Kasus tewasnya MR (13) kini jadi sorotan. Remaja laki-laki tersebut tewas setelah dianiaya ibu kandungnya, Nurhani (43) dan dibuang ke saluran irigasi di Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Indramayu dalam kondisi hidup-hidup. Diduga MR tewas karena tenggelam dan luka-luka yang dialaminya.
Kriminolog Universitas Padjajaran (Unpad) Yesmil Anwar pun memberikan pandangan mengapa sang ibu begitu keji menghilangkan nyawa anak kandungnya sendiri. Menurutnya, ada faktor kondisi sosial yang memicu korban akhirnya dihabisi dengan kejam.
"Kalau dari sudut pandang kriminologi, itu disebut sebagai status konstruksi sosial. Teori yang bisa disebabkan pemicu dari berbagai hal, misalnya ada broken home. Broken home kemudian melahirkan ketidakpastian rumah tangga, yang membuat penghasilan secara ekonomi tidak jelas hingga keputusasaan," katanya saat berbincang dengan detikJabar, Senin (9/10/2023).
Masalahnya, kata Yesmil, secara lingkungan sosial, seseorang yang mengalami broken home dianggap orang yang gagal membina rumah tangga. Orang tersebut kemudian cenderung malu dan minder sehingga mengambil penyelesaian masalah yang dihadapinya dengan cara yang dinilai mudah.
"Terus ada dekadensi (kemerosotan moral) juga. Orang itu jadi mudah sekali untuk menghakimi sesuatu dengan cara kekerasan atau tindakan brutal untuk menutupi kekurangannya dengan cara yang ilegal, yang berseberangan dengan hukum," ungkap Yesmil.
Lebih jauh, Yesmil berpandangan ada kondisi frustrasi sosial yang kemungkinan dialami pelaku pembunuhan tersebut. Sehingga, sang ibu bisa dengan teganya menghilangkan nyawa anak kandungnya sendiri.
"Intinya frustrasi sosial lahirkan sifat agresif, membunuh anak kandung sendiri yang menjadi proses dekadensi moral," tuturnya.
Prof Yesmil pun menyarankan penanganan kasus tersebut tidak hanya dilihat dari perkara pidananya saja. Perlu ada pendampingan secara moral, sisi ekonomi, budaya hingga pendampingan keluarga kepada pelaku yang telah berbuat kejam tersebut.
"Karena masalah yang tadi bukan masalah hukum saja, tapi masalah sosial juga, obatnya harus terintegrasi dari ekonomi, budaya, sosial, bahkan sampai ke parenting dalam keluarga. Kenapa? Karena motivasinya bukan karena kebencian, tapi karena ada faktor lain dari kondisi sosialnya," pungkasnya.