Kasus pemerkosaan yang dilakukan Herry Wirawan terhadap 13 santriwatinya telah memasuki babak akhir. Herry lolos dari hukuman mati dan diberikan hukuman penjara seumur hidup oleh majelis hakim.
Hukuman tersebut diberikan majelis hakim yang diketuai oleh Yohanes Purnomo Suryo dalam sidang putusan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (15/2/2022). Herry hadir mendengarkan langsung vonis yang diberikan hakim.
"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup," ucap hakim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim menilai perbuatan Herry Wirawan telah terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Dalam putusannya, beberapa tuntutan jaksa tak dikabulkan hakim. Selain hukuman mati, hukuman kebiri kimia juga tak dikabulkan. Hakim punya alasan tersendiri mengenai kebiri kimia ini. Hakim menilai, Herry sudah divonis penjara seumur hidup sedangkan kebiri kimia bisa dilakukan setelah Herry menjalani pokok pidananya.
"Menimbang dengan demikian, oleh karena tindakan kebiri kimia baru dapat dilakukan setelah terdakwa menjalani pidana pokok paling lama dua tahun, sementara apabila dituntut kemudian diputus pidana mati dan penjara seumur hidup yang tidak memungkinkan selesai menjalani pidana pokok maka tindakan kebiri kimia tidak dapat dilaksanakan," kata hakim.
Hakim juga mengugurkan pidana denda terhadap Herry. Sebab, kata hakim, sebagaimana Pasal 67 KUHP seseorang yang dihukum mati atau penjara seumur hidup tak bisa dikenakan pidana tambahan.
"Menimbang bahwa tentang tuntutan penuntut umum denda yang dijatuhkan terhadap terdakwa yaitu sebesar Rp 500 juta dengan subsider satu tahun kurungan majelis berpendapat berdasarkan Pasal 67 KUHP, ketika orang dijatuhi hukuman mati dan pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh dijatuhi pidana lagi," ujar hakim.
Begitu juga dengan tuntutan pembubaran Yayasan Manarul Huda milik Herry. Menurut hakim, pembubaran tersebut perlu dilakukan melalui gugatan perdata. Sebab, Yayasan Herry sudah terdaftar dan berbadan hukum yang tercatat di Kementerian Hukum dan HAM.
"Majelis hakim berpendapat yayasan Manarul Huda yayasan berbadan hukum. Oleh karana berbadan hukum maka pendirian dan pembubaran mengacu pada undang-undang yayasan," katanya.
Sedangkan untuk pembayaran restitusi atau ganti rugi terhadap korban, hakim mengalihkan pembayaran restitusi sebesar Rp 331 juta dialihkan ke negara atau kepada Kementerian PPA.
Terkait lolosnya Herry dari hukuman mati, jaksa menghormati putusan dari majelis hakim. Kendati demikian, jaksa mengapresiasi hakim mempertimbangkan dengan sesuai dakwaan primer yang diajukan jaksa.
"Pertama tentu bahwa banyak pertimbangan yang dijadikan dasar majelis hakim diambil atas pendapat dengan tuntutan yang kami ajukan dalam persidangan sebelumnya. Bahwa kami mengapresiasi dan menghormati bahwa majelis hakim sependapat dengan kami untuk menerapkan bahwa perbuatan terdakwa sesuai dengan dakwaan primer kami. Itu sikap kami dengan putusan majelis hakim," tutur Kepala Kejaksaan Tinggi Jabar Asep N Mulyana.
Sementara itu, Herry Wirawan melalui kuasa hukumnya Ira Mambo ikut menanggapi hasil dari vonis tersebut. Ira menyebut kliennya itu mengambil sikap pikir-pikir selama tujuh hari atau putusan hakim tersebut. Dia menyerahkan sepenuhnya keputusan itu kepada Herry.
"Tentu kami yang akan mendapat kabar dari itu, kami ada waktu tujuh hari untuk pikir-pikir, kalau mau menyatakan banding berarti kita akan menyiapkan memori bandingnya, yang pasti putusan tadi banyak pertimbangan kami yang diterima oleh hakim pembelaannya," kata dia.
(dir/yum)