Deretan wayang kulit terpampang di Museum Prabu Geusan Ulun, Kabupaten Sumedang. Warisan budaya bernilai tinggi ini berkembang luas di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Puluhan wayang dari mulai tokoh Pandawa, Kurawa, hingga Punakawan itu disimpan di salah satu bangunan yang menyimpan benda-benda pusaka dan bersejarah.
Kehadirannya di Museum Prabu Geusan Ulun menjadi unik mengingat kesenian wayang yang berkembang di Jawa Barat adalah jenis wayang golek. Lantas, bagaimanakah kisah dari belasan wayang tersebut hingga menjadi salah satu koleksi dari Museum Prabu Geusan Ulun?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Raden Lily Djamhur Soemawilaga yang merupakan salah satu keturanan Karaton Sumedang Larang mengungkapkan, wayang kulit di Museum Prabu Geusan Ulun merupakan peninggalan dari Pangeran Sugih (Pangeran Soeria Koesoemah Adinata).
"Ada wayang kulit, ada wayang golek atau disebut wayang cepak," ungkap Lily kepada detikJabar belum lama ini.
Wayang kulit tersebut diketahui merupakan hadiah dari Cirebon yang dulunya digunakan menjadi salah satu media dakwah dalam menyebarkan agama Islam.
"Kalau dulu digunakan untuk media dakwah, penyebaran agama Islam sebab kegiatan adat tradisi yang dilaksanakan di sini itu biasa dipakai untuk media dakwah juga