Fenomena perang sarung mulai bermunculan di sejumlah daerah di Jawa Barat. Meski belum menimbulkan korban jiwa, warga mulai resah karena aksi berbahaya tersebut malah dilakukan sekelompok remaja.
Mirisnya, fenomena ini muncul karena masalah sepele. Mulai dari saling ejek hingga adanya grup-grup media sosial untuk janjian jadwal perang.
Berikut rangkuman detikJabar mengenai fenomena perang sarung yang akhir-akhir ini mulai bermunculan di beberapa daerah di Jawa Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Grup Medsos Perang Sarung di Cianjur
Fenomena ini terungkap di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pelaku perang sarung ini membuat grup sebagai wadah, lalu difungsikan untuk membuat perjanjian perang.
Berdasarkan penelusuran detikJabar, sejak hari pertama Ramadan, bermunculan grup baru di media sosial Facebook dengan nama perang sarung, mulai dari perang sarung 2022, Perang Sarung Cianjur 2022, Info Perang Sarung Cianjur-Cipanas, dan banyak lagi.
Di dalam grup tersebut, setiap akun saling posting dan sahut-sahutan untuk melakukan aksi perang sarung. Ada yang memang mencari musuh, ada pula yang menginformasikan agar kelompok lain sengaja mendatangi mereka untuk berperang.
"Tungturunan (Sukaluyu) butuh lawan," tulis akun A**l dalam grup Perang Sarung Cianjur 2022.
Beberapa hari terakhir juga terjadi aksi perang sarung di Kabupaten Cianjur dimana para pelakunya sudah saling janjian melalui media sosial untuk bertemu.
Bahkan, terbaru, aksi perang sarung di Kecamatan Bojongpicung berujung tindak kekerasan, dimana salah seorang peserta perang sarung yang terjatuh menjadi sasaran pemukulan dan tendangan kelompok lawannya.
Kapolres Cianjur AKBP Doni Hermawan mengatakan pihaknya sudah menyiagakan tim khusus untuk melakukan patroli, mencegah terjadinya perang sarung. Selain itu, setiap polsek juga diminta untuk memantau titik-titik yang rawang di wilayahnya.
"Setiap sahur sudah ada yang patroli, bukan hanya tim khusus tapi juga anggota di polsek-polsek. Karena masih terjadi, kita akan tingkatkan lagi patrolinya, termasuk patroli siber untuk memantau yang janjian di media sosial," pungkasnya.
Resahkan Warga Cimahi
Aksi berbahaya ini juga bikin resah warga di Kota Cimahi, Jawa Barat. Bagaimana tidak, sekelompok remaja melakukan aksi perang sarung di tengah jalan hingga berujung dibubarkan paksa oleh warga.
Perang sarung itu terjadi antarkelompok remaja pada pukul 01.00 WIB, Minggu (10/4/2022). Rekaman aksi perang sarung ini pun viral di media sosial.
Camat Cimahi Utara Endang mengatakan, aksi perang sarung itu bermula sebatas iseng antar sejumlah anak. Namun, aksi iseng itu pun menjadi perang penuh emosi antarremaja tersebut.
"Awalnya anak-anak bercanda, tapi mungkin karena emosi. Tapi sudah kondusif," kata Endang saat dihubungi.
Aksi perang sarung itu membuat warga sekitar resah. Warga mencoba membubarkan aksi perang sarung bocah tersebut. Namun, di tengah pembubaran, seorang remaja mengalami luka pukul. Ia mengalami luka pada bagian mulut akibat pukulan seorang warga.
"Terjadi salah paham, korban kena pukulan tukang martabak yang emosi karena perang sarung rerjadi pas di depan tempat jualannya, disangkanya anak tersebut bagian dari yang perang sarung," tutur Endang.
Endang mengatakan, pemukulan itu selesai secara kekeluargaan. Kemudian, aksi perang sarung telah dibubarkan dan warga mulai kondusif.
"Menurut informasi sudah diselesaikan secara kekeluargaan," ucap Endang.
Demi mencegah kejadian tersebut kembali terulang, pihaknya meminta orang tua menjaga anak-anaknya agar tidak keluar di saat malam atau dini hari. Selain menghindari permainan yang membahayakan, di sisi lain, aksi kriminal pun sering terjadi.
"Kita juga lebih meningkatkan siskamling minimal ada petugas yang kontrol wilayah, minimal bisa diantisipasi," pungkasnya.
Dianggap Salah Kaprah oleh Sosiolog Unpad
Fenomena perang sarung ini kemudian mendapat sorotan dari beberapa pihak. Fenomena itu pun disebut salah kaprah karena jauh dari nilai-nilai sejarah dan budaya di Indonesia.
