Sekelompok pelajar SMK menjaga booth di pameran Teknologi Tepat Guna yang dilaksanakan di pelataran parkir Gedung Cimahi Technopark, Jalan Baros, Kota Cimahi, Selasa (28/5/2024).
Mereka ialah pelajar kelas 10 jurusan Rekayasa Perangkat Lunak SMK Negeri 1 Kota Cimahi. Ada beberapa hasil teknologi terapan yang mereka hasilkan sebagai bahan tugas sekolah lalu dilombakan.
Misalnya ada detektor gas, detektor gempa bumi, detektor kebakaran, hingga palang pintu kereta otomatis. Semua peralatan itu, mereka buat secara mandiri mulai dari perakitan komponen hingga sistem kerja perangkat lunak yang mereka susun sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satunya Kitna Mahardika Favian, yang membuat detektor gas. Sebuah perangkat yang bisa mendeteksi kebocoran gas di dalam rumah, terutama gas elpiji yang rawan memicu terjadinya kebakaran.
"Jadi awalnya saya kepikiran ini karena banyak kasus rumah terbakar waktu ditinggal, penyebabnya gas bocor. Dari situ kepikiran, gimana sih kalau ada alat deteksi gas yang bisa diketahui atau dikontrol meskipun kita sedang jauh," kata Kitna saat berbincang dengan detikJabar, Selasa (28/5/2024).
Dari situ, ia mulai melakukan riset. Sampai akhirnya didapatkan rancangan yang tepat untuk menyusun perangkat tersebut. Sistem pengawasan itu tersusun dari komponen ESP8266, Arduino Uno, hingga Sensor MQ-02 yang nantinya bisa mendeteksi adanya kebocoran gas berbahaya.
"Semua perangkat itu saya buat dulu wadahnya dari akrilik. Perakitannya bisa dilihat di youtube, karena sebetulnya sistem kerjanya sudah banyak. Enggak terlalu lama sih, cuma yang agak susah itu mendapatkan perangkatnya," kata Kitna.
"Total paling Rp100 ribuan, tapi dari alat itu yang paling penting komponen micro controller atau otaknya. Kalau enggak ada itu, ya sistemnya enggak akan bekerja," imbuhnya.
Cara kerja detektor gas itu, kata Kitna, alat bakal mengirimkan sinyal tanda bahaya dari kebocoran gas. Kemudian sinyal bakal dikirimkan ke perangkat ponsel sesuai dengan perintah dari perangkat lunak.
"Sinyal tanda bahaya itu masuk ke buzzer dan WhatsApp kita karena sensor mendeteksi ada gas. Gasnya yang bisa terdeteksi kalau dari data seed-nya itu metana, butana, propana, terus elpiji," ujar Kitna.
Alat itu sudah ia coba di rumahnya sendiri. Kedepannya bakal dikembangkan lagi dengan sistem pembuangan gas beracun dari satu ruangan di dalam rumah supaya tidak memicu terjadinya kebakaran.
"Cuma rencana memang saya kembangkan lagi, jadi nanti ada exhaust fan yang bisa mengeluarkan gas bocornya. Jadi bisa dikontrol lewat aplikasi, cuma harus beli perangkat lagi," ujar Kitna.
Guru pembimbing jurusan Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) SMKN 1 Cimahi, Agus Suratna mengatakan alat yang dibuat anak didiknya itu merupakan bagian dari tugas sekolah.
"Jadi mereka membuat itu karena tugas juga, tapi pilihan tugas apa yang mau dibuat itu mereka pilih atau tentukan sendiri," kata Agus.
Dari beberapa alat tersebut, ada yang diikutsertakan dalam lomba teknologi tingkah daerah. Produk itu belum bisa diproduksi secara masal lantaran masih perlu banyak penyempurnaan.
"Ada dua yang dilombakan, itu yang detektor gas dan detektor kebakaran. Cuma kan masih jauh dari penyempurnaan, ini baru prototype," kata Agus.
(iqk/iqk)