Sunjaya Purwadisastra didakwa melakukan gratifikasi dan suap senilai Rp 64,2 miliar selama menjabat Bupati Cirebon periode 2014-2019. Duit haram Sunjaya rupanya mengalir hingga ke pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memuluskan rotasi-mutasi sejumlah pegawai di lingkungan Pemkab Cirebon.
Keterangan ini disampaikan Sri Darmanto, mantan Kabid Mutasi di BKPSDM Kabupaten Cirebon saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di persidangan. Sri Darmanto mengakui beberapa kali diminta datang oleh Sunjaya ke Kemendagri untuk menyerahkan sejumlah uang supaya memuluskan rotasi-mutasi di Cirebon.
"Ke Kemendagri beberapa kali," ucap Sri Darmanto pada persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Bandung, Jl LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (27/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut, Sunjaya menyerahkan uang puluhan juta supaya bisa diserahkan ke pejabat Kemendagri sekelas Direktur Jenderal (Dirjen). Uang itu untuk memuluskan rotasi-mutasi pejabat eselon IV hingga eselon II, bahkan untuk mengganti posisi Sekda Kabupaten Cirebon.
Penyerahan uang pertama dilakukan Sri Darmanto untuk keperluan mengganti Sekda Cirebon yang saat itu dijabat Yayat Ruhiyat. Sunjaya lalu menitipkan uang puluhan juta ke Sri Darmanto beserta uang dengan pecahan dolar agar diserahkan ke pejabat Kemendagri untuk memuluskan pergantian tersebut.
"Untuk mengurus usulan persetujuan pelantikan di Kemendagri guna mendapat persetujuan. Saat itu, awal pelantikan pergeseran Sekda Yayat Ruhiyat ke Staf Ahli. Di mana Bupati Cirebon menginginkan Yayat Ruhiyat dimutasi dari Sekda ke Staf Ahli," kata JPU KPK membacakan BAP yang langsung dibenarkan Sri Darmanto.
Sri Darmanto juga membenarkan kepentingan pergantian itu karena Sunjaya merasa tidak cocok dengan Sekda Yayat Ruhiyat. Sri Darmanto lalu diminta menghadap ke pejabat setingkat Dirjen di Kemendagri bermama Makmur Marbun untuk menyerahkan uang puluhan juta serta uang pecahan dolar.
"Kata Pak Sunjaya ini buat Pak Makmur Marbun, kasihkan saja," ucap JPU KPK membacakan lagi BAP tersebut yang langsung diamini Sri Darmanto.
Akhirnya, Yayat Ruhiyat dicopot dari jabatannya sebagai Sekda Kabupaten pada Januari 2018. Yayat lalu jabatannya digeser menjadi Staf Ahli Setda Kabupaten Cirebon.
Penyerahan uang kedua kemudian dilakukan Sri Darmanto untuk keperluan rotasi-mutasi ASN Pemkab Cirebon. Saat itu, ia mendapat uang dari Sunjaya senilai Rp 50 juta untuk diberikan kepada pejabat di Kemendagri.
Sri Darmanto lalu menyebut uang itu ia berikan kepada pejabat setingkat Dirjen Kemendagri bernama Makmur Marbun Rp 10 juta, Kasubdit Rp 5 juta dan Kasubag Rp 1 juta di kementerian tersebut. Uang itu diserahkan Sri Darmanto melalui ajudannya Makmur Marbun.
"Pada saat itu saya dipanggil ke pendopo untuk menyerahkan suatu laporan. Setelah itu karena pada saat itu pelantikan harus izin Kemendagri, maka beliau (Sunjaya) menitipkan uang Rp 50 juta kepada saya untuk lembur-lembur di Kemendagri dan lembur-lembur di BKPSDM," terang Sri Darmanto.
"Ditentukan untuk siapa uangnya?," tanya JPU KPK kepada Sri Darmanto.
"Tidak ditentukan, hanya untuk lembur-lembur orang Kemendagri. (Uangnya) Disampaikan ke salah satu direktur, kasubdit dan kasubag. Direkturnya pada saat itu Pak Makmur Marbun," ucap Sri Darmanto menjawab pertanyaan JPU KPK.
Selain diserahkan ke pejabat Kemendagri, uang itu juga dipakai untuk keperluan mengurus rotasi-mutasi di BKPSDM Kabupaten Cirebon. Uang itu lalu menyisakan nominal Rp 17 juta yang akhirnya diserahkan Sri Darmanto ke KPK sebagai barang bukti saat Sunjaya terkena OTT.
Sebagaimana diketahui, Sunjaya didakwa melanggar Pasal 12 huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sunjaya Purwadisastra didakwa menerima gratifikasi dan suap senilai Rp 64,2 miliar selama menjabat Bupati Cirebon pada 2014-2019. Sunjaya juga turut didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan modus menempatkan uang Rp 23,8 miliar di 8 rekening berbeda, membeli aset tanah dan bangunan senilai Rp 34,997 miliar dan membeli kendaraan Rp 2,1 miliar.
(ral/yum)