Kisah Eksekusi Mati Syekh Siti Jenar di Masjid Sang Cipta Rasa

Kota Cirebon

Kisah Eksekusi Mati Syekh Siti Jenar di Masjid Sang Cipta Rasa

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Jumat, 26 Jan 2024 15:00 WIB
Masjid Sang Cipta Rasa Kota Cirebon.
Masjid Sang Cipta Rasa Kota Cirebon. Foto: Koleksi digital Universiteit Leiden
Cirebon -

Syekh Siti Jenar merupakan tokoh yang penuh kontroversi. Lahir sekitar tahun 1426 M di Cirebon dengan nama Sayyid Hasan Ali Al Husaini. Dengan nama Sayyid di bagian depan, menunjukkan Syekh Siti Jenar merupakan keturunan dari Rasulullah SAW.

Ayah Syekh Siti Jenar bernama Syekh Datuk Saleh yang merupakan seorang penyebar agama Islam dari Malaka yang pindah ke Cirebon. Sesampainya di Cirebon, Syekh Datuk Saleh bertemu dengan Syekh Datuk Kahfi yang merupakan putra dari saudara kandungnya Syekh Datuk Ahmad.

Di Cirebon, Syekh Siti Jenar tinggal dan belajar di pesantren Amparan Jati. Untuk memperdalam ilmu makrifat, Syekh Siti Jenar keluar dari pesantren Amparan Jati dan mulai berkelana mencari guru dalam perjalanan spiritualnya. Konon, ia berguru kepada petapa Hindu bernama Samsitrawatah. Di sana ia belajar tentang cara melebur dengan jiwa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilansir dari buku Biografi Lengkap Syekh Siti Jenar karya Sartono Hadisuwarno. Pada saat berguru kepada petapa Hindu Samsitrawatah, Syekh Siti Jenar tidak mendapatkan ilmu makrifat yang ia cari. Hal ini membuat Syekh Siti Jenar pergi ke Palembang untuk belajar ilmu kebatinan kepada Arya Damar yang merupakan merupakan murid dari Syekh Maulana Ibrahim as-Samarqandi atau Sunan Gresik.

Oleh Arya Damar, Syekh Siti Jenar diajak dalam sebuah perjalanan spiritual menembus langit dan bumi untuk melihat bertemu makhluk lain ciptaan Allah SWT. Perjalanan spiritual bersama Arya Damar membuat Syekh Siti Jenar semakin yakin atas kebesaran Allah.

ADVERTISEMENT

Beberapa tahun kemudian Syekh Siti Jenar melaksanakan ibadah haji. Pada saat di Makkah Syekh Siti Jenar bertemu dengan Syekh Bayanullah putra dari saudara ayahnya Syekh Datuk Ahmad.

Di Makkah tepatnya di Gunung Uhud, Syekh Siti Jenar juga bertemu dengan para wali dari tarekat Syattariyah. Oleh para wali yang datang Syekh Siti Jenar diangkat sebagai anggota baru tarekat Syattariyah. Ajaran tarekat Syattariyah ini yang membuat Syekh Siti Jenar dianggap sebagai ajaran sufi yang menyimpang yang disebarkan kepada golongan awam di Jawa.

Pada saat kembali ke Jawa Syekh Siti Jenar heran melihat perkampungan Amparan Jati Cirebon yang dahulu ia tinggali sudah menjadi ramai. Oleh Syekh Datuk Kahfi, Syekh Siti Jenar diminta untuk mengajari murid-muridnya. Sejak saat itu Syekh Siti Jenar menyebarkan ajaranya di tanah Jawa.

Seiring berjalanya waktu, murid Syekh Siti Jenar semakin banyak. Hal ini membuat wali sanga khawatir akan ajaran yang disebarkan oleh Syekh Siti Jenar yang mengaku dirinya Tuhan lewat ajaran Manunggaling Kawula Gusti atau kesatuan makhluk dengan pencipta. Oleh Wali Sanga ajaran ini dianggap membahayakan bagi masyarakat jawa yang baru mengenal agama Islam.

