Cerita Evi Bertahan dengan Kain Tenun Meski Ditelan Zaman

Kabupaten Bandung

Cerita Evi Bertahan dengan Kain Tenun Meski Ditelan Zaman

Yuga Hassani - detikJabar
Rabu, 25 Okt 2023 05:00 WIB
Produksi kain tenun Majalaya saat pameran di Gedung PLUT, Soreang
Produksi kain tenun Majalaya saat pameran di Gedung PLUT, Soreang (Foto: Yuga Hassani/detikJabar)
Kabupaten Bandung -

Industri kain tenun asal Majalaya, Kabupaten Bandung tidak pernah kehilangan peminatnya. Walaupun ditelan zaman, produksinya masih terus berjalan hingga saat ini.

Salah satu yang masih bertahan menggeluti itu adalah Evi Sopian (53). Pasalnya usaha tersebut telah dilakukan sejak dari kakek moyangnya dahulu. Sehingga dirinya adalah generasi ketiga yang melanjutkan usaha tersebut.

Tangga estafet usaha kain tenun tersebut diberikan kepadanya tahun 2002 silam. Sehingga produksinya masih bertahan tak lekang oleh zaman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama beberapa tahun Evi berusaha meningkatkan penjualan kain tenun asal Majalaya. Berbagai pameran dari pemerintah pun kerap dia ikuti ke berbagai daerah. Hal tersebut membuatnya semakin aktif dalam menjual kain tenun Majalaya.

Kisah awal mula Evi berkenalan dengan usaha tenun bermula pada tahun 2010. Saat itu, dia dipercaya untuk membina UMKM daerah Sumatera Utara. Di wilayah Danau Toba, Evi mencoba membina dan mempelajari kain tenun asal daerah tersebut.

ADVERTISEMENT

"Di sana saya mencoba membina, kemudian saya melihat ada ibu-ibu yang bertenun. Saya tanya, masih banyak orang yang suka tenun. Kata si ibu itu di sini udah gak ada. Karena mungkin mindsite anak muda kain tenun tidak menjanjikan," ujar Evi, saat ditemui detikJabar, di Soreang belum lama ini.

Hal itu membuatnya berfikir untuk mempelajari kain tenun ulos asal daerah tersebut. Kemudian dia diizinkan untuk membawa motif tersebut ke Majalaya.

"Saya mencoba membawa motif ulos tersebut dan diizinkan. Saya coba kembangkan di Jawa Barat, saya angkat bahannya, kemudian keperluan bahannya apa. Soalnya di sana pakai kain adat. Kalau bikin kain adat saya gak bisa, soalnya kalau adat ada aturannya," katanya.

"Akhirnya saya berfikir harus merubah konsepnya. Pertama dari bahan baku, kedua dari bentuknya. Dari kain adat menjadi kain fashion. Baru tidak ada hambatan apa-apa kalau dilarikan ke fashion. Saya bikin langsung dengan bahan sutra, bukan dengan bahan bahan yang mahal," tambahnya.

Setelah itu dia langsung membawa kembali kain hasil produksinya ke orang-orang asal Sumatera Utara. Kemudian respon orang-orang tersebut berdampak positif.

"Alhamdulillah respon orang sumatera utara baik. Mereka menyukainya. Kemudian 10 set kain tenun langsung dibeli oleh mereka. Bahkan mereka mau bikin lagi secara pre order. Memang mereka lagi membutuhkan kain yang elegan saat dipakai," ucapnya.

Produksi kain tenun Majalaya saat pameran di Gedung PLUT, SoreangProduksi kain tenun Majalaya saat pameran di Gedung PLUT, Soreang Foto: Yuga Hassani/detikJabar

Rumah produksinya menggunakan dua alat. Yakni alat tenun bukan mesin (ATBM) dan alat tenun mesin (ATM). Dengan produksi bisa mencapai beberapa hari.

"Ini dikerjakan selembar kain panjangnya dua meter, lebarnya 110 cm. Dengan waktu tiga hari, itu udah mahir. Kalau belum antara satu sampai dua minggu," bebernya.

Menurutnya kain ulos Sumatera Utara tersebut pernah dilombakan di Unesco tahun 2010 silam. Dengan berhasil menyabet juara dalam lomba tersebut.

"Alhamdulillahnya juara pertama," ungkapnya.

Harga satuan kain tenun tersebut berkisar Rp 900 ribu sampai Rp 1,3 juta per satuannya. Dengan fokus pemasaran kain ulos di Sumatera Utara.

"Jadi kalau kain ulos sumatera utara kami akan terus produksi. Soalnya alhamdulillah saya udah ada pasarnya disana. Kalau pemasaran kain Majalaya dan Ulos udah sampai seluruh Indonesia. Kalau keluar negeri ada, tapi gak secara langsung ke saya. Jadi lewat desainer," bebernya.

Evi mengaku saat ini tengah mencoba mengembangkan kain tenun dengan motif khas Kabupaten Bandung. Motif tersebut adalah dengan pohon Kina.

"Sekarang saya coba kembangkan kain yang motif pohon kina. Semoga orderannya bisa sama banyak kaya kain ulos Sumatera utara. Mudah-mudahan tahun 2024 bisa melesat penjualannya. Ini pun saya baru bikin dua biji, sample dulu lah," kata evi.

Dia menambahkan produksi kain tenun sempat mengalami lesu penjualan saat COVID-19. hal tersebut membuat para karyawannya berkurang.

"Kami sempat memiliki sampai 100 karyawan. Namun saat covid melanda semua menyusut, dan sekarang sisa tinggal 35 orang. Alhamdulillah masih bertahan. Sebelum covid-19 bisa menjuak 400 set. Sekarang mah sekitar 50 set. Jadi situasi ekonominya masih belum stabil," pungkasnya.




(dir/dir)


Hide Ads