Perjalanan M Rafa Mubarok dan teman-temannya berangkat sekolah, setiap pagi selalu menantang maut. Pelajar kelas 1 SDN Cibadak, Desa Neglasari, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi itu sehari-hari harus bergelantungan di sebuah jembatan yang kondisinya miring.
Ia dan sejumlah pelajar sekolah dasar hingga Madrasah Diniyah menantang bahaya setiap pulang pergi sekolah, dengan melintasi jembatan miring. Padahal tidak hanya pada pijakan, tapi di bagian cengkraman juga dirasakan licin. Namun, Rafa mengaku sudah biasa melintasi jembatan tersebut.
"Sudah biasa melewati jembatan ini, kalau hujan terpaksa enggak lewat karena banjir. Tapi kadang masih takut kalau mau melewati jembatan ini," tuturnya, Selasa (23/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak cuma para pelajar, jembatan itu juga jadi akses utama warga setempat. Salah satunya Aisyah (35), warga Desa Bantar Panjang yang setiap hari harus dibuat khawatir menyusuri jembatan miring itu.
Jembatan dengan panjang kurang lebih 65 meter dengan ketinggian dari permukaan air sekitar 1,5 meter itu, membentang di atas Sungai Cikaso. Jembatan tersebut menjadi penghubung antara Desa Neglasari, Kecamatan Lengkong dengan Desa Bantarpanjang, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi.
"Mau menyebrang lewat jembatan terpaksa, setiap hari lewat sini bergelantungan. Kalau bawa anak terpaksa lewat air nyeberang kalau enggk bawa anak lewat jembatan aja," cerita Aisyah yang tengah diantar suaminya usai berkebun di Desa Neglasari.
"Perasaan takut banget apalagi kalau airnya besar, kalau sekarang enggak karena airnya sedang surut. Perasaan deg-degan aja, pasti takut," tuturnya.
"Ada jalan lain, namun lebih jauh dan jalannya juga jelek. Saya barusan dari kebun, tiap hari ya melintas saja lewat sini karena enggak ada jalan lagi," sambung dia.
Diketahui jembatan itu rusak akibat meluapnya aliran sungai yang terjadi pada 29 Juni 2024. Pantauan detikJabar di lokasi, salah satu sling baja penahan besi jembatan dalam keadaan putus menyisakan pijakan besi yang menggantung. Warga hingga pelajar terpaksa bergelantungan saat melintasi jembatan tersebut.
"Jembatan itu nyaris putus akibat banjir, luapan aliran sungai pada Sabtu 29 Juni kemarin. Jadi sudah hampir sebulan ini, warga, baik itu pelajar, petani, dan aktivitas umum terpaksa harus bergelantungan seperti itu," ungkap Suparman, tokoh masyarakat Kecamatan Lengkong.
Parman tidak menampik, aktivitas berbahaya itu dijalani warga setiap hari. Selain miring, kondisi jembatan menggantung itu kerap oleng ketika diterpa angin. Ia pun berharap agar jembatan itu mendapat perhatian dari pemerintah, agar secepatnya melakukan perbaikan.
Pernyataan tersebut juga dibenarkan Kepala Dusun IV Neglasari, Ruslan. Padahal jembatan itu begitu penting sebab ada lebih dari 60 Kepala Keluarga (KK) yang melintasi jembatan tersebut. Selain petani juga para pelajar dan akses lintasan umum lainnya.
"Jumlah KK yang melintas ini ada 60 KK yang sering menyebrang mayoritas petani, termasuk anak sekolah PAUD, MD, SD dari Jampang Tengah juga ada dari SMP, SMK. Usia jembatan awalnya bambu kemudian tahun 2015 dibangun jembatan gantung ini," ucap Ruslan.
Menurutnya setelah satu bulan jembatan rusak, berbagai upaya dari pemerintah Desa Neglasari dan Bantar Panjang sudah mengusulkan ini untuk ditindaklanjuti. Di lain sisi Camat Lengkong, Ade Richman mengaku telah meninjau lokasi jembatan gantung tersebut.
Ade menegaskan, pihaknya sudah melaporkan kondisi jembatan tersebut ke pimpinannya di Pemkab Sukabumi. Kendati begitu, ia juga berharap ada bantuan dari dermawan untuk memberikan bantuan pembangunan jembatan.
"Sudah dilaporkan ke tingkat kabupaten. Kami berharap juga ada bantuan dari dermawan atau komunitas apapun agar jembatan di Cigirang ini bisa dibangun kembali," ucap dia.
(aau/sud)