Perjuangan dan Kesetiaan Abdurrahman di Balik Odong-odonng

Serba-serbi Warga

Perjuangan dan Kesetiaan Abdurrahman di Balik Odong-odonng

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Selasa, 08 Okt 2024 07:00 WIB
Abdurrahman, tukang odong-odong di Cirebon.
Abdurrahman, tukang odong-odong di Cirebon. (Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar)
Cirebon -

Sudah 14 tahun Abdurahman menjadi tukang odong-odong. Abdurrahman sendiri bukan berasal dari Cirebon, tetapi dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Hampir setiap hari, bapak berusia 52 tahun tersebut berkeliling mencari anak-anak yang ingin naik odong-odong miliknya.

Ada alasan tersendiri mengapa Abdurrahman memutuskan bekerja sebagai tukang odong-odong. Ide bekerja menjadi tukang odong-odong, muncul ketika anaknya, yang kala itu masih kecil, suka naik odong-odong.

Melihat anaknya suka naik odong-odong tersebut, Abdurrahman memutuskan bekerja sebagai tukang odong-odong. Apalagi saat itu, dirinya sedang tidak memiliki pekerjaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebelumnya saya kerja di Kalimantan, pulang dari Kalimantan, saya lihat anak saya suka naik odong-odong, daripada bingung kerja apa. Apalagi saya kan asalnya dari Sumbawa NTB, yang menikah sama orang Cirebon," tutur Abdurrahman saat ditemui di Alun-Alun Keraton Kanoman Cirebon belum lama ini.

Mulanya, Abdurrahman bekerja di tempat sewa odong-odong yang kala itu sedang mulai menjamur di Cirebon. Setiap hari, Abdurahman bekerja dengan sistem setoran kepada pemilik odong-odong.

ADVERTISEMENT

Akan tetapi, setelah beberapa tahun bekerja dengan odong-odong milik orang lain, terbersit dalam pikiran Abdurahman memiliki odong-odong sendiri.

Abdurrahman, tukang odong-odong di Cirebon.Abdurrahman, tukang odong-odong di Cirebon. (Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar)

Karena saat itu Abdurrahman tidak sedang memiliki uang yang cukup untuk membeli odong-odong, ia memutuskan menjual sawahnya di Sumbawa, NTB. Uang dari hasil menjual sawah tersebut, Abdurrahman pakai untuk membeli odong-odong. Sisanya, Abdurrahman gunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

"Ini juga untuk beli odong-odong sampai jual sawah di kampung halaman, di Sumbawa, NTB. Karena saya di sana punya sawah, tapi sama saya nggak digarap-garap, jadi saya jual, lalu beli odong-odong. Di sana, sawah dijual murah, kalau ga salah saya jual sawah tuh dua belas juta," tutur Abdurrahman.

Dalam sehari, rata-rata Abdurrahman bisa mendapatkan puluhan ribu rupiah. Namun saat musim hujan, tak jarang, dalam sehari Abdurahman tidak mendapatkan pemasukan sama sekali.

"Berangkat itu dari jam setengah delapan pagi, pulang sampai rumah pas mau magrib,sehari paling dapat Rp 70.000, pernah juga nggak dapat sama sekali, biasanya pas musim hujan. Untuk kebutuhan sehari-hari, dicukupin sama syukurin saja," tutur Abdurahman.

Menurutnya, salah satu fase paling berat dalam hidupnya adalah ketika masa pandemi Covid-19. Kala itu, di tahun 2020, sekitar beberapa bulan sebelum Covid-19 melanda, Abdurrahman mendapatkan utang dari bank untuk digunakan sebagai modal usaha.

Namun, setelah uang cair, pandemi datang, usaha yang Abdurahman dan istrinya jalani pun mengalami berbagai macam kendala. "Saya sambil jadi tukang odong-odong, itu buka usaha sama istri dari hasil modal dari bank, sebelum Covid pembayaran lancar, tetapi, pas Covid jadi terkendala. Untuk penuhi kebutuhan, sampai sekarang istri masih jualan," tutur Abdurrahman.

Abdurrahman sendiri memiliki tiga anak, yaitu dua anak masih duduk di sekolah dasar, dan anak yang paling besar sudah masuk SMA. Bagi Abdurrahman, meski penghasilannya tidak menentu, ia sangat ingin semua anak-anaknya bisa sekolah sampai perguruan tinggi atau minimal SMA sederajat.

"Harapan saya mah, selagi saya masih ada umur, pengen melihat anak-anak saya bisa pada bisa sekolah dahulu saja, kurang-kurangnya bisalah sampai SMA. Anak saya juga kelihatannya semangat sekolahnya, sering ikut lomba dan berprestasi juga," tutur Abdurrahman.

Abdurrahman mengatakan, salah satu alasan lain kenapa ia bekerja adalah untuk menebus ijazah anaknya yang masih ditahan, karena terkendala biaya.

"Saya mah prinsipnya yang penting anak saya lanjut sekolah, meski ijazahnya yang di MTs itu belum diambil karena belum dibayar, ditambah ini masuk SMA, uang pendaftaran belum lunas. Tapi yang penting anak sudah lanjut sekolah dulu saja," pungkas Abdurohman.

(orb/orb)


Hide Ads