Salah satu olahan makanan khas Cirebon adalah terasi atau biasa dikenal juga dengan belacan. Terasi merupakan bahan tambahan untuk bumbu masakan yang terbuat dari udang rebon atau ikan yang telah difermentasikan. Terasi juga merupakan bahan dari sambal sebagai lauk tambahan dalam makanan.
Orang Cirebon yang merupakan warga pesisir, sejak dahulu telah mengenal olahan makanan terasi yang berbahan ikan dan udang. Di Cirebon terasi dibuat dari udang rebon, jenis udang yang kecil-kecil dan banyak ditemui di pesisir Cirebon.
Salah satu bukti bahwa masyarakat Cirebon sudah sejak dahulu membuat terasi adalah adanya alat pembuat terasi pertama yang ada di Cirebon. Alat pembuat terasi tersebut dinamakan dengan Lumpang dan Alu Watu. Kedua alat tersebut masih tersimpan dengan baik di Keraton Kanoman Cirebon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lumpang dan Alu Watu terletak di bagian depan Keraton Kanoman dekat dengan alun-alun Kanoman yang ada di belakang pasar Kanoman. Menurut sejarawan dan Tim Pustaka Wangsakerta Keraton Kanoman Farihin, awalnya situs lumpang alu merupakan peninggalan leluhur yang merupakan perlambang dari seorang Dewa yang menjadi istri dari Dewa Siwa yang bernama Dewi Durga.
"Lumpang dan alu peninggalan dari Ki Danu Sela atau Gede Alang-Alang," tutur Farihin beberapa waktu lalu.
Seiring berjalanya waktu batu lumpang alu diperkenalkan kepada masyarakat Cirebon sebagai alat penumbuk Pangeran Cakrabuana atau Pangeran Walangsungsang untuk membuat terasi. Di papan mama depan situs tertulis Lumpang dan Alu Watu sebagai alat untuk menumbuk rebon yang digunakan oleh Raden Walangsungsang dan Ratu Rarasantang.
Lumpang dan Alu Watu berbentuk batu yang di dalamnya. Ada lubang untuk menumbuk serta batu yang berbentuk lonjong seperti alat penumbuk. Di sekitar Situs Lumpang Alu Watu telah dikelilingi oleh pagar besi dengan pintu yang terkunci.
Farihin juga menuturkan lumpang alu juga pernah dijadikan sebagai sebuah simbol dari agama awal di Tanah Samiddha. Diceritakan pada saat Bhatari Stri Prathiwi wafat yang merupakan istri dari Prabu Sri Jayabhupati seorang raja dari Kerajaan Singhapura. Tepat di atas pusaran makam Bhatari Stri Prathiwi diletakkan sebuah batu lumpang atau Yoni.
"Dari sinilah istilah Cirebon itu muncul yaitu dari bahasa Sunda Kuno, Cere-ibu-an yang berarti tanda wilayah ibu," kata Farihin.
Pada masa anak angkat Ki Danusela yaitu San Ali datang dari Baghdad. Beliau memindahkan lumpang alu di suatu tempat di Kerajaan Japura yang merupakan sebuah wilayah yang diberikan oleh Pangeran Walangsungsang.
Batu lumpang dan alu juga pernah dipindahkan. Namun sebelum dipindahkan disucikan terlebih dahulu di tempat di mana sekarang batu lumpang alu berada.
Bagi yang ingin melihat langsung bentuk dari alat pembuatan terasi di zaman dahulu. Dapat langsung mendatangi Keraton Kanoman yang ada di Jalan Kanoman Lemahwungkuk Kota Cirebon.
(sud/sud)