Dakwaan gratifikasi, suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilayangkan KPK terhadap mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra rupanya bukan cuma isapan jempol belaka. Satu per satu, ulah licik Sunjaya mengeruk keuntungan dari para pejabat Pemkab Cirebon pun mulai terbongkar.
Sunjaya selama menjabat sebagai bupati periode 2014-2019 didakwa telah menerima gratifikasi dari para pejabat Cirebon senilai Rp 53,2 miliar. Modusnya, Sunjaya mengeruk uang haram tersebut dengan dalih setoran bulanan dari para pejabat untuk memperkaya dirinya sendiri.
Selain gratifikasi, Sunjaya juga didakwa menerima suap senilai Rp 11 miliar. Suap tersebut ia dapatkan saat pasang badan untuk memperlancar persetujuan permohonan izin pembangunan kawasan industri PT Kings Property Indonesia di Kabupaten Cirebon dan perizinan PLTU 2 Cirebon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dakwaan terakhir untuk Sunjaya dari KPK yaitu tindak pidana pencucian uang (TPPU). KPK membongkar siasat Sunjaya yang telah menempatkan uang Rp 23,8 miliar di 8 rekening berbeda untuk membeli aset tanah dan bangunan senilai Rp 34,997 miliar dan membeli kendaraan Rp 2,1 miliar.
Berikut ini rangkuman fakta yang terbongkar dari ulah licik Sunjaya Purwadisastra mengeruk keuntungan selama menjabat sebagai Bupati Cirebon di persidangan:
Setoran Camat hingga Rp 1 M
Sunjaya Purwadisastra mendapatkan setoran puluhan miliar dari para pejabat Cirebon. Mirisnya, uang itu di antaranya berasal dari setoran para Camat di Cirebon dari Juni 2015 hingga Juli 2017.
Disebutkan, Sunjaya menerima iuran dari 40 camat di Kabupaten Cirebon. Adapun total uang yang diserahkan selama kurun itu mencapai Rp 1 miliar. Para camat menyetor ke Sunjaya setiap bulannya.
Palak Duit Honorer Rp 2,01 M
Selain itu, Sunjaya juga bisa memperkaya diri sendiri setelah ikut memalak duit setoran atas imbalan proses rekrutmen tenaga honorer di lingkungan Pemkab Cirebon saat menjabat sebagai bupati. Tak tanggung-tanggung, nilai setorannya disebutkan mencapai Rp Rp 2,01 sepanjang tahun 2015-2018.
Setoran uang rekrutmen tenaga honorer itu rinciannya didapat Sunjaya dari 5 institusi. Mulai dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Satpol PP, Dinas PUPR, Dinas Pertanian Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan serta rekrutmen tenaga honorer di Puskesmas Suranenggala.
Di rekrutmen tenaga honorer Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Sunjaya mendapat setoran Rp 210 juta, di Satpol PP Rp 480 juta, Dinas PUPR Rp 1,14 miliar, Dinas Pertanian, Perkebunan Peternakan dan Kehutanan, Rp 150 juta dan Puskesmas Suranenggala Rp 30 juta.
Intervensi Mutasi ASN Cirebon
Untuk bisa terus menikmati setoran pejabat, Sunjaya mengatur sendiri nama-nama pejabat yang akan mendapat rotasi, mutasi hingga promosi. Sunjaya juga menentukan tarif yang fantastis, mulai dari jabatan kepala dinas Rp 300-400 juta, kepala bidang Rp 100-150 juta dan kepala seksi, kasubbag hingga kepala puskesmas Rp 75-100 juta.
Adapun caranya, Sunjaya selalu hadir langsung dalam rapat Baperjakat. Sehingga, tim pengusul untuk kebutuhan mutasi pejabat tidak bisa memberikan pertimbangan apapun karena Sunjaya sudah memiliki draft nama-nama pejabat yang hendak ia pindahkan tugasnya.
Jual Tanah Warisan Demi Setoran ke Sunjaya
Salah satu pejabat yang pernah menyetorkan uang kepada Sunjaya adalah Abdullah Subandi. Mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Cirebon ini mengaku telah menyetorkan uang Rp 300 juta pada Agustus 2017, atau setelah dilantik menjadi kepala dinas.
Meski nilainya tidak sesuai dengan permintaan Sunjaya sebesar Rp 400 juta, Abdullah membeberkan uang itu ia kumpulkan dari penjualan tanah warisan, sawah hingga pinjaman ke saudara. Setelah uang itu terkumpul, ia lalu menyerahkan uang tersebut ke Sunjaya.
Abdullah lantas harus berutang ke bank demi bisa menutupi utang ke saudaranya. Ia menyatakan utang tersebut kini sudah lunas seluruhnya.
Selain Abdullah, cerita serupa disampaikan ASN di Disnakertrans Kabupaten Cirebon lainnya bernama Irma Widiastuti. Ia mengakui, saat dipromosikan menjadi kasubag, Irma menyetorkan uang senilai Rp 25 juta kepada Sunjaya. Dan Irma menyatakan, uang itu ia kumpulkan dari pinjaman sanak keluarga.
Duit Setoran Guru Rp 10 Juta Pun Diembat Sunjaya
Sunjaya tak hanya mendapat uang setoran dari pejabat tinggi di Pemkab Cirebon. Untuk sekelas guru sekolah saja, Sunjaya tak punya malu menerima aliran duit haram tersebut.
Ini diungkapkan saksi bernama Latifah, guru TK Kabupaten Cirebon di Pengadilan Tipikor Bandung. Dalam kesaksiannya, Latifah menyatakan menerima titipan uang Rp 10 juta dari seorang guru SMP bernama Mahmudah karena dirinya bisa pindah tugas ngajar dari daerah pelosok ke perkotaan.
Meskipun , Mahmudah sendiri membantah uang tersebut untuk setoran kepada Sunjaya setelah pindah tugas ngajar. Uang itu bagi Mahmudah, merupakan rasa sukurnya karena dipindahtugaskan.
"Jadi itu inisiatif saya sebagai rasa syukuran, pak. Rasa sukur saya karena dipindah, sehingga alhamdulillah. Jadi memang kesadaran sendiri," ucapnya.
Tak Ada Setoran Jabatan Melayang
Fakta baru pun terungkap dalam persidangan Sunjaya, Rabu (5/4/2023) kemarin. Sebagian saksi yang dihadirkan ternyata merupakan pejabat yang pernah merasakan didepak oleh Sunjaya lantaran tak memberikan uang setoran.
Misalnya dalam kesaksian pensiunan ASN Pemkab Cirebon bernama M Sofyan. Pria yang pernah menjabat sebagai kepala dinas ini mengaku sempat didepak Sunjaya lantaran tidak memberikan setoran berupa iuran bulanan ataupun saat diangkat menjadi kadis.
Dari sini pun terungkap jika Sunjaya tak segan mengancam bawahannya jika tidak mau menyetor sejumlah uang. Sofyan pun menjadi korban salah satunya, setelah di-nonjob-kan begitu selesai menjabat sebagai Kadisnakertrans karena tidak memberikan setoran kepada Sunjaya.
Sofyan awalnya tidak membeberkan fakta ini di persidangan. Namun akhirnya, JPU KPK kembali membacakan BAP Sofyan yang mengungkap trik licik Sunjaya itu untuk mengeruk uang dari para pejabat.
"Di BAP, ada pertanyaan apa yang akan terjadi kalau tidak menyerahkan uang Rp 50 juta untuk promosi? Saudara lalu menjawab, Pak Bupati akan selalu menagihnya dan mengancam akan memutasi ke jabatan lain. Buktinya, saya ketika saya menjabat sebagai Kadisnakertrans, hanya selama 6 bulan saja. Saja di-nonjob-kan memasuki masa pensiun, padahal masa pensiun saya masih 7 bulan," ucap jaksa.
Sofyan akhirnya mengakui hal itu. Meski ia menerima kondisi pada waktu itu yang dilakukan Sunjaya, namun ia mengaku sampai diminta membuat surat pengunduran diri setahun sebelumnya lantaran sudah tak ada setoran untuk Sunjaya.
"Tidak ada sinyal menagih sebetulnya, hanya kemudian beliau meminta, karena satu tahun sebelumnya sudah diminta surat mengundurkan diri, itu sebelum menjabat Kadisnaker. Di mana kalau sewaktu-waktu kata Pak Bupati, saudara bisa saja untuk dimundurkan dari jabatannya. Saya waktu itu ya ikut-ikut saja Pak Jaksa," kata Sofyan.
Pengakuan serupa disampaikan mantan pejabat Pemkab Cirebon bernama Iis Krisnandar. Ia mengaku pernah melarang anak buahnya di Dinas Perhubungan karena kedapatan menyetor uang untuk Sunjaya sebesar Rp 5 juta per bulannya.
"Satu tahun pas menjabat Kadishub tahun 2015, kami memanggil kepala bidang namnya Pak Slamet Riyadi karena ada isu memberikan uang sebulan Rp 5 juta untuk Bupati. Begitu saya tanya, ternyata sudah 12 kali iuran dari Oktober 2014 sampai Oktober 2015," katanya.
Karena di luar sepengetahuan Iis, ia lantas melarang anak buahnya menyetor uang bulanan untuk Sunjaya. Sejak saat itu, Dishub yang dipimpinnya tidak pernah lagi menyetor uang tersebut.
"Saya melarang, jangan diulangi lagi karena akan membebani staf saya. Kemudian dari sana, tidak menyerahkan lagi sepengetahuan saya," pungkasnya.