Kisah Perajin Rumah Arwah di Cirebon, Bertahan Meski Sepi Pesanan

Kisah Perajin Rumah Arwah di Cirebon, Bertahan Meski Sepi Pesanan

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Minggu, 26 Jan 2025 07:30 WIB
Acin di depan rumah arwah dan suasana pembuatan rumah arwah
Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar
Cirebon -

Di sudut gang di Kebon Pring, Kecamatan Pekalipan, Kota Cirebon terdapat sebuah rumah sederhana yang menjadi tempat produksi rumah arwah atau gin swa. Perajin sekaligus pemilik rumah produksi gin swa, Sukeiwan Pranoto atau biasa akrab dipanggil Acin Ley (50) menceritakan perjalanan keluarganya memproduksi rumah arwah.

Acin Ley meneruskan bisnis keluarganya. Awalnya, produksi rumah arwah didirikan oleh kakeknya yang bernama Tjongkanyung, lalu diteruskan oleh anaknya, Akiat dan setelah Akiat meninggal diteruskan lagi oleh Acin Ley sampai sekarang.

"Saya generasi ketiga, pertama engkong saya, terus ayah saya, dan sekarang dipegang sama saya. Di sini namanya tukang Gin Swa Akiat untuk di Cirebon, dulu sempat ada di Pamujudan, cuman sekarang sudah nggak ada yang meneruskan, jadi tinggal di sini, " tutur Acin, Jumat (24/1/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Acin memaparkan, rumah arwah sendiri merupakan benda tradisi Tionghoa yang diperuntukkan untuk orang yang sudah meninggal. Menurutnya, rumah arwah merupakan bentuk bakti terakhir dari keluarga kepada orang yang sudah meninggal.

"Ini budaya, tradisi dari orang Tionghoa yang sudah ratusan tahun ada, dipercayai bisa buat rumah untuk leluhur yang sudah meninggal, ibaratnya kayak bakti kepada leluhur atau orang tua yang sudah meninggal," tutur Acin.

ADVERTISEMENT

Acin memaparkan, untuk satu paket rumah arwah sendiri berisi beberapa item pendukung lain, seperti tandu, perahu dan beberapa peralatan rumah lain. Semuanya dipersembahkan untuk leluhur yang sudah meninggal. Untuk satu paket rumah arwah, Acin hargai sekitar Rp 7.000.000. Namun, masih bisa dinego sesuai kemampuan pembeli.

Dalam prosesnya, lanjut Acin, nantinya rumah arwah akan dibakar, namun, sebelum dibakar dilakukan prosesi sembahyang terlebih dahulu oleh para keluarga, setelah selesai, baru proses pembakaran rumah arwah dilakukan. Untuk setiap rumah arwah yang digunakan, oleh Acin akan diberi kuitansi dan surat khusus yang menjadi tanda pengenal sang pemilik gin swa.

"Ini kan tradisi yang sudah jalan ratusan tahun lalu, sebelum dibakar, ada ritual dulu di rumah duka oleh keluarga. Nanti juga diberi kayak kuitansi dan surat tanah yang ada segelnya, yang jadi tanda pemilik gin swa, nah itu didukung oleh ritual, kepercayaan kita bahwa nanti itu sampai ke orang yang sudah meninggal," tutur Acin.

Untuk proses pembuatan rumah arwah sendiri membutuhkan waktu sekitar 2 pekan. Dalam mengerjakan rumah arwah, Acin dibantu dengan 2 orang pegawai yang juga sudah puluhan tahun bekerja sebagai perajin rumah arwah.

"Pembuatan 2 minggu, untuk warnanya bisa ditentukan sama kita. Di sini ada dua pegawai semuanya juga sudah lama, sudah ada dari zaman ayah saya," tutur Acin.

Tidak seperti dahulu, menurut Acin, sekarang peminat rumah arwah semakin sedikit. Penyebabnya, karena orang Tionghoa sekarang banyak yang belum tahu tentang tradisi rumah arwah atau gin Swa.

"Dulu dalam waktu sebulan tuh, ada saja yang pesen gin swa, tapi sekarang sudah jarang, dalam sebulan juga pernah nggak ada yang pesan sama sekali, soalnya kalau tradisi kayak gini yang banyak tahu tuh, orang Tionghoa dulu. Tapi saya memaklumi namanya juga kan tradisi untuk orang meninggal," tutur Acin.

Walaupun tidak sebanyak dulu, tapi Acin masih menerima orderan rumah arwah dari Klenteng Tegal, Jawa Tengah, yang sudah lama menjadi pelanggan setia Acin. Menurutnya, pesanan rumah arwah akan meningkat saat ada perayaan Cheng Beng, yakni perayaan untuk menghormati leluhur yang sudah meninggal.

"Pesanan paling jauh dari Jawa Tengah, kebetulan kalau di Jawa Tengah kita punya channel Klenteng Tegal yang sudah langganan pesan alat-alat tradisi di sini. Paling kalau lebih ramainya sih pas hari Ceng Beng," tutur Acin.

Meskipun sepi, tapi Acin masih akan tetap menjadi perajin rumah arwah. Alasannya, karena ia ingin tetap melestarikan tradisi usaha yang telah dilakoni keluarganya secara turun temurun.

"Karena panggilan saya ngerasa ini harus dilanjutkan, apalagi saya senang jadi perajin ini, sudah dari kecil saya belajar kayak gini. Kalau untuk bicara zaman sekarang, memang sepi, tapi yah dijalani dan disyukuri saja, namanya usaha," pungkas Acin.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads