Masjid Merah Panjunan di Cirebon merupakan masjid bersejarah peninggalan Syekh Syarif Abdurrahman. Ada beberapa keunikan yang ada di masjid tersebut.
Masjid Merah Panjunan terletak di tengah permukiman warga yang dikenal Kampung Arab di Jalan Panjunan, Kecamatan Lemahwunguk, Kota Cirebon. Statusnya yang bersejarah membuat masjid ini ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Kota Cirebon.
Masjid ini dibangun pada tahun 1480 M oleh Syek Syarif Abdurrahman atau dikenal Pangeran Panjunan. Mulanya, Pangeran Panjunan mendirikan sebuah musala dengan arsitektur Arab dan Tiongkok.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Musala tersebut sengaja didirikan oleh Syarif Abdurrahman sebagai tempat ibadah bagi keturunan Arab yang datang ke Cirebon untuk berdakwah ataupun berdagang.
![]() |
Lama-kelamaan musala tersebut berubah menjadi sebuah masjid dengan warna merah sebagai warna dominan. Sehingga sering dikenal juga sebagai Masjid Merah Panjunan.
Menurut Pengurus Masjid Merah Panjunan Muhammad Irfan diambilnya warna merah sebagai warna dasar menunjukkan keberanian untuk mengatakan hal yang benar.
"Amar makruf nahi mungkar. Kalo ada yang salah yah harus di benarkan," kata Irfan belum lama ini.
Baca juga: Petaka Wabah Cacar Melanda Cirebon |
Di bagian dinding masjid terdapat banyak ornamen keramik Cina yang ditempelkan yang menambah keunikan dari Masjid Merah Panjunan. Menurut Irfan banyaknya keramik Tiongkok tersebut sebagai peninggalan dari Putri Ong Tien yang merupakan istri dari Sunan Gunung Jati.
Di bagian depan masjid ada sebuah ruangan yang dibuka dua kali dalam setahun yaitu pada saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Konon ruangan tersebut dulunya digunakan sebagai tempat para wali untuk bermusyawarah dan mengesahkan sesuatu sebelum adanya Masjid Sang Cipta Rasa.
"Dulu sebelum adanya Masjid Sang Cipta Rasa, Masjid Merah Panjunan dipakai sholat jumat sampai ngga muat. Akhirnya dibuatlah Masjid Sang Cipta Rasa," tutur Irfan.
Karena keramatnya ruangan tersebut, Menurut Irfan pernah ada seseorang yang memaksa masuk ruangan diluar waktu yang telah ditetapkan, tidak lama kemudian orang yang masuk ruangan tersebut jatuh sakit.
Sebelum masuk ruangan keramat ada sebuah pintu kecil dengan warna emas di sekelilingnya. Yang menandakan siapapun yang ingin masuk harus menundukkan kepalanya terlebih dahulu untuk menghilangkan sifat sombong dalam diri manusia.
![]() |
Masjid Merah Panjunan memiliki 17 tiang sebagai penyangga yang bermakna 17 rakaat salat. Sebelum masuk area masjid terdapat gapura kembar yang diikuti oleh barisan pagar yang tersusun dari bata merah dengan ornamen ukiran tiongkok.
Sosok Syekh Syarif Abdurrahman atau Pangeran Panjunan
Syekh Syarif Abdurrahman merupakan tokoh penyebar agama Islam yang lahir dari seorang ayah yang bernama Syekh Datuk Kahfi dari istrinya yang bernama Syarifah Halimah putri dari Ali Nurul Alim yang merupakan putra dari Jamaludin Akbar Al Husain.
Syekh Syarif Abdurrahman juga dikenal juga sebagai Pangeran Panjunan yang berasal dari kata anjun yang berarti gerabah atau tembikar. Julukan ini disematkan karena keahlian dari Syekh Syarif Abdurrahman sebagai pembuat gerabah yang ulung.
Keahlian dalam membuat gerabah ia sebarkan juga kepada penduduk sekitar sehingga banyak penduduk di sekitar masjid yang berprofesi sebagai pembuat gerabah. Namun sekarang para pengrajin gerabah sudah tidak lagi karena tergantikan oleh pertokoan sejak zaman kolonial Belanda.
Syekh Syarif Abdurrahman atau Pangeran Panjunan memiliki beberapa saudara seperti Syekh Abdurrahim yang bergelar Pangeran Kejaksan, Fatimah yang dikenal dengan Syarifah Bagdad dan yang keempat Syekh Datul Kahfi.
Pangeran Panjunan menikah dengan Matasari seorang putri dari Keraton Japura. Dari pernikahannya dengan Matasari ia memiliki seorang anak bernama Pangeran Pamelekaran yang nantinya memiliki seorang anak yang bernama Pangeran Santri yang menjadi penguasa Kerajaan Sumedang Larang. Dari istrinya yang berasal dari Banten, Pangeran Panjunan memiliki bernama Pangeran Tubagus Angke.
(dir/dir)