Bagi sebagian warga Kabupaten Indramayu, menonton bioskop di daerahnya sendiri hanyalah cerita masa lalu. Sebab, daerah yang dijuluki Kota Mangga ini sudah tak lagi memiliki bioskop.
Meski pada tahun 1990an silam, tempat nonton film itu sempat menjamur di sejumlah tempat di Kabupaten Indramayu. Salah satunya eks bioskop Babah Dewi yang berada di Desa Jatibarang Baru, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu. Bioskop yang dulu sempat jadi favorit bagi sebagian warga itu kini menjadi toko serbaguna.
Syarif Fauzi (36) misalnya, ia mengaku sempat menikmati kehadiran tempat nonton termewah yang ada di Kabupaten Indramayu itu. Bahkan, hampir setiap bulannya, ia sering diajak nonton bioskop di beberapa tempat di Kabupaten Indramayu oleh bapaknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya di bioskop dekat rumah, ia pun sempat menonton sejumlah film di bioskop yang berada di Indramayu kota (Bioskop Angkasa), Karangampel (Bioskop Karangampel), hingga di Kecamatan Sukagumiwang (Bioskop Binaria).
"Dulu saya sering diajak sama bapak pakai sepeda ke bioskop-bioskop itu. Sebulan sekali lah kalau bapak gajian pasti nonton berdua aja sama bapak naik sepeda motor Honda 70," kata Syarif ditemui detikJabar, Senin (29/4/2024).
Dari banyaknya bioskop yang dijumpai Syarif. Bioskop Babah Dewi yang ada di dekat rumahnya itu termasuk tempat nonton termewah. Selain fasilitas nya yang cukup juga letaknya yang strategis.
"Yang paling sering tuh nonton di sini paling 200 meter jalan kaki aja. Tapi kan suasana baru. Fasilitas yang paling bagus tuh si sini. Kalau di Karangampel masih memanjang kursi kalau di sini lebih bagus kursinya. Layarnya juga lebih lebar," gambaran Syarif tentang eks bioskop Babah Dewi.
![]() |
Sambil mencoba mengingat kenangan. Syarif yang ketika itu masih duduk di bangku sekolah dasar mengaku sangat menyukai film bergenre komedi dan horor.
Suasana keseruan menanti film terbaru dirasakannya di tahun 1996 atau 1997 silam. Bahkan, ia dan warga lainnya tak jarang merasakan kecewa karena film yang sudah di iklankan justru tidak datang.
"Yang unik ada istilah film lagi di antar ke sini. Poster yang pakai lukis manual waktu jam tayang sudah ada tapi film belum ada. Jawabnya film lagi di antar. Kalau delay ya pada duduk aja di ruang tunggu. Ada juga yang minta tiket di kembalikan tapi ya nggak bisa," katanya.
Hanya Rp700 perak, warga saat itu bisa menikmati berbagai film di bioskop. Tidak sedikit, warga yang rela mengantre panjang hanya demi menyaksikan film yang disukai nya. "Adanya asongan sama calo aja dulu masih bebas. Dulu kan belum banyak TV jadi ya banyak yang ngantre," ujarnya.
Sampai di satu momen, Syarif ingat satu insiden yang mengakibatkan anak kecil dilarang menonton film bergenre horor. Hal itu terjadi karena kesurupan massal sempat menimpa sejumlah pengunjung sesaat setelah film horor Suzana sedang berlangsung.
"Pernah nonton waktu itu film ratu ilmu hitam kalau gak salah. Sempat ada yang kesurupan juga di dalam. Jadi waktu film di putar langsung diberhentikan karena ada yang kesurupan. Nah sejak saat itu kalau ada film horor, anak kecil gak boleh masuk. Sebelumnya masih boleh," ungkapnya.
Namun sayangnya di akhir tahun 1999 atau awal 2000an bioskop Babah Dewi tutup. Berhentinya pemutaran film itu diawali banyaknya insiden atau peristiwa bentrokan.
"Pas SD saat zaman reformasi itu banyak aksi penjarahan suasana mencekam banyak terjadi keos," katanya.
Suasana ramai eks bioskop Babah Dewi di Jatibarang juga dirasakan Kang Ato. Yaa, penjual mie ayam di wilayah Jatibarang itu pun sempat ketiban rezeki nomplok dari ramainya bioskop.
Kang Ato (52) mengaku sudah menjajaki mie ayam sejak masih bujangan. Sebelum ramai bioskop, tempat yang kini menjadi toserba itu sempat menjadi studio film.
"Kalau tahunnya nggak tahu tapi sekitar 35 tahun lah. Dulu dikenalnya studio film, terus ganti namanya Babah Dewi punya orang Cina.Wih nggak ramai lagi, lumayan istilahnya apalagi kalau malam Minggu," ujarnya.
Mangkal di depan bioskop Babah Dewi sudah jadi kebiasaannya saat itu. Apalagi saat sore hingga malam hari. Mie ayamnya dihabiskan oleh para pengunjung bioskop.
"Kalau siang kan sepi kalau sore baru ramai. Jadi kalau pagi keliling dulu jualannya. Baru mangkal di sini," ucapnya.
Sabtu malam menjadi sasaran empuk bagi Kang Ato. Ramainya pengunjung bioskop Babah Dewi membuat ia harus menambah porsi jualan. Bahkan tak jarang ia mengerahkan tenaga bantuan dari keponakan atau istri untuk membantu melayani pembeli.
Dijelaskan Ato, ketika malam Minggu, banyak pemuda pemudi yang menjadikan lokasi di sekitar bioskop sebagai tempat berkumpul. Sebab ketika itu hampir tidak ada lagi tempat hiburan yang ada di wilayah Jatibarang selain bioskop.
"Sampai 15 kilogram terigu dulu kalau segitu berarti bisa 500 porsi. Karena bikin sendiri. Jadi kita tambah porsi 15 sampai 20 kilogram," kata Ato jelaskan jumlah porsi jualan kala itu.
Kemeriahan itu berjalan cukup lama. Namun, ketika barang elektronik seperti VCD mulai beredar, eksistensi bioskop mulai menurun.
Bahkan bagi Ato, ia terpaksa menjajaki mie ayamnya di tempat lain karena sudah sepi pembeli seiring menurunnya pengunjung bioskop. "Pokoknya sejak ada VCD aja langsung down down jadi pengunjung tuh berkurang. Makanya saya juga dagangnya sempat pindah. Karena kalau sepi kan siapa yang beli. Pas studio bangkrut melayani 30 porsi aja sudah bagus," ungkapnya.
Simak Video "Video: Lucky Hakim Bicara Kronologi Liburan ke Jepang Tanpa Izin Menteri"
[Gambas:Video 20detik]
(dir/dir)