Sebuah gang tersembunyi di Desa Tegalwangi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, sudah sejak lama dikenal sebagai pusat kerajinan rotan, warisan budaya yang bertahan selama puluhan tahun. Di tengah gemuruh modernisasi, ada seorang pria yang terus setia menjaga tradisi ini dengan penuh cinta dan dedikasi.
Muslih, seorang pria berusia 36 tahun, adalah salah satu dari sedikit perajin rotan yang tersisa di desa ini. Di usianya yang masih terbilang muda, Muslih telah mengasah keahliannya dalam menganyam rotan menjadi karya seni yang indah dan bernilai tinggi. Sejak kecil, Muslih sudah akrab dengan dunia rotan. Bakat ini diwarisinya dari sang ayah, seorang perajin rotan ulung yang telah mengajarkan semua ilmu dan keterampilannya kepada Muslih.
"Dari kecil saya sudah terbiasa dengan anyaman rotan karya tangan ayah saya. Dari situ saya mulai senang sama yang namanya rotan," kenangnya dengan senyum kepada detikJabar, Kamis (22/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di rumah sederhananya, Muslih menghabiskan hari-harinya dengan tekun mengerjakan rotan. Tumpukan rotan mentah bersandar di sudut ruangan, menunggu untuk dijadikan karya seni. Dengan alat-alat sederhana, Muslih merangkai batang-batang rotan menjadi barang-barang berharga seperti kursi, meja, dan hiasan dinding. Setiap gerakan tangannya penuh dengan kehati-hatian dan ketelitian, memastikan setiap anyaman yang dihasilkan memiliki kualitas terbaik.
Meski arus modernisasi dan tantangan ekonomi terus menghampiri, Muslih tak pernah goyah. Baginya, melestarikan kerajinan rotan bukan hanya soal mencari nafkah, tetapi juga menjaga warisan budaya yang telah turun-temurun diwariskan oleh leluhurnya.
"Saya nggak pernah berpikir buat berhenti kerjain kerajinan rotan, dari saya kecil sampai saya punya anak ya pendapatan keluarga kami dari rotan," ungkapnya sembari mengerjakan salah satu kerajinan dari rotan.
Cirebon, tempat Muslih tinggal dan berkarya, sudah lama dikenal sebagai salah satu sentra kerajinan rotan di Indonesia. Hasil karya para perajin rotan di Cirebon tidak hanya digemari di dalam negeri, tetapi juga menembus pasar ekspor ke berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan Eropa.
Namun, di tengah keberhasilan itu, Muslih melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana generasi muda di desanya mulai berpaling dari kerajinan rotan. Banyak yang memilih bekerja sebagai karyawan di perusahaan-perusahaan besar, meninggalkan warisan budaya yang sudah ada sejak lama.
Meski begitu, Muslih tetap berusaha untuk menjaga kualitas setiap karya yang dihasilkan. Ia bahkan membuka pintu lebar-lebar bagi generasi muda yang ingin belajar dan mengembangkan keterampilan menganyam rotan. Dengan harapan, warisan budaya ini tidak akan punah ditelan zaman.
"Kursi-kursi ini yang saya buat di ekspor ke Amerika dan beberapa negara di Eropa. Saya juga selalu jaga kualitas kerajinan rotan supaya bisa bersaing di pasar ekspor," ungkapnya.
Kepala Dinas Industri dan Perdagangan (Indag) Jawa Barat, Noneng Komara Nengsih, dalam beberapa kesempatan juga menegaskan pentingnya membuka peluang pasar ekspor baru untuk produk-produk kerajinan rotan. Salah satunya melalui expo yang baru-baru ini digelar di Dubai, yang menghasilkan MoU senilai Rp2 miliar untuk komoditas rotan.
"Beberapa waktu yang lalu kami sudah menggelar expo di Dubai dan menghasilkan MOu sekitar Rp2 miliar. Selain expo di luar negeri kami juga melakukan expo secara mandiri di dalam negeri agar produk semacam ini (rotan) bisa menjadi daya dukung perekonomian dalam negeri," katanya beberapa waktu lalu.
Selama tahun 2023, komoditas ekspor kerajinan rotan berhasil mendapatkan sebanyak USD 62,149 Juta. "Tahun ini kami akan terus berupaya untuk meningkatkan nilai capaian itu," pungkasnya.
(iqk/iqk)