Kenangan Bioskop di Majalengka: Dulu Menjamur, Kini Punah

Kenangan Bioskop di Majalengka: Dulu Menjamur, Kini Punah

Erick Disy Darmawan - detikJabar
Minggu, 28 Apr 2024 15:30 WIB
Cinema theater with Red Seats. Red and empty theater seats in a row
Ilustrasi Bioskop (Foto: Getty Images/iStockphoto/pidjoe)
Majalengka -

Kabupaten Majalengka merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang tidak mempunyai bioskop. Namun sekitar 1950-2000an bangunan bioskop di daerah berjuluk 'Kota Angin' ini cukup menjamur.

Penikmat sejarah sekaligus Ketua Gruop Madjalengka Baheula (Grumala) Nana Rohmana atau akrab disapa Naro mengatakan, dulu bioskop di Majalengka menjamur hampir setiap tempat ada. Bahkan ada juga bioskop yang sampai mempunyai cabang.

"Dulu memang bioskop di Majalengka banyak. Mungkin zaman dulu mah orang yang punya duit bikinnya bioskop gitu," kata Naro saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Naro menyampaikan, bioskop yang pertama kali dibangun di Majalengka adalah bioskop Hollywood. Bioskop ini lokasinya di Jalan KH Abdul Halim atau tepatnya di samping toko elektronik Wijaya.

Bioskop yang dikelola oleh pihak swasta ini dibangun pada tahun 1953. Bioskop ini kerap menampilkan film-film luar negeri.

ADVERTISEMENT

"Bioskop pertama kali dibangun oleh swasta itu bioskop Hollywood. Bioskop Hollywood ini dibangun pada tahun 1953. Bioskop ini biasanya menampilkan film-film impor (luar negeri)," ujar Naro.

Namun seiring berjalannya waktu bioskop ini berganti nama menjadi Istana Bintang. Pergantian nama ini imbas dari panasnya kondisi perpolitikan Tanah Air pada masa pemerintah Presiden Soekarno.

"Tahun 1960 ada kebijakan dari Presiden Soekarno bahwa yang berbau kebarat-baratan harus diganti oleh nama Indonesia. Karena saat itu presiden Soekarno konfrontasi dengan blok Barat, jadi yang berbau kebarat-baratan itu harus diganti katanya. Di tahun itu juga bioskop Hollywood ini diganti nama menjadi bioskop istana bintang," jelas Naro.

Istana Bintang menjadi salah satu bioskop yang paling banyak diminati warga setempat pada saat itu. Bioskop tersebut juga terus berkibar dengan nama barunya. Populernya bioskop Istana Bintang juga menjadi pemicu menjamurnya bioskop-bioskop di Majalengka.

Salah satu bangunan bioskop di Majalengka.Salah satu bangunan bioskop di Majalengka. Foto: Istimewa/Dok Grumala

"Kemudian tahun 70an juga makin menjamur bioskop-bioskop kecil di Majalengka. Ada bioskop Taman Bintang. Nah Taman Bintang ini sudah ada sejak 1960 akhir sampai tahun 70an. Taman Bintang ini tepatnya diatas bungker Goa Jepang, Tonjong," ujar Naro.

Namun usia bioskop Taman Bintang tidak lama. Bioskop itu hanya bertahan sampai tahun 70an. Namun apa penyebab bioskop itu gulung tikar, Naro tidak menjelaskan detailnya.

"Itu (bioskop Taman Bintang) hanya bertahan sampai tahun 70an, bangkrut karena tidak lama," ucap dia.

Naro mengatakan, konsep bangun bioskop jaman dulu beragam. Ada yang konsep kawasan terbuka hingga tertutup. Namun bioskop Taman Bintang itu mengusung konsep terbuka.

Konsep bioskop terbuka ini, warga setempat biasa menyebutnya bioskop Misbar. Atau yang artinya bioskop ini anti hujan.

"Cuma itu bentuknya bukan bioskop tertutup tapi gedung bioskop, kalau dulu mah Misbar (Gerimis Bubar). Bangunannya tuh di benteng, tapi nggak ada atapnya. Jadi kalau ada hujan tuh udah langsung pada bubar jadi disebut Misbar," kata Naro saat menceritakan.

"Kemudian di kota Majalengka ada bioskop lagi di dekat, depan BRI. Tapi lupa lagi namanya. Nah itu juga sama Misbar. Nggak lama (usianya). Kemudian di Kadipaten juga ada bioskop Semaria. Kemudian ada bioskop Serbaguna di Kadipaten. Garuda I juga ada. Galaxy Kadipaten dan Jatiwangi juga ada," sambungnya.

Naro menceritakan, tempat nonton yang sampai mempunyai cabang adalah bioskop Garuda. Bioskop ini lokasinya ada yang di Kadipaten dan di kawasan Majalengka Kota.

"Ada juga bioskop Garuda II. Bioskop itu sekarang menjadi toko Mulawarman. Nah itu dulu mah bioskop Garuda II. Tapi sebelum menjadi bioskop dulu mah panggung sandiwara. Nah itu sudah ada sejak jaman Belanda, saya juga pernah ngalamin tahun 79. Kemudian tahun 1980 diganti menjadi bioskop, dibangun bioskop. Bangunan sudah ada cuma ditambah layar. Itu cabang dari bioskop Garuda, Kadipaten," papar Naro.

Zaman dulu, kata Naro, persaingan bisnis perfilman cukup ketat. Bahkan di tahun 1987 bioskop 'mewah' pernah dibangun dan menyaingi bioskop-bioskop sebelumnya.

"Kemudian tahun 1987, dibangun lah Bioskop Galaxy di dekat Pujasera. Cuma sayang bioskop-bioskop ini, (khususnya) Garuda II jadi ada saingan, munculnya Galaxy ini, jadi akhirnya meredup. Yang ramai akhirnya Galaxy. Bahkan di Galaxy ada studio 1, studio 2. Jadi orang-orang yang punya duit mah nontonnya di studio 2," kata Naro.

Bangunan-bangunan bioskop itu kini hanya menjadi kenangan bagi warga Majalengka. Sebagian bangunan bekas bioskop ada yang di Majalengka sudah dibongkar, namun ada juga yang masih berdiri.

"Bangunan-bangunannya juga banyak yang sudah dibongkar, tapi kalau bioskop yang masih ada dan saya pernah masuk itu di istana bintang. Itu masih ada layar, kursinya masih ada, salon, tulisan istana bintangnya juga masih ada," ujarnya.

Sekedar diketahui, harga tiket nonton bioskop pada masa itu dibandrol mulai harga Rp100 rupiah hingga Rp1.000 rupiah. Harga Rp100 rupiah pada tahun 70an bisa membeli semangkuk Bakso.

"Dulu paling (mahal) bayar Rp1.000. Ada yang Rp250 perak, Rp500 perak. Kadang ada juga yang Rp100 perak, itu tuh bisa bawa 2 orang, sampai 3 orang. Akhirnya muncul istilah Tustai (seratus ngantai)," pungkas Naro.




(dir/dir)


Hide Ads