Tragedi yang menimpa MR (13) kini sedang jadi sorotan. Remaja asal Desa Parigi Mulya Kecamatan Cipunagara, Subang itu tewas usai dibuang ke saluran irigasi Desa Bugis, Kecamatan Anjata, Indramayu oleh ibunya dalam kondisi hidup-hidup. Tak hanya itu MR juga sempat dianiaya dan diikat kedua lengannya.
Aksi keji Nurhani tak hanya dilakukan seorang diri. Ia bersama bapaknya, Warim (70), dan adiknya, Suganda (24), nekat berbuat tindakan yang kejam hingga mengakibatkan nyawa korban melayang. Ketiganya pun kini sudah dijebloskan ke jeruji besi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Tragedi yang menimpa MR pun seolah menambah daftar panjang catatan kelam kasus kekerasan anak di Jawa Barat. Berdasarkan data pada laman Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA) miliki Kementerian PPA, selama 5 tahun terakhir, kasus tersebut terus mengalami peningkatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya pada 2019, laman Simfoni-PPA mencatat kekerasan anak di Jabar mencapai 454 kasus yang dialami 316 korban laki-laki dan 556 korban perempuan. Dibandingkan tahun 2018, kasus kekerasan itu memang mengalami penurunan dari sebelumnya total tercatat sebanyak 503 kasus.
Laman Simfoni-PPA itu juga mencatat, pelaku kasus kekerasan terhadap anak berusia 6-17 tahun mayoritas dilakukan orang tua sebanyak 73 kasus, pacar/teman 65 kasus dan orang tak dikenal atau NA 44 kasus. Kemudian tetangga 42 kasus, guru 31 kasus, lainnya 25 kasus, hingga keluarga/saudara 18 kasus.
Memasuki tahun 2020, kekerasan terhadap anak di Jabar mengalami lonjakan hingga mencapai 733 kasus. Korbannya menimpa anak-anak berusia 6-17 tahun dengan rincian 316 laki-laki dan 556 perempuan.
Adapun pelakunya mayoritas dilakukan oleh teman/pacar sebanyak 83 kasus, orang tua 75 kasus dan tetangga 49 kasus. Disusul lainnya 44 kasus, orang tak dikenal atau NA 32 kasus hingga saudara/keluarga 18 kasus.
Lonjakan kekerasan terhadap anak kembali terjadi pada 2021 dengan catatan sebanyak 949 kasus. Korbannya menimpa 330 anak laki-laki dan 758 anak perempuan.
Laman Simfoni-PPA juga menampilkan pelaku kekerasan anak pada 2021 mayoritas dilakukan orang tua sebanyak 124 kasus, disusul teman/pacar 92 kasus dan lainnya 90 kasus. Kemudian tetangga 64 kasus, keluarga/saudara 49 kasus, guru 40 kasus hingga orang tak dikenal atau NA 28 kasus.
Peningkatan lagi-lagi terjadi pada 2022. Tercatat, ada 1.053 kasus kekerasan anak di Jabar yang menimpa 280 korban anak laki-laki dan 875 anak perempuan.
Pelaku kekerasan anak pada 2022 pun tercatat paling banyak dilakukan orang tua sebanyak 152 kasus, pacar/teman 100 kasus dan lainnya 98 kasus. Disusul tetangga 85 kasus, guru 53 kasus, keluarga/saudara 31 kasus dan orang tak dikenal atau NA 22 kasus.
Sementara di tahun 2023 ini, laman Simfoni-PPA mencatat sudah terjadi 1.076 kasus di Jawa Barat. Korbannya menimpa 391 anak laki-laki dan 896 anak perempuan.
Adapun pelaku kekerasan anak pada 2023 tercatat paling banyak dilakukan orang tua sebanyak 180 kasus, pacar/teman 168 kasus dan lainnya 162 kasus. Disusul tetangga 85 kasus, keluarga/saudara 78 kasus orang tak dikenal atau NA 33 kasus dan guru 31 kasus.
Ironisnya, dalam catatan laman Simfoni-PPA, kekerasan terhadap anak di Jabar paling banyak berkategori kekerasan seksual. Kemudian disusul kekerasan lainnya, kekerasan psikis, kekerasan fisik, penelantaran, eksploitasi hingga trafficking atau perdagangan orang.
Anak-anak tak berdosa ini juga paling rentan mengalami kekerasan saat berada di rumah tangga. Kemudian di tempat lainnya, sekolah, fasilitas umum hingga tempat kerja.
(ral/yum)