Warga Korut Ogah Tinggal di Lantai Atas Apartemen, Ini Alasannya

Kabar Internasional

Warga Korut Ogah Tinggal di Lantai Atas Apartemen, Ini Alasannya

Danica Adhitiawarman - detikJabar
Sabtu, 13 Jul 2024 21:30 WIB
Apartemen di Pyongyang Korea Utara
Apartemen di Pyongyang Korea Utara (Foto: Todd Mecklem/Creative Commons/Flickr)
Bandung -

Lantai atas di apartemen bertingkat di Kota Chongjin dan Hoeryong, Korea Utara tak laku. Alasannya, karena warga merasa tidak nyaman.

Diketahui, apartemen tersebut tidak memiliki lift, sehingga penghuni di lantai atas kesulitan untuk naik dan turun tangga. Daerah-daerah tersebut juga kekurangan listrik dan air. Hal ini membuat apartemen baru itu tidak populer di kalangan penduduk setempat.

"Tetapi tidak ada seorang pun yang mau tinggal di sana karena tinggal di lantai atas membawa banyak masalah," ujar seorang sumber yang tidak menyebutkan namanya di Provinsi Hamgyong Utara, dikutip dari Daily NK, Kamis (4/7/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah Provinsi Hamgyong mulai membangun apartemen bertingkat tinggi di Chongjin lima atau enam tahun lalu atas perintah pemerintah pusat. Namun, warga di Chongjin dan Hoeryong menghindari lantai atas apartemen tersebut karena merasa tidak nyaman.

Orang-orang yang tinggal di lantai atas harus membawa semua yang mereka butuhkan ke unit apartemen mereka, termasuk air yang diambil dari sumur dan kayu bakar.

ADVERTISEMENT

Sebelumnya apartemen biasanya dibangun setinggi empat hingga lima lantai. Namun, permintaan terhadap unit apartemen tersebut rendah, bahkan harganya lebih murah dibandingkan lantai satu dan dua.

Apartemen bertingkat tinggi di Chongjin berharga RMB 15.000 atau sekitar Rp 33,7 juta (Kurs Rp 2.246) hingga RMB 20.000 atau sekitar Rp 44,9 juta. Sedangkan apartemen satu lantai berharga RMB 20.000 atau sekitar Rp 44,9 juta hingga RMB 25.000 atau sekitar Rp 56,17 juta.

"Sekarang lebih tinggi dari 10 lantai-tidak ada perbaikan. Tidak mengherankan jika mereka sangat tidak populer," tuturnya.

Lebih dari itu, warga sudah kesulitan mencari nafkah. Kalau para penghuni juga harus mengerahkan tenaga fisik untuk naik turun tangga, kemungkinan permintaan akan apartemen itu akan kecil.

Di samping itu, pemerintah daerah di Hoeryong telah menghancurkan rumah-rumah satu lantai dan membangun apartemen bertingkat tinggi baru berdasarkan perintah pemerintah. Sebagian besar apartemen baru tidak memiliki lift, sehingga penduduk setempat yang mendapat apartemen di gedung-gedung tinggi baru merasa sangat tidak nyaman.

"Biasanya masyarakat yang berinvestasi membangun apartemen mendapat jatah lantai bawah, sedangkan masyarakat yang tinggal di rumah yang dibongkar mendapat jatah lantai atas," tutur sumber tersebut.

Adapun unit-unit di lantai atas mengalami aliran air yang tidak dapat diandalkan dan sulit naik turun tangga karena tidak ada lift, maka unit-unit tersebut tidak populer. Jadi sebagian besar unit apartemen tersebut dialokasikan kepada masyarakat miskin dan tidak berpengaruh.

"Beberapa orang bertanya mengapa pihak berwenang membangun apartemen yang sama sekali tidak sesuai dengan realita. Mereka mengatakan ingin pemerintah memperbaiki kondisi kehidupan dengan cepat, tapi saat ini hal itu tidak lebih dari sekedar mimpi belaka," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di detikproperti. Baca selengkapnya di sini.

(dhw/yum)


Hide Ads