Di daerah sekitar Lapangan Kebumen, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Terdapat beberapa gedung peninggalan masa Hindia Belanda yang masih berdiri hingga hari ini. Bahkan beberapa gedung masih bisa digunakan untuk berbagai macam keperluan.
Pegiat sejarah dari Komunitas Cirebon History, Putra Lingga Pamungkas menuturkan di daerah sekitar Lapangan Kebumen memang dulunya merupakan pusat dari Keresidenan Cirebon. Jadi tidak mengherankan, jika di sekitar lokasi banyak terdapat bangunan tua bekas peninggalan kolonial Belanda. Beberapa bangunan yang masih dapat dilihat sekarang seperti Gedung Bundar, Gedung sekolah SMPN 14 Kota Cirebon, Gereja Kristen Pasundan, Gereja Santo Yusuf, Kantor Pos, titik 0 Cirebon, Gedung Bank Indonesia dan BAT.
Jarak terdekat dari Lapangan Kebumen ada Gedung Bundar. Seperti namanya, bentuk gedung ini bundar dengan atap kerucut. Di bagian bawah ada ruangan gelap dengan ventilasi udara di kanan dan kiri. Dengan lantai putih dan tembok dalam kondisi yang terkelupas. Atapnya menggunakan genteng berwarna hijau dengan kondisi genting banyak yang hancur. Tepatnya di bawahnya ada pintu kayu berwarna hijau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Lingga, Gedung Bundar digunakan sebagai tempat jaga bagi kantor pusat pemerintahan Residen Cirebon. Sekarang kantor Residen Cirebon sudah tidak ada, sudah dihancurkan dan tanahnya digunakan untuk lapangan basket yang jaraknya tidak jauh dari Gedung Bundar.
"Kemungkinan dihancurkan karena adanya konflik yang menyebabkan kantor Residen Cirebon pindah ke Gedung Negara," tutur Lingga Sabtu (24/2/2024).
Pada masa kolonial, sistem pemerintahan menggunakan residen yang mencakup beberapa wilayah yaitu Cirebon, Kuningan, Indramayu, Majalengka dan Ciamis. Pascakemerdekaan, Gedung Bunder juga pernah digunakan untuk Komando Rayon Militer (Korem) Sunan Gunung Jati Cirebon.
Berpindah dari Gedung Bunder, tepat di samping jalan Lapangan Kebumen. Terdapat bangunan yang dahulu digunakan tempat bersekolah anak-anak usia dini atau setingkat TK dari penduduk Belanda dan keluarga bangsawan pribumi. Sekolah tersebut bernama Europese School. Berdiri pada tahun 1933. Lalu pada tahun ajaran 1922/1933 bangunan resmi menjadi bagian SMPN 14 Kota Cirebon.
Meskipun sudah direnovasi, unsur bangunan kolonial masih terlihat jelas. Nampak di bagian depan, pintu dan jendela besar dengan ventilasi khas zaman kolonial masih dipertahankan. Menurut Lingga banyaknya lubang ventilasi di pintu dan jendela berfungsi sebagai sirkulasi udara. Karena dahulu sistem pendingin ruangan masih belum dikenal di Hindia-Belanda.
Tak jauh dari sekolah, ada Gedung Cipta Niaga yang dibangun tahun 1911 oleh seorang arsitek Belanda dengan gaya Art Deco. Terlihat banyak jendela berjejer di lantai 2. Di bagian atasnya terdapat dudukan bendera yang menjulang tinggi. Dengan atap berbentuk kerucut dan genting berwarna hijau.
Masih menurut Lingga, gedung Cipta Niaga atau internationale merupakan gedung milik perusahaan Belanda yang bergerak dalam bidang perbankan. Sekarang Gedung Cipta Niaga digunakan oleh Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero). Di bagian depan gedung masih tertulis nama perusahaan Belanda, Internationale Crediet & Handelsvereeniging Rotterdam.
Tepat di samping gedung Cipta Niaga, terdapat salah satu gereja tertua di Jawa Barat. Namanya Gereja Kristen Pasundan yang dibangun tahun 1788 oleh keluarga misionaris Belanda, Joachm Wichert dan istrinya Johanna Maria Alting. Di depan gereja ada tiga makam berwarna hitam berukuran besar dengan ukiran tulisan di atasnya. Lingga menuturkan ketiga makam tersebut merupakan makam dari keluarga pendiri gereja.
Di depan pintu masuk gereja, ada sebuah prasasti yang ditulis dalam bahasa Belanda. Menurut Lingga prasasti tersebut berisi tulisan untuk memperingati kematian dari keluarga Maria Joana yang meninggal akibat penyakit kolera. Gereja Kristen Pasundan dibangun dengan gaya European style dengan teras yang terbuat dari beton.
Tidak jauh dari gereja Kristen Pasundan. Terdapat gereja Katolik Santo Yusuf. Didirikan pada tahun 1887 oleh seorang pengusaha pabrik gula yang bernama Louis Theodorus Gonsalves. Dibangun dengan gaya bangunan ala Portugis. Gereja Katolik Santo Yusuf terbagi dalam beberapa ruangan seperti ruang doa, aula, tempat pertemuan dan taman doa.
Di taman doa terdapat patung bunda Maria, digunakan oleh umat luar kota yang ingin berdoa. Di bagian kolam ada batu yang tertulis nama umat kristen Katolik yang telah meninggal. Di ruang utama gereja terdapat banyak lampu gantung dan sebuah prasasti dekat pintu masuk tentang pendirian gereja. Di Jawa Barat Gereja Katolik Santo Yusuf dinobatkan sebagai gereja katolik tertua di Jawa Barat.
![]() |
Menyeberang Jalan Yos Sudarso, ada sebuah Kantor Pos Cirebon yang berdiri tahun 1906. Berdirinya Kantor Pos Cirebon, tidak lepas dari adanya Jalan Anyer Panarukan yang dibangun oleh Daendels. Menurut Lingga bangunan kantor pos sekarang adalah bangunan kedua. Untuk bangunan pertama, usianya jauh lebih tua yaitu dibangun pada tahun 1810.
"Jadi ada jeda sekitar 100 tahun. Dibangunnya bersamaan dengan jalur Deandles yang berfungsi sebagai tempat komunikasi antarkota," tutur Lingga.
Tepat di depan Kantor Pos, terdapat kontak surat dan titik 0 kilometer Cirebon. Menurut Lingga pembangunan titik 0 kilometer di setiap kota selalu dekat dengan kantor Pos. Titik 0 Cirebon, bentuknya mirip tugu kecil dengan tulisan Km.Cn O, Lsr 32, Imu 56. Tulisan tersebut menunjukkan jarak antarwilayah seperti Losari 32 kilometer, Indramayu 57 kilometer dan Cirebon 0 kilometer.
Di samping kantor pos, terdapat bangunan Bank Indonesia atau De Javasche Bank ke 5 peninggalan Hindia Belanda. Berdiri tahun 1919 oleh Arsitek Belanda FD Cuypers & Hulswit dengan gaya Art Deco. Digunakan sebagai kantor bank sentral untuk mengendalikan ekonomi di Cirebon.
Karena keindahan arsitekturnya, Gedung Bank Indonesia Cirebon pernah diabadikan dalam pecahan uang kertas Rp 500 dan dinobatkan sebagai gedung kolonial tercantik di Indonesia. Gedungnya sendiri berwarna putih sebagai warna dominan. Dengan tulisan Bank Indonesia di bagian depan. Di atas tulisan ada sebuah balkon. Jendela bagian belakang menghadap langsung ke pantai Kejawanan.
Menurut Lingga, di bagian dalam juga terdapat bungker tempat menyimpan uang. Sekarang Bank Indonesia sudah tidak digunakan oleh sebagai kantor dan beralih fungsi sebagai perpustakaan Bank Indonesia.
Munculnya beberapa bank besar Hindia Belanda di Cirebon seperti Internationale, NHM dan Escompto Bank. Tak lepas dari kondisi geografis Cirebon yang dekat dengan pelabuhan dan berada di jalur pantura. Pada masa kolonial banyak produk sumber daya alam Cirebon yang diekspor keluar seperti tebu, gula, dan rempah. Hal ini membuat Cirebon menjadi kota penting pada masanya.
Tidak jauh dari gedung Bank Indonesia, terdapat reruntuhan bangunan tempat pompa air pengendali banjir di era Kolonial Belanda. Konon pompa tersebut hanya ada 3 di dunia. Yakni, di Amsterdam, Manchester dan Cirebon.
Namun nahas, pompa yang bernama pompa Rol Ade Irma Suryani sudah tidak ada lagi di tempatnya alias hilang, sekitar tahun 2019. Hingga sekarang pompanya masih belum diketahui secara pasti di mana keberadaanya. Tersisa hanya reruntuhan bangunan yang lapuk dimakan usia.
"Tentu ini menjadi satu cerita miris tentang cagar budaya di Cirebon," tutur Lingga.
Tidak jauh dari pompa rol yang hilang, terdapat sebuah gedung yang sekarang menjadi kantor cabang salah satu bank BUMN. Sebelumnya, pada masa kolonial gedung tersebut menjadi kantor bank Escompto, salah satu bank dari tiga bank terbesar di Hindia Belanda. Dibangun 1920 M, Bergaya Art Deco yang terdiri dari banyak pilar dan jendela, dengan warna dominan putih.
"Kalau bangunan yang dibangun tahun 1920-an itu Art Deco. Tapi kalau di bawah 1900 itu mayoritas bergaya Indis seperti Gedung Negara. Art Deco itu cirinya kebebasan," kata Lingga.
Dari gedung Escompto Bank, berlanjut ke Gedung British American Tobacco atau BAT. Letaknya di samping monumen kereta Pedati Gede. Terlihat di bagian depan gedung tulisan Anno 1924, yang menjadi tanda berdirinya gedung. Pada masanya gedung BAT berfungsi sebagai pabrik rokok yang cukup terkenal.
Hingga sekarang gedung BAT masih berdiri kokoh dan dijadikan sebagai tempat anak muda Cirebon nongkrong di malam hari. Di bagian ujung BAT, ada tiang yang terbuat dari besi. Pada era kolonial digunakan untuk mengirim sinyal pos, telegraf dan telepon. Itulah beberapa bangunan bersejarah di kota tua Cirebon. Semoga bermanfaat.
(sud/sud)