Sega Jamblang atau nasi jamblang merupakan salah satu sajian kuliner khas Cirebon yang cukup populer. Rasanya yang nikmat dan harganya yang cukup terjangkau membuat nasi jamblang banyak digemari oleh berbagai kalangan masyarakat.
Sekadar diketahui, Sega jamblang menjadi satu dari 13 karya budaya di Jawa Barat yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun 2023.
Di Cirebon sendiri, ada banyak penjual nasi jamblang. Baik yang berupa warung sederhana maupun rumah makan modern. Jadi, bukan hal sulit untuk menemukan penjual nasi jamblang saat berkunjung ke Cirebon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun dari banyaknya warung atau rumah makan yang menjual nasi jamblang, ada satu yang cukup legendaris. Warung makan tersebut bernama Nasi Jamblang Tulen yang kini dikelola oleh sepasang suami-istri Yogi (49) dan Rini Budiati (48).
Mereka merupakan generasi ke lima yang menjalani usaha turun temurun dari perintis pertama pembuat nasi jamblang, yakni H Abdulatif dan istrinya Ny Tan Piaw Lun atau Mbah Pulung.
detikJabar sempat menyambangi warung Nasi Jamblang Tulen yang beralamat di Desa Kasugengan Lor, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon. Dilihat dari fasad depan, rumah makan itu sama seperti rumah makan pada umumnya.
Pada bagian depannya terdapat tulis Nasi Jamblang Tulen yang menjadi merk dagang dari rumah makan tersebut. Saat memasuki warung makan itu, ada banyak lauk pauk yang tersedia di atas meja. Lauk pauk itu antara lain mulai dari sambal goreng, tempe goreng, sayur tahu, pepes jamur, dan masih banyak lagi.
Kemudian, di salah satu bagian dinding di dalam warung makan itu, terpampang sebuah foto yang menampilkan gambar sepasang suami-istri. Mereka adalah Kusdiman dan Hj Tien Rustini. Mereka merupakan orang tua dari Yogi yang sebelumnya mengelola rumah makan Nasi Jamblang Tulen.
Di era mereka juga lah warung makan tersebut diberi nama Nasi Jamblang Tulen. Selain menampilkan gambar Kusdiman dan Hj Tien Rustini, pada foto itu juga terdapat sebuah tulisan yang menjelaskan tentang sejarah singkat dari nasi jamblang.
Jadi, selain bisa menikmati nasi jamblang dengan berbagai macam lauk pauknya, pengunjung juga bisa menambah wawasan tentang asal usul lahirnya nasi jamblang khas Cirebon.
Bicara soal menu nasi jamblang di rumah makan ini, ada beragam lauk pauk yang tersedia. Dan yang menjadi ciri khas dari nasi jamblang ini adalah daun jati yang digunakan sebagai pembungkus nasi.
Hingga saat ini, cara-cara itu masih dipertahankan oleh Yogi bersama istrinya Rini Budiati yang kini mengelola warung makan Nasi Jamblang Tulen. Nasi yang disediakan bagi para pengunjung masih dibungkus dengan menggunakan daun jati.
"Kalau pakai daun jati nasi jadi lebih pulen, lebih awet dan lebih tahan lama," kata Rini saat berbincang dengan detikJabar baru-baru ini.
Setiap satu bungkusnya, ukuran nasi di warung nasi jamblang umumnya hanya sekepal tangan. Sehingga bagi orang-orang yang ingin menikmati makanan ini, biasanya akan menghabiskan minimal dua bungkus nasi.
Menurut Rini, dari sekian banyaknya lauk pauk yang tersedia, salah satu yang tidak boleh terlewat saat ingin menikmati nasi jamblang adalah sambal goreng.
"Sambal jamblang yang pasti yang jadi ciri khasnya. Terus juga ada daging laos. Terus kalau di sini itu yang jadi best sellernya itu sayur tahunya," kata Rini.
Sejarah Nasi Jamblang
Sebagai informasi, nasi jamblang merupakan salah satu sajian kuliner khas Cirebon yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Dikutip dari laman Disbudpar Kabupaten Cirebon, sega jamblang merupakan sajian kuliner khas Cirebon yang sudah ada sejak tahun 1847.
Asal usul lahirnya sega jamblang ini bermula dari adanya pembangunan pabrik gula Gempol dan pabrik spiritus di Palimanan saat era pemerintahan Kolonial Belanda. Kala itu, pembangunan dua pabrik tersebut banyak menyerap tenaga kerja yang berasal dari warga sekitar maupun dari wilayah lain.
