Berkembangnya teknologi telepon seluler menamatkan 'karier' puluhan tahun Babas (61) yang bergelut sebagai loper koran. Sempat menganggur, pria asal Kampung Cikiwul, Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, kini banting setir menjadi jasa pijat keliling.
Teriknya matahari memanaskan aspal di ruas jalan kawasan Cibadak, di antara pepohonan rindang trotoar jalan terlihat pria yang akrab disapa Babas 'Koran' sedang memijat warga, meskipun telah lama menanggalkan pekerjaan sebagai loper koran, istilah yang identik dengan pekerjaannya dahulu masih terbawa di belakang namanya.
"Saya dikenalnya Babas Koran, 'Babas mana oh Babas Koran' pasti orang tahu. Karena dahulu dari tahun 1982 sampai 2010 jualan dan loper koran. Dahulu sehari bisa bawa 500 eksemplar koran, dan selalu habis," kata Babas, saat berbincang dengan detikJabar, Rabu (15/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Babas mengatakan jelang tahun 2010 usahanya meredup seiring masuknya telepon seluler alias handphone atau ponsel. Mudahnya mengakses informasi dijejaring daring meredupkan profesinya, jumlah pelanggannya menurun drastis. Lapak-lapak koran perlahan tumbang, meskipun saat itu masih ada yang bertahan.
"Dulu penghasilan dari koran dapat Rp 30 ribu sehari, jualan koran mulai dari kawasan Cibadak-Palabuhanratu bawa koran 500 eksemplar. Hasil sehari itu bersih segitu, kalau ongkos pulang pergi kan nebeng teman yang kerja di angkutan umum. Kadang sambil berangkat nyambi jadi kondektur," tuturnya.
"Namun ya itu tahun 2010 koran sudah mulai jarang yang beli setelah ada HP. Orang makin mudah mengakses informasi, bertukar informasi, sampai akhirnya saya menganggur, hampir selama 4 tahun," sambung Babas lirih.
Getir menganggur dirasakan Babas, namun ia secepat kilat putar otak. Anak-anaknya kala itu masih ada yang mengenyam pendidikan, ia belajar secara otodidak keahlian yang awalnya hanya iseng semata selama berjualan koran, yakni memijat.
"Dulu ketika jualan koran iseng-iseng suka mijat orang, nah hal itu terus saya seriusin. Mijet kenalan sopir, kondektur siapa saja saya pijat. Banyak yang bilang katanya enak, akhirnya lepas selama 4 tahun itu akhirnya jadi netap jasa pijat," ungkapnya.
Saat ini dalam sehari Babas memijat dua sampai tiga orang, sejumlah tempat ia datangi dengan berjalan kaki. Relasi pertemanan yang memang seabrek, tidak menyulitkan Babas dalam mendapat langganan jasa pijatnya. Bahkan kadang ia menggratiskan jasanya untuk kenalannya.
"Kadang mijat sopir angkot, di Cibadak, Parungkuda, Cicurug, Nagrak, tiap hari jalan kaki. Daerah Kebonpala langganan semua. Sehari dapat tiga orang yang memang khusus berbayar paling sedikit dua orang tapi ada saja setiap harinya. Kalau sopir biasanya saya pijatkan gratis, kasihan yang penting banyak teman," kata Babas.
Rupanya keikhlasan Babas memijat gratis temanya yang berprofesi sebagai sopir angkot berbuah menjadi trik marketing. Iklan mulut ke mulut soal pijatan Babas tersebar, tidak sedikit turis yang direkomendasikan untuk dipijat Babas.
"Sering mijat turis, dikasih uangnya kadang Rp 150 ribu, Rp 100 ribu, paling sedikit Rp 50 ribu. Alhamdulillah rezeki karena banyak teman. Hasilnya cukup untuk keluarga, anak saya 9 orang sudah keluar semua, ada yang bekerja, ada yang sudah menikah dan ada yang masih pesantren pangais bungsu," pungkas Babas menutup perbincangan dengan detikJabar.