Pria inisial H, dinyatakan bebas dari tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) usai Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibadak, Kabupaten Sukabumi mengabulkan putusan sela yang bermula dari eksepsi yang diajukan oleh kuasa hukumnya. Dia bebas gegara dalam surat dakwaan tidak tercantum tanggal.
H sebelumnya berstatus terdakwa dalam kasus pemerkosaan terhadap anak tirinya yang masih berusia 14 tahun. Ia menjalani serangkaian proses mulai dari penyidikan di kepolisian Polres Sukabumi hingga Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi. Apa penyebab bebasnya H?
Kabar kebebasan H diperoleh detikJabar dari aktivis kepemudaan Benteng Aktivis sukabumi Bersatu, Agil Ismatullah. Ia menyebut kabar kebebasan H santer di lingkungan tempat tinggal korban di wilayah Kecamatan Cikakak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Informasinya, H sudah ditangkap kepolisian dan dilimpahkan ke kejaksaan dan berstatus terdakwa masuk ke persidangan kemudian bebas. Ibunya berusaha mencari keadilan untuk putrinya," kata Agil kepada detikJabar belum lama ini.
Agil kemudian mengantar detikJabar ke kediaman keluarga korban dan bertemu dengan U, ibu kandung korban. Di awal perbincangan, U mengungkapkan keinginan agar peristiwa hukum yang dialami putrinya mendapatkan keadilan. Proses hukum itu sudah berjalan sejak Juni 2022.
"Prosesnya sudah berjalan lama, sampai sekarang sudah 5 bulan, maunya saya pelaku dipenjara sesuai perbuatannya," kata U saat ditemui awak media di rumahnya.
U mengaku terhenyak saat mendapat kabar pelaku bebas. Ia sempat menanyakan itu ke seseorang bernama Heni yang menurutnya anggota salah satu lembaga perlindungan anak yang kebetulan datang mengunjungi kediamannya.
"Saya sempat nanya ke bu Heni kenapa pelaku dibebasin katanya ada kesalahan dalam berkas. Saya nanya kesalahan apa, katanya ada berkas nggak ditandatangani begitu," ucapnya polos.
"Saya (sempat) tahu kalau suami saya sudah dipenjara, katanya sudah di sel, saya sempat bertanya lagi pelaku masih ada nggak, jawabanya sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Saya nggak pernah nanya lagi," sambungnya.
Karena proses tersebut sudah memasuki pelimpahan dari kepolisian dan kemudian persidangan, detikJabar mengklarifikasi informasi itu kepada pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sukabumi. Ihwal persoalan itu kemudian dirinci oleh Tigor Sirait, Kasi Intel Kejari Kabupaten Sukabumi.
"Berkas lengkap P21, setelah berkas ini lengkap kemudian jaksa kan melimpahkan perkara ini ke pengadilan. Ini sudah dilimpahkan ke pengadilan, (sebelumnya) penelitian berkas selama 14 hari dinyatakan apakah berkas ini syarat formil dan materilnya sudah lengkap kalau belum lengkap ada P19 dilengkapi sama penyidik (kepolosian) hingga pada akhirnya P21, berarti berkas ini sudah terbukti (pelaku) melakukan cabul terhadap anak di bawah umur, sudah layak di proses sidang," jelas Tigor.
Saat P21, penerimaan tahap 2 yang artinya penerimaan tersangka disertai barang bukti. Tigor menyebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus tersebut bernama Alvian.
"Setelah berkas itu diterima oleh jaksanya, kalau nggak salah kejaksaannya pak Alvian di sini yang menangani perkara ini. Setelah diterima oleh jaksanya dilimpahkanlah perkara itu ke pengadilan, kode surat di Pidum itu P31 dilimpahkan tersangka beserta barang buktinya. Mungkin barang buktinya berupa celana dalam, baju pada saat dilakukannya percabulan," beber Tigor.
Singkat cerita, perkara itu kemudian memasuki tahapan persidangan. Saat itu terdakwa H didampingi penasihat hukumnya. Agenda pertama persidangan adalah pembacaan dakwaan.
"Setelah penetapan sidang, disidangkanlah dengan pembacaan dakwaan, dibacain dakwaannya. (Saat itu) Hakim memberikan hak yang sama terhadap penasihat hukum (PH), apakah terhadap dakwaan yang dibaca oleh penuntut umum penasihat hukum akan mengajukan keberatan atau tidak," kata Tigor.
Saat itu, PH terdakwa ternyata mengajukan eksepsi yang berarti keberatan dengan dakwaan yang dibacakan JPU. Tigor menjelaskan Eksepsi yang diajukan oleh PH terdakwa tidak berkaitan dengan materi atau pokok perkara.
"Setelah dilakukannya pembacaan dakwaan PH tersebut mengajukan eksepsi keberatan terhadap dakwaan, eksepsi itu tidak berhubungan dengan materil tentang pokok perkara. Pada intinya dia keberatan terhadap dakwaan ada beberapa syarat formil yang tidak dipenuhi," ujar Tigor.
Dalam perjalanan proses pengadilan terdakwa H tersebut, diketahui belum masuk ke materi perkara. PH terdakwa mengajukan eksepsi kepada majelis hakim berkaitan dengan berkas formil dalam dakwaan.
"Setelah itu minggu depannya penuntut umum melakukan jawaban terhadap eksepsi tersebut, dijawab bahwa keberatan, bahwa akan tetap dilanjutkan perkara ini ke tahap berikutnya yaitu pemeriksaan secara materil yaitu dengan memanggil saksi-saksi yang lain. Akan tetapi sebelum dilakukan itu ada putusan sela," tuturnya.
Dalam putusan sela itulah kemudian majelis hakim memutuskan untuk membebaskan terdakwa H. Syarat formil yang tidak dipenuhi oleh JPU melatari keputusan tersebut. Tigor mengatakan syarat formil itu berupa penulisan tanggal.
"Putusan sela inilah yang diputus oleh hakim ini mengatakan bahwa eksepsi penasehat hukum diterima, karena ada syarat formil yang tidak dipenuhi oleh jaksa penuntut umum, kalau nggak salah itu penulisan tanggal, sebenarnya tidak tertulis lagi tanggalnya, intinya seperti itu lah," jelas Tigor.
Seluruh eksepsi dari penasehat hukum diterima oleh majelis hakim, yang kemudian menimbulkan ekses pada dakwaan terhadap H dibatalkan.
"Seluruhnya eksepsi dari si PH itu diterima oleh majelis hakim dan diputuslah saat itu juga, bahwa dakwaan itu dibatalkan. Ini faktanya nih, jadi bukan jaksanya, putusan itu sepenuhnya ada di pengadilan, putusan hakim itu kita wajib melaksanakan karena kita sebagai jaksa eksekusi, salah satu amarnya agar terdakwa segera dilepaskan dari tahanan kalau nngak salah, layak dibebaskan dari tahanan," ujar Tigor.
(sya/mso)