Dakwaan Pemerkosa Anak Sukabumi Gugur, Keluarga Korban Minta Keadilan

Round Up

Dakwaan Pemerkosa Anak Sukabumi Gugur, Keluarga Korban Minta Keadilan

Tim detikJabar - detikJabar
Rabu, 02 Nov 2022 20:15 WIB
Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi.
Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi, mendapat sorotan usai dakwaan mereka gugur setelah penasihat hukum (PH) pria inisial H, terdakwa pencabulan anak mengajukan eksepsi dan dikabulkan majelis hakim dalam putusan sela.

Eksepsi yang berdasar pada tidak adanya tanggal dalam berkas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) membuat hakim memutuskan untuk membebaskan terdakwa dari tahanan.

"Informasinya, H sudah ditangkap kepolisian dan dilimpahkan ke kejaksaan dan berstatus terdakwa masuk ke persidangan kemudian bebas. Ibunya berusaha mencari keadilan untuk putrinya," kata aktivis kepemudaan Benteng Aktivis sukabumi Bersatu, Agil Ismatullah yang menginformasikan persoalan tersebut kepada detikJabar belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agil kemudian mengantar detikJabar ke kediaman keluarga korban dan bertemu dengan U, ibu kandung korban. Di awal perbincangan, U mengungkapkan keinginan agar peristiwa hukum yang dialami putrinya mendapatkan keadilan. Proses hukum itu sudah berjalan sejak Juni 2022.

"Prosesnya sudah berjalan lama, sampai sekarang sudah 5 bulan, maunya saya pelaku dipenjara sesuai perbuatannya," kata U saat ditemui awak media di rumahnya.

ADVERTISEMENT

U mengaku terhenyak saat mendapat kabar pelaku bebas. Ia sempat menanyakan itu ke seseorang bernama Heni yang menurutnya anggota salah satu lembaga perlindungan anak yang kebetulan datang mengunjungi kediamannya.

"Saya sempat nanya ke bu Heni kenapa pelaku dibebasin katanya ada kesalahan dalam berkas. Saya nanya kesalahan apa, katanya ada berkas nggak ditandatangani begitu," ucapnya polos.

"Saya (sempat) tahu kalau suami saya sudah dipenjara, katanya sudah di sel, saya sempat bertanya lagi pelaku masih ada nggak, jawabanya sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Saya nggak pernah nanya lagi," sambungnya.

Penjelasan Jaksa

Karena proses tersebut sudah memasuki pelimpahan dari kepolisian dan kemudian persidangan, detikJabar mengklarifikasi informasi itu kepada pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sukabumi. Ihwal persoalan itu kemudian dirinci oleh Tigor Sirait, Kasi Intel Kejari Kabupaten Sukabumi.

"Berkas lengkap P21, setelah berkas ini lengkap kemudian jaksa kan melimpahkan perkara ini ke pengadilan. Ini sudah dilimpahkan ke pengadilan, (sebelumnya) penelitian berkas selama 14 hari dinyatakan apakah berkas ini syarat formil dan materilnya sudah lengkap kalau belum lengkap ada P19 dilengkapi sama penyidik (kepolosian) hingga pada akhirnya P21, berarti berkas ini sudah terbukti (pelaku) melakukan cabul terhadap anak di bawah umur, sudah layak di proses sidang," jelas Tigor.

Saat P21, penerimaan tahap 2 yang artinya penerimaan tersangka disertai barang bukti. Tigor menyebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus tersebut bernama Alvian.

"Setelah berkas itu diterima oleh jaksanya, kalau nggak salah kejaksaannya pak Alvian di sini yang menangani perkara ini. Setelah diterima oleh jaksanya dilimpahkanlah perkara itu ke pengadilan, kode surat di Pidum itu P31 dilimpahkan tersangka beserta barang buktinya. Mungkin barang buktinya berupa celana dalam, baju pada saat dilakukannya percabulan," beber Tigor.

Singkat cerita, perkara itu kemudian memasuki tahapan persidangan. Saat itu terdakwa H didampingi penasihat hukumnya. Agenda pertama persidangan adalah pembacaan dakwaan.

"Setelah penetapan sidang, disidangkanlah dengan pembacaan dakwaan, dibacain dakwaannya. (Saat itu) Hakim memberikan hak yang sama terhadap penasihat hukum (PH), apakah terhadap dakwaan yang dibaca oleh penuntut umum penasihat hukum akan mengajukan keberatan atau tidak," kata Tigor.

Saat itu, PH terdakwa ternyata mengajukan eksepsi yang berarti keberatan dengan dakwaan yang dibacakan JPU. Tigor menjelaskan Eksepsi yang diajukan oleh PH terdakwa tidak berkaitan dengan materi atau pokok perkara.

"Setelah dilakukannya pembacaan dakwaan PH tersebut mengajukan eksepsi keberatan terhadap dakwaan, eksepsi itu tidak berhubungan dengan materil tentang pokok perkara. Pada intinya dia keberatan terhadap dakwaan ada beberapa syarat formil yang tidak dipenuhi," ujar Tigor.

Dalam perjalanan proses pengadilan terdakwa H tersebut, diketahui belum masuk ke materi perkara. PH terdakwa mengajukan eksepsi kepada majelis hakim berkaitan dengan berkas formil dalam dakwaan.

"Setelah itu minggu depannya penuntut umum melakukan jawaban terhadap eksepsi tersebut, dijawab bahwa keberatan, bahwa akan tetap dilanjutkan perkara ini ke tahap berikutnya yaitu pemeriksaan secara materil yaitu dengan memanggil saksi-saksi yang lain. Akan tetapi sebelum dilakukan itu ada putusan sela," tuturnya.

Dalam putusan sela itulah kemudian majelis hakim memutuskan untuk membebaskan terdakwa H. Syarat formil yang tidak dipenuhi oleh JPU melatari keputusan tersebut. Tigor mengatakan syarat formil itu berupa penulisan tanggal.

"Putusan sela inilah yang diputus oleh hakim ini mengatakan bahwa eksepsi penasehat hukum diterima, karena ada syarat formil yang tidak dipenuhi oleh jaksa penuntut umum, kalau nggak salah itu penulisan tanggal, sebenarnya tidak tertulis lagi tanggalnya, intinya seperti itu lah," jelas Tigor.

Minta Keadilan

Sementara itu, keluarga anak yang diperkosa ayah tiri di Kabupaten Sukabumi meminta kejaksaan untuk menangkap terdakwa, pria berinisial H. H dikabarkan hilang usai dinyatakan bebas dari tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibadak. Hakim mengetuk palu dalam agenda persidangan putusan sela yang bermula dari eksepsi yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa. Dia bebas gegara dalam surat dakwaan tidak tercantum tanggal.

"Sampai sekarang itu 5 bulan, saya juga tahu dia (pelaku) sempat di penjara. Namun setelah itu saya nggak dapat lagi informasinya. Tahu-tahu dapat kabar pelaku bebas," kata ibu korban, Rabu (2/11/2022).

Ibu kandung korban juga menceritakan runutan kisah yang dialami putrinya yang kini berusia 14 tahun. Kejadian tersebut terjadi pada Juni 2022 lalu. "Awalnya sering sakit, pendiam, sering marah, sering ketakutan. Saat itu saya tanya suami curiga, enggak mengaku sama sekali. Terus saya nanya anak saya, saya tanya terus (awalnya) enggak ngaku, sampai akhirnya dia cerita digituin dua kali di Cicurug, itu waktu tinggal di Cicurug saya kan enggak punya rumah selalu ngontrak," ungkapnya.

Korban tidak berani untuk melaporkan kejadian tersebut karena diancam pelaku. Pelaku mengancam akan menghabisi keluarga korban. "Kalau bilang ke mama atau sama siapapun mati semua, (se keluarga) jadi anak saya takut. Setelah tahu saya marah, minta tolong sama bapak kandungnya saya minta solusi harus bagaimana. Saya diajak lapor ke Polres, kelanjutannya lancar di panggil ditanya itu juga nanya saya," cerita ibu kandung korban.

Ketua RT setempat di wilayah Kecamatan Cikakak, Irlan mengatakan, usai kejadian tersebut korban mengalami trauma. Dia beberapa kali memergoki korban menangis saat pulang dari sekolah, ia tidak berani bertanya namun ia memahami kondisi mental korban.

"Kadang-kadang berangkat sekolah, jam 09.00 WIB sudah pulang sambil nangis, tau ada apa di sekolah. Enggak setiap hari begitu, hanya saya beberapa kali memergoki korban menangis," ungkapnya kepada detikJabar, Rabu (2/11/2022).

Irlan mengungkap korban berusia 14 tahun dan duduk di bangku kelas VI Sekolah Dasar. Ia berharap ada bimbingan psikologis untuk memulihkan kondisi psikologis dan trauma korban. "Anak ini korban pelecehan ayah tirinya, sejak penanganan dulu itu sampai pelaku tertangkap belum pernah ada yang datang untuk mendampingi pemulihan traumanya. Ya sekolah-sekolah seperti biasa walau ya setiap ke sekolah kondisinya kasihan," ujar Irlan.

Korban selama ini disebut Irlan tinggal bersama ibu kandung dan dua adiknya yang kembar. Sehari-hari, mereka hidup ala kadarnya karena, sang ibu tidak bekerja. Ayah kandung dan kakak korban bergantian memberikan biaya sekolah. "Nggak bekerja, kalau untuk sekolah korban kadang dari ayahnya kadang dari kakaknya ada yang kerja, walau serabutan kadang (kuli) bangunan. Kalau harapan kami sebagai pemangku ke RT an ya berharap ada bantuan urun tangan pemerintah untuk kondisi keluarga tersebut," bebernya.

Sejak kasusnya kembali ramai, Irlan mengatakan, pihaknya bersama sejumlah tokoh masyarakat sepakat untuk menutup pintu rapat-rapat keluarga korban. Hal itu dilakukan untuk menjaga keluarga termasuk korban dari rasa trauma berkepanjangan. "Kalau ada yang mau ke keluarga korban saya tolak, ini sudah kami sepakati dengan tokoh masyarakat. Karena sejak kemarin itu banyak yang datang hanya sekedar nanya-nanya saja, enggak ada solusi," tuturnya.

"Intinya keluarga berharap keadilan, pelaku bisa mendapatkan hukuman yang seadil-adilnya atas perbuatannya," sambung Irlan.

Halaman 2 dari 2
(sya/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads