bercerita, warga sekitar menganggap kemunculan Macan Tutul sebagai penanda bahaya.
"Kalau di Gunung Syawal ketemu Macan Tutul, pas mau patroli sekitar pukul 05.30 WIB sore saat itu. Kebetulan mengajak warga, namun saat itu dari kejauhan sekitar jarak 500 meter ada kelihatan sosok Macan Tutul yang nampak jelas," ucapnya.
Dua tahun di Gunung Syawal, Kusnadi kembali dipindahkan ke hutan Leuweung Sancang di Kabupaten Garut.Di Garut Kusnadi pernah dikejar orang pakai senso karena melarang untuk menebang pohon.
"Kalau di sana kebanyak pencuri hutan pinus. Ya tugasnya sama kontrol kawasan di hutan garut, melindungi satwa sama pohon. Putar-putar kawasan Sancang seluas 2800 hektar," ucapnya.
Dari situ, Kusnadi lagi-lagi pindah. Namun lokasinya masih di kawasan Priangan Timur. Beberapa tempat pernah dijaga Kusnadi mulai dari kawasan Papandayan. Kamojang hingga Gunung Guntur. Hingga akhirnya dia kembali ke tempat semula di TWA Cagar Alam Pangandaran.
Menurutnya perjalan 28 tahun jaga leweung atau hutan lindung memberikan banyak kesan menyenangkan. Ayah anak tiga itu harus membagi waktu kerja sebagai penjaga hutan dan membagi waktu dengan keluarga.
Baca juga: Jaja dan Asa Hidup dari Tumpukan Arang |
"Sangat bersyukur sekali keluarga mendukung dan dari hasil sebagai penjaga hutan bisa kuliahkan dua anak, satu sudah lulus dan saat ini satu lagi kuliah," ucapnya.
Saksi Hidup Tsunami Pangandaran
Kusnadi juga menjadi saksi hidup saat tsunami Pangandaran menerjang pada tahun 2006 silam. Saat itu, dia sedang bertugas di TWA Cagar Alam.
Saat peristiwa tersebut terjadi, Kusnadi sedang berada di pintu Cagar Alam pantai barat Pangandaran. Sebelum tsunami, kata Kusnadi, gempa sempat mengguncang. Air laut pun sempat surut.
"Namun airnya isi lagi. Saat kejadian tidak terlintas akan tsunami karena belum ada alarm pengingat tsunami di Pangandaran," katanya.
Kusnadi mengatakan sewaktu air lebih surut ke tengah laut, tidak terasa air masuk kedalam ruang jaga BKSDA dan Perhutani dengan begitu cepat.
"Sempat dikira surut biasa, di pos barat lagi di ruangan, kemudian mengetahui gemuruh ombak besar, saya dan teman berlari ke Cagar Alam kawasan Cikamal dataran tinggi di kawasan itu," ucapnya.
Dari Cagar Alam Pangandaran, Kusnadi melihat ngerinya air tsunami yang menerjang. "Saya melihat laut pantai barat dan pantai timur ibarat seperti kawin," katanya.
Air lantas mulai surut setelah satu jam. Namun, sinyal internet dan jaringan telepon terputus. Kusnadi pun kelimpungan mencari keluarganya.
"Sorenya menjelang magrib turun langsung lari cari keluarga. Lihat bangunan kaso-kaso, tenda biru tergulung, ada ikan, ikan berserakan. Pokoknya perasaan campur aduk," kata Kusnadi.
Saat mencari anggota keluarganya yang hilang kontak ternyata sudah mengungsi di sebuah hotel. Kemudian Kusnadi mengungsi ke Perbahayu Pagergunung.
"Waktu itu pulang ke rumah hanya bawa surat-surat penting dari mulai akte, KK, hingga kertas administrasi lainnya alhamdulillah masih ada," kata Kusnadi
Menurutnya Pangandaran normal lagi berbulan-bulan. "Untuk kembali sangat normal itu Pangandaran butuh waktu 3 tahun lamanya saat itu kan masih termasuk Kabupaten Ciamis," ucap Kusnadi.
(dir/dir)