Apalagi pada saat itu banyak murid dari Syekh Siti Jenar merupakan orang berpengaruh seperti Ki Ageng Pengging atau Raden Kebo Kenanga anak dari Prabu Brawijaya Raja Kerajaan Majapahit.

Karena kekhawatiran tersebut para Wali Sanga bersepakat untuk memanggil Syekh Siti Jenar agar mengklarifikasi ajaran yang telah disebarkan. Salah satu versi menyebutkan Syekh Siti Jenar dipanggil dan dieksekusi oleh wali sanga di Masjid Pakungwati, yang sekarang dikenal dengan Masjid Sang Cipta Rasa Karaton Kasepuhan.

Eksekusi Mati

Kepala Informasi dan Pariwisata Keraton Kasepuhan Iman Sugiman menuturkan eksekusi mati Syekh Siti Jenar konon dilakukan di Masjid Sang Cipta Rasa oleh Sunan Gunung Jati sebagai eksekutor. Masjid Sang Cipta Rasa dibangun pada tahun 1480 M oleh Sunan Kalijaga bersama lima ratus orang yang didatangkan Majapahit, Demak dan Cirebon.

Pada saat dieksekusi, Sunan Gunung Jati menggunakan keris khusus yang bernama Keris Kantanaga. "Saat dieksekusi darahnya ke tanah, jadi tanahnya merah. Sehingga dijuluki Siti Jenar. Siti itu tanah, Jenar itu merah atau lemah abang, " kata Iman beberapa waktu lalu.

Masih menurut Iman setelah dieksekusi Syekh Siti Jenar dimakamkan tidak jauh dari keraton yang sekarang bernama Kemlaten. Ada juga yang menyebutkan pasca-dimakamkan di Kemlaten, jasad Syekh Siti Jenar dipindah ke Jawa Tengah. Dalam versi lain juga disebutkan Sunan Gunung Jati menyembunyikan jasad Syekh Siti Jenar di Kesunean yang berarti persembunyian. Sekarang Kesenuan menjadi nama sebuah daerah di kota Cirebon.

"Jadi memang versinya macam-macam," tutur Iman.

Sebelum dieksekusi Syekh Siti Jenar sempat beberapa kali menolak untuk dipanggil ke dewan wali sanga. Dikisahkan ketika Sunan Kudus meminta Ki Badiman untuk memanggil Syekh Siti Jenar. Ia menolak untuk datang dengan alasan tidak ada Siti Jenar, yang ada Allah.

Mendapatkan jawaban tersebut Ki Badiman menimpali Allah dipanggil dewan wali, Siti Jenar kemudian menjawab Allah tidak ada, yang ada Siti Jenar.

Tidak kehilangan akal Ki Badiman kembali berkata Allah dan Siti Jenar dipanggil dewan wali. Akhirnya Syekh Jenar pun mau datang ke pengadilan dewan wali.

Ada juga versi lain lagi yang menyebutkan tempat Syekh Siti Jenar meninggal di Masjid Demak. Pada saat berdebat dengan para wali Syekh Siti Jenar memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan menahan napas. Konon ketika sudah meninggal jasad Syekh Siti Jenar mengeluarkan cahaya dan berbau wangi.

Karena ditakutkan setelah kematian Syekh Siti Jenar akan banyak orang yang mengikuti ajarannya. Oleh para wali, Syekh Siti Jenar dimakamkan di bawah masjid Demak dan keranda jenazahnya dimasukan bangkai anjing yang kudisan, sebagai ganti jasad Syekh Siti Jenar.

Sebagai seorang yang penuh kontroversi, Syekh Siti Jenar memiliki beberapa nama lain seperti San Ali, Sunan Jepara, Syekh Lemah Abang, Sitibrit, Syekh Jabarantas dan Syekh Abdul Jalil.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads