Selama menjabat sebagai Bupati Cirebon periode 2014-2029, Sunjaya memalak uang dari honorer hingga pejabat pratama. Ia didakwa telah menerima gratifikasi dari para pejabat Cirebon senilai Rp 53,2 miliar. Puluhan miliar yang Sunjaya kumpulkan itu bermodus setoran bulanan.
Selama menjabat sebagai Bupati Cirebon, Sunjaya mewajibkan camat-camat membayar iuran setiap bulan. Periodenya dilakukan pada Juni 2015 hingga Juli 2017 Total ada 40 kecamatan di Cirebon. Adapun total uang yang diserahkan selama kurun itu mencapai Rp 1 miliar.
Selain itu, Sunjaya juga bisa memperkaya diri sendiri setelah ikut memalak duit setoran atas imbalan proses rekrutmen tenaga honorer di lingkungan Pemkab Cirebon saat menjabat sebagai bupati. Tak tanggung-tanggung, nilai setorannya disebutkan mencapai Rp 2,01 M sepanjang tahun 2015-2018.
Setoran uang rekrutmen tenaga honorer itu rinciannya didapat Sunjaya dari 5 institusi. Mulai dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Satpol PP, Dinas PUPR, Dinas Pertanian Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan serta rekrutmen tenaga honorer di Puskesmas Suranenggala.
Di rekrutmen tenaga honorer Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Sunjaya mendapat setoran Rp 210 juta, di Satpol PP Rp 480 juta, Dinas PUPR Rp 1,14 miliar, Dinas Pertanian, Perkebunan Peternakan dan Kehutanan, Rp 150 juta dan Puskesmas Suranenggala Rp 30 juta.
Tak hanya meminta setoran ke camat dan rekrutmen honorer, persoalan mutasi jabatan juga jadi sasaran. Sunjaya mengatur sendiri nama-nama pejabat yang akan mendapat rotasi, mutasi hingga promosi.
Tarif pun ditentukan Sunjata. Untuk kepala dinas dipatok tarif Rp 300 hingga 400 jutaan. Kepala bidang bertarif Rp 100 hingga 150 jutaan. Dan, kepala seksi, kasubbag hingga kepala puskesmas bertarif Rp 75 hingga 100 jutaan.
Siasat Sunjaya agar cara liciknya bisa berjalan dengan selalu hadir langsung dalam rapat Baperjakat. Sehingga, tim pengusul untuk kebutuhan mutasi pejabat tidak bisa memberikan pertimbangan apapun karena Sunjaya sudah memiliki draft nama-nama pejabat yang hendak ia pindahkan tugasnya.
Sunjaya tak hanya mendapat uang setoran dari pejabat tinggi di Pemkab Cirebon. Untuk sekelas guru sekolah saja, Sunjaya tak punya malu menerima aliran duit haram tersebut. Ini diungkapkan saksi bernama Latifah, guru TK Kabupaten Cirebon di Pengadilan Tipikor Bandung.
Dalam kesaksiannya, Latifah menyatakan menerima titipan uang Rp 10 juta dari seorang guru SMP bernama Mahmudah karena dirinya bisa pindah tugas mengajar dari daerah pelosok ke perkotaan.
Meskipun , Mahmudah sendiri membantah uang tersebut untuk setoran kepada Sunjaya setelah pindah tugas mengajar. Uang itu bagi Mahmudah, merupakan rasa syukurnya karena dipindah tugaskan.
"Jadi itu inisiatif saya sebagai rasa syukuran, pak. Rasa sukur saya karena dipindah, sehingga alhamdulillah. Jadi memang kesadaran sendiri," ucapnya.
Selain itu, Sunjaya juga mendapat setoran dari investor. Ia didakwa menerima suap senilai Rp 11 miliar. Suap tersebut ia dapatkan saat pasang badan untuk memperlancar persetujuan permohonan izin pembangunan kawasan industri PT Kings Property Indonesia di Kabupaten Cirebon dan perizinan PLTU 2 Cirebon.
KPK juga mengungkap cara Sunjaya terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sunjaya menyimpan uang senilai Rp 23,8 miliar di delapan rekening berbeda. Ia juga membeli tanah senilai Rp 34,997 miliar, dan kendaraan seharga Rp 2,1 miliar.
Jabatan Jadi Taruhan
Dalam persidangan Sunjaya, Rabu (5/4/2023) kemarin. Sejumlah saksi yang hadir merupakan pejabat yang pernah didepak Sunjaya. Mereka didepak lantaran tak setor ke Sunjaya.
Salah satunya kesaksian pensiunan ASN Pemkab Cirebon bernama M Sofyan. Pria yang pernah menjabat sebagai kepala dinas ini mengaku sempat didepak Sunjaya lantaran tidak memberikan setoran berupa iuran bulanan ataupun saat diangkat menjadi kadis.
Sunjaya pun tak memberikan jabatan kepada Sofyan. Sebab, saat Sofyan menjabat sebagai Kadisnakertrans tidak memberikan setoran kepada Sunjaya. Sofyan awalnya tidak membeberkan fakta ini di persidangan. Namun akhirnya, JPU KPK kembali membacakan BAP Sofyan yang mengungkap trik licik Sunjaya itu untuk mengeruk uang dari para pejabat.
"Di BAP, ada pertanyaan apa yang akan terjadi kalau tidak menyerahkan uang Rp 50 juta untuk promosi? Saudara lalu menjawab, Pak Bupati akan selalu menagihnya dan mengancam akan memutasi ke jabatan lain. Buktinya, saya ketika saya menjabat sebagai Kadisnakertrans, hanya selama 6 bulan saja. Saja di-nonjob-kan memasuki masa pensiun, padahal masa pensiun saya masih 7 bulan," ucap jaksa.
Sofyan akhirnya mengakui hal itu. Meski ia menerima kondisi pada waktu itu yang dilakukan Sunjaya, namun ia mengaku sampai diminta membuat surat pengunduran diri setahun sebelumnya lantaran sudah tak ada setoran untuk Sunjaya.
"Tidak ada sinyal menagih sebetulnya, hanya kemudian beliau meminta, karena satu tahun sebelumnya sudah diminta surat mengundurkan diri, itu sebelum menjabat Kadisnaker. Di mana kalau sewaktu-waktu kata Pak Bupati, saudara bisa saja untuk dimundurkan dari jabatannya. Saya waktu itu ya ikut-ikut saja Pak Jaksa," kata Sofyan.
Pengakuan serupa disampaikan mantan pejabat Pemkab Cirebon bernama Iis Krisnandar. Ia mengaku pernah melarang anak buahnya di Dinas Perhubungan karena kedapatan menyetor uang untuk Sunjaya sebesar Rp 5 juta per bulannya.
"Satu tahun pas menjabat Kadishub tahun 2015, kami memanggil kepala bidang namanya Pak Slamet Riyadi karena ada isu memberikan uang sebulan Rp 5 juta untuk Bupati. Begitu saya tanya, ternyata sudah 12 kali iuran dari Oktober 2014 sampai Oktober 2015," katanya.
Karena di luar sepengetahuan Iis, ia lantas melarang anak buahnya menyetor uang bulanan untuk Sunjaya. Sejak saat itu, Dishub yang dipimpinnya tidak pernah lagi menyetor uang tersebut. "Saya melarang, jangan diulangi lagi karena akan membebani staf saya. Kemudian dari sana, tidak menyerahkan lagi sepengetahuan saya," ucap Iis.
Beberapa pejabat kini bersuara soal liciknya Sunjaya. Salah satu pejabat yang pernah menyetorkan uang kepada Sunjaya adalah Abdullah Subandi. Mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Cirebon ini mengaku telah menyetorkan uang Rp 300 juta pada Agustus 2017, atau setelah dilantik menjadi kepala dinas.
Meski nilainya tidak sesuai dengan permintaan Sunjaya sebesar Rp 400 juta, Abdullah membeberkan uang itu ia kumpulkan dari penjualan tanah warisan, sawah hingga pinjaman ke saudara. Setelah uang itu terkumpul, ia lalu menyerahkan uang tersebut ke Sunjaya.
(sud/dir)