Kelom geulis merupakan salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) asal Kota Tasikmalaya yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Kerajinan sandal perempuan berbahan kayu ini ditetapkan sebagai WBTB sejak tahun 2016 silam dan masuk dalam kategori kemahiran dan kerajinan tradisional.
Kelom adalah bahasa Sunda dari sandal perempuan model wedges alias sandal dengan permukaan bagian bawah yang lebar dan tinggi sehingga bisa membuat penggunanya terlihat semampai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara geulis adalah bahasa Sunda yang berarti cantik, sehingga kelom geulis dapat dimaknai sandal cantik, atau sandal yang bisa membuat penggunanya terlihat cantik.
Kelom geulis telah menjadi ikon atau identitas bagi Kota Tasikmalaya. Bentuk kelom geulis bahkan menjadi desain tempat duduk di semua ruang publik yang ada di Kota Tasikmalaya.
Salah satu bentuk kerajinan dan kreativitas masyarakat Tasikmalaya ini, pernah menjadi penopang kehidupan bagi ribuan masyarakat. Di masa lalu, kelom geulis pernah menjadi tren fesyen perempuan Indonesia yang bertahan dalam rentang beberapa dekade.
Sandal berbahan kayu buatan urang Tasik ini menyebar ke seantero Nusantara. Para perajinnya banyak yang merasakan puncak kesuksesan meraup cuan dengan nilai signifikan.
Seiring perjalanan waktu, dinamika dunia usaha, dan perkembangan zaman telah menimbulkan pasang surut bagi bisnis kelom geulis. Pangsa pasar kelom geulis tak sehebat dulu lagi. Persaingan produk sejenis dan perubahan tren fesyen, menjadi dua dari banyak tantangan yang dihadapi para perajin kelom geulis Tasikmalaya.
Meski demikian, sederet tantangan itu tak membuat bisnis ini terhenti. Hingga kini masih ada ratusan perajin kelom geulis Tasikmalaya yang berdiri tegak menekuni usaha ini. Mereka mayoritas berada di wilayah Kecamatan Tamansari dan Cibeureum. Para perajin ini cukup tahan banting dan punya segudang cara untuk menghadapi tantangan usaha yang dilakoninya.
"Kelom geulis masih bertahan dan Insya Allah akan terus ada. Bukan sebatas ladang usaha, tapi ini warisan dari leluhur kami," kata Ani Durotunsaniyah (34), perajin kelom geulis di Kelurahan Sukahurip, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya, Kamis (2/11/2023).
Ani mengakui sebagai bagian dari produk fesyen, pasang surut bisnis kelom geulis adalah hal yang lumrah. Terlebih di era perdagangan bebas seperti saat ini.
"Bedanya kalau sebelum tahun 2000-an permintaan pasar itu stabil. Penjualan kelom ramai terus, setelah tahun 2000-an baru ada pasang surut," kata Ani.
Situasi pasang atau masa marema terjadi ketika tren fesyen alas kaki perempuan mengarah ke kelom geulis. Ani mengatakan misalnya pada tahun 2010 sampai 2013 ketika kelom geulis kembali hits. Seketika itu pula para perajin bergairah dan penjualan meningkat signifikan. "Kalau tak salah saat itu tren kelom model Lingling dan Cutbray lagi musim, penjualan meningkat," kata Ani.
Selepas rentang waktu itu penjualan kembali landai. Banyak perajin yang setop produksi, meski beberapa lainnya tetap bertahan. Semula perajin kelom geulis di Kelurahan Sukahurip mencapai ratusan orang, tapi kini susut menjadi sekitar 50 perajin saja.
"Sebenarnya kalau bicara kelom geulis peluang pasar selalu ada, tapi kadang besar, kadang kecil. Sehingga perajinnya juga ada yang bisa bertahan ada juga yang tidak," kata Ani. Mereka yang bertahan menurut Ani adalah perajin yang bisa menembus pasar online dan melayani permintaan retail.
Dia juga memaparkan kelom geulis memiliki banyak model seperti model lingling, kelom cutbray, kelom airbrush, kelom ukir, kelom bungkus dan lainnya. Salah satu model yang bertahan adalah kelom ukir dan airbrush serta kelom bungkus atau yang dikenal dengan sebutan wedges. "Yang bertahan kelom ukir, sampai sekarang masih tetap laku, walau pun tak sehebat dulu," kata Ani.
Para perajin yang bertahan hingga kini menurut dia punya banyak strategi yang dilakukan. Jika hanya fokus di produksi kelom geulis mereka akan kesulitan, sehingga banyak yang memproduksi sandal jenis lain. Ada yang memproduksi sandal jepit, sandal gunung hingga kelom setengah jadi.
"Banyak jenis produk alternatifnya, sandal jepit ukir, sandal gunung atau sandal yang bukan bahan kayu," kata Ani. Selain itu ada juga yang memproduksi sandal kayu setengah jadi untuk bahan wedges. Berbeda dengan kelom geulis, sandal setengah jadi itu umumnya terbuat dari kayu biasa atau kayu albasia.
"Karena bahan untuk wedges atau kelom bungkus, kelom setengaj jadi itu terbuat dari kayu biasa agar ringan. Ini berbeda dengan kelom geulis ukir yang mayoritas terbuat dari kayu mahoni," kata Ani.