Kesetiaan Sanirah dengan Kayuhan Becaknya

Serba-serbi Warga

Kesetiaan Sanirah dengan Kayuhan Becaknya

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Jumat, 17 Mei 2024 13:00 WIB
Sanirah, penarik becak di Pasar Balong, Kota Cirebon.
Sanirah, penarik becak di Pasar Balong, Kota Cirebon (Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar).
Cirebon -

Beratnya menjadi tukang becak di Cirebon, tak menyurutkan semangat Sanirah (54). Dia tetap setiap menjalani profesinya demi menghidupi keluarganya.

Di usianya yang tidak muda lagi, Sanirah mengaku kerap merasakan sakit usai beraktivitas. Kaki hingga punggungnya sudah harus sering beristirahat. Namun, dia tetap bersemangat untuk menarik becak.

"Sering sakit mah, kadang di betis sama punggung. Cuma mau gimana lagi, kerjanya begini," tutur Sanirah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski capek, setiap hari, Sanirah tetap mangkal di depan Pasar Balong Kota Cirebon. Ia bercerita dahulu ada sekitar puluhan tukang becak yang mangkal di depan Pasar Balong. Namun semenjak Pasar Balong sepi pengunjung, hanya 5 tukang becak yang masih bertahan.

"Dulu mah pas Pasar Balong masih ramai paling terkenal di Cirebon. Ada sekitar 30 tukang becak yang mangkal di sini (Pasar Balong), sekarang sisa sedikit pada berhenti," tutur Sanirah.

ADVERTISEMENT

Selain karena Pasar Balong yang tak seramai dulu, Sanirah menuturkan, penyebab lain kenapa tukang becak seperti dirinya berkurang, yakni akibat berkembang pesatnya aplikasi ojek online.

"Sebelum ada ojek online enak. Ada penumpang langsung berangkat, sekarang turun drastis. Ada teknologi susah semua, Tukang becak pada pindah profesi atau dapat kerjaan lain," tutur Sanirah.

Sanirah sendiri sudah 20 tahun lebih bekerja sebagai tukang becak. Menurutnya, gegera perkembangan teknologi aplikasi ojek online, pendapatan yang ia hasilkan pun menurun drastis.

Jika dulu, saat perkembangan teknologi belum semasif sekarang, ia dapat menarik puluhan orang per hari dengan pendapatan mencapai ratusan ribu Rupiah.

"Ini dari tadi saja cuman dapat Rp 6.000, itu juga sekali jalan, paling banyak Rp 10.000-25.000 sehari, dapat Rp 50.000 saja susah banget. Dulu mah, sebelum ada ojek online lumayan, bisa sampai Rp 100.000-200.000 per hari," tutur Sanirah.

"Padahal tarif nya murah, dari Jalan Pekiringan sampai ke Jalan Karanggetas paling besar cuman Rp 10.000, kalau ada yang ngasih lebih Rp 15.000," Sanirah menambahkan.

Selain sebagai tukang becak, Sanirah juga bekerja sebagai petani yang menggarap lahan milik orang lain. Namun, pekerjaan sampingan tersebut juga nasibnya sama, mulai tergeser akibat perkembangan teknologi pertanian seperti traktor dan mesin pencacah padi.

"Dulu mah pas lagi musim panen masih pakai tenaga sendiri, sekarang mah udah pada pakai mesin semua, panen juga pakai mesin. Jadi kita mulai nggak kepakai, di kampung udah pakai mesin semua," tutur Sanirah.

Sanirah menuturkan, sebenarnya ada keinginan untuk pindah profesi. Tetapi, karena terkendala modal dan keahlian, ia hanya bisa untuk tetap bertahan sebagai tukang becak di Pasar Balong.

"Ada keinginan buat pindah usaha, cuma bingung nggak ada modal. Zamannya lagi susah, mau gimana lagi," tutur Sanirah.

Walaupun sulit, Sanirah akan tetap bekerja sebagai tukang becak. Menurutnya, tidak ada profesi lain yang bisa ia lakukan untuk mencari nafkah.

"Susah semua. Ke depan, masih tetap di sini, jadi tukang becak. Memang nyari duitnya di sini, di tempat lain malah lebih susah belum pada kenal," tutur Sanirah.

Untuk menghidupi kelima anaknya, Istri Sanirah berjualan makanan dan minuman di rumah. "Anak paling kecil kelas 5 yang sudah kawin 2. Kalau istri jualan kecil-kecilan di rumah," tutur Sanirah.

Sanirah berharap, pemerintah agar lebih memperhatikan nasib tukang becak, serta dapat meramaikan kembali Pasar Bolong yang sepi. "Harapanya pengenya tempatnya (Pasar Balongnya) ramai lagi saja, " pungkas Sanirah sambil pergi ke musala untuk melaksanakan salat.

(mso/mso)


Hide Ads