Di antara mereka ada yang bekerja sebagai kuli bangunan dan ada juga yang bekerja sebagai buruh pabrik. Tidak sedikit dari para pekerja itu harus berangkat pagi-pagi buta. Terutama bagi mereka yang rumahnya jauh dari pabrik.
Sebelum melakukan aktivitasnya, para pekerja itu tentu membutuhkan sarapan. Namun untuk menemukan penjual nasi para pekerja cukup kesulitan. Sebab pada saat itu ada anggapan jika menjual nasi merupakan sesuatu yang dilarang atau Pamali.
Hal ini lah yang kemudian mendorong H Abdulatif bersama istrinya Ny Tan Piaw Lun atau Mbah Pulung membuat makanan berupa nasi bungkus dengan beberapa lauk pauk. Nasi bungkus dengan beberapa pauk itu sengaja disiapkan untuk diberikan kepada para pekerja sebagai bentuk sedekah.
Kabar adanya pembagian nasi bungkus yang dilakukan oleh H Abdulatif bersama istrinya Ny Tan Piauw Lun atau Mbah Pulung ternyata menyebar. Hingga akhirnya semakin banyak para pekerja yang meminta sarapan.
Meski begitu Mbah Pulung selalu menolak ketika para pekerja memberikan uang. Namun, para pekerja itu kemudian berinisiatif untuk memberikan imbalan alakadarnya kepada Mbah Pulung.
Kisah ini lah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya sega jamblang khas Cirebon. Saat ini sega jamblang telah menjadi sajian kuliner khas Cirebon yang cukup populer dan banyak digemari oleh berbagai kalangan masyarakat.
Berawal dari H Abdulatif dan istrinya Ny Tan Piaw Lun, usaha pembuatan sega jamblang itu kemudian dilanjutkan oleh penerusnya dari generasi ke generasi.
Saat ini, usaha pembuatan nasi jamblang yang dirintis H Abdulatif dan Ny Tan Piaw Lun masih dilanjutkan oleh generasi ke lima mereka melalui rumah makan dengan nama Nasi Jamblang Tulen. Rumah makan itu kini dikelola oleh sepasang suami-istri Yogi dan Rini Budiati.
Perjalanan Bisnis Nasi Jamblang Tulen
![]() |
Rini menjelaskan tentang perjalanan bisnis nasi jamblang yang kini ia kelola bersama suaminya, Yogi. Sebelum diteruskan oleh Yogi dan Rini Budiati, Nasi Jamblang Tulen lebih dulu dikelola oleh orang tua mereka, yakni pasangan suami-istri Kusdiman dan Hj Tien Rustini. Merk dagang dengan nama Nasi Jamblang Tulen pun baru dibuat di era Kusdiman dan Hj Tien Rustini.
"Kalau nama Nasi Jamblang Tulen itu dibuat di eranya Pak Kusdiman dan ibu Hj Tien. Saya sendiri menantu, kalau anaknya Pak Kusdiman dan ibu Hj Tien itu suami saya," kata Rini, baru-baru ini.
Dibuatnya merek dagang dengan nama Nasi Jamblang Tulen ini bermula dari keinginan Hj Tien Rustini untuk mengembalikkan nasi jamblang ke cita rasa orisinal (tulen) atau cita rasa tempo dulu.
Sebab di tengah perkembangan zaman, banyak pengusaha nasi jamblang yang mulai meninggalkan cara-cara tradisional karena dianggap sulit, tidak praktis, dan lama. Untuk merealisasikan keinginannya itu, Hj Tien mulai membuka resep lama dan merekrut orang-orang yang berpengalaman di masa lalu.
Dalam menjalankan usahanya, Hj Tien pun mencari pemasok bahan baku yang berkualitas. Termasuk pemasok kayu bakar yang digunakan sebagai bahan bakar untuk mengolah berbagai macam masakan. Di samping itu, ia juga melatih karyawannya sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Hingga kini, usaha Nasi Jamblang Tulen masih berjalan dan diteruskan oleh keturunan Kusdiman dan Hj Tien Rustini, yakni Yogi bersama istrinya, Rini Budiati.
Baca juga: Daftar 118 Warisan Budaya Tak Benda di Jabar |
"Kalau saya sama suami itu generasi ke lima. Setelah bapak mertua meninggal, saya yang ngejalanin usaha nasi jamblang sama suami. Cuma sebelum mertua meninggal saya udah mulai digembleng dan ikut terjun menjual nasi jamblang," kata Rini.
Berawal dari kisah H Abdulatif bersama istrinya Ny Tan Piauw Lun atau Mbah Pulung yang memberi makan para buruh atau pekerja pabrik, saat ini nasi jamblang telah berubah menjadi makanan khas Cirebon yang banyak digemari oleh berbagai kalangan masyarakat.
(sud/sud)