Sosiolog Universitas Padjajaran (Unpad) Nunung Nurwati menjelaskan perang sarung atau tarung sarung sebetulnya merupakan warisan tradisi dari Suku Bugis di Makassar, Sulawesi Selatan.
Tradisi itu memang sudah mulai ditinggalkan di tempat asalnya. Namun, kini malah dikonotasikan negatif di kalangan anak muda dengan bentuk kegiatan ekstrem yang justru meresahkan masyarakat.
"Jadi sebetulnya, perang sarung atau tarung sarung itu tradisi dari suku Bugis. Tahun 70-an tradisi itu sudah ditinggalkan, dan kekinian istilah tersebut malah digunakan anak-anak muda kita dengan kegiatan yang justru mengarahkan ke ranah tawuran. Itu jelas salah kaprah," kata Nunung kepada detikJabar via telepon, Minggu (10/4/2022).
Nunung mengungkap fenomena perang sarung itu malah timbul oleh masalah yang sepele. Bahkan, beberapa di antaranya, dipicu oleh saling ejek antarkelompok remaja hingga menimbulkan pertikaian yang berujung jatuhnya korban jiwa.
"Karena saat ini, perang sarung itu sebetulnya adalah tawuran yang dilakukan anak-anak muda. Istilahnya saja yang diganti karena bertepatan dengan bulan Ramadan, sementara bentuk kegiatannya mah sama dan jelas merugikan semua orang," terangnya.
Untuk menekan fenomena ini terjadi lagi, menurutnya semua pihak harus turut memberikan edukasi kepada anak-anak muda di lingkungannya. Bisa dengan mengajak anak muda untuk lebih giat beribadah di masjid-masjid setempat atau mengarahkan kelompok anak muda itu dengan aktivitas yang lebih positif saat Ramadan.
"Karena fenomena perang sarung ini kan biasanya terjadi pada malam hari, jadi bisa anak-anak muda itu setelah tarawih diajak mengisi beraktivitas yang lebih positif di masjid-masjid. Minimal mereka setelah tarawih tidak berkeliaran yang malah memicu terjadi perang sarung ini," tuturnya.
"Karena yang jelas, perang sarung itu sebetulnya tawuran yang pemicunya karena masalah-masalah kecil dan sepele. Jadi semua pihak dari mulai warga, tokoh masyarakat terutama keluarga, harus memberikan edukasi kepada anak-anak kita supaya mereka tak melakukan hal itu. Soalnya bukan hanya merugikan ke lingkungan, mereka yang ikut perang sarung juga bisa jadi korbannya," pungkasnya.
Dilarang MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar secara tegas melarang aksi perang sarung. Sebab, MUI menilai aksi perang sarung melenceng dari nilai-nilai Ramadan.
"Memang itu semacam permainan, tapi jangan sampai berlebihan. Apalagi sampai menimbulkan korban. Maka dari itu hindarilah," kata Ketua MUI Jabar KH Rachmat Syafei saat dihubungi detikJabar, Minggu (10/4/2022).
Rachmat mengatakan, Ramadan sejatinya harus diisi dengan kegiatan positif. Sebab, Ramadan merupakan bulan penuh rahmat dan pengampunan. Sehingga, sangat disayangkan ketika dicederai kegiatan yang mencelakai orang lain, salah satunya perang sarung.
"Sarung diisi batu itu perbuatan yang sangat menyimpang. Ini bisa menganiaya orang lain. Sangat dilarang. Kami tegas melarang perbuatan seperti itu," ucap Rachmat.
Polisi Langsung Patroli
Polisi merespons maraknya aksi perang sarung yang kini mulai meresahkan warga di beberapa daerah di Jawa Barat. Polisi pun menegaskan sudah melakukan pengamanan dan patroli untuk membubarkan aksi berbahaya yang mayoritas dilakukan para remaja tersebut.
"Beberapa wilayah yang sempat terjadi (perang sarung), kita sudah lakukan pengamanan dengan patroli dan membubarkan (aksi perang sarung)," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Ibrahim Tompo kepada detikJabar via pesan singkat WhatsApp, Minggu (10/4/2022).
Ibrahim menegaskan, polisi telah mengamankan beberapa pelaku aksi perang sarung di sejumlah daerah di Jawa Barat. Namun karena pelakunya masih remaja, maka pihak kepolisian tak menahan mereka.
"Beberapa kejadian yang sempat (terjadi perang sarung) diamankan pelakunya. Karena pelakunya anak-anak remaja, maka dilakukan pembinaan dengan pernyataan dari anak dan orang tua mereka," ujarnya.
Meski telah meresahkan warga, Ibrahim memastikan belum menerima laporan adaya korban jiwa dalam aksi perang sarung tersebut. "Tidak ada (korban jiwa)," pungkasnya.
(ral/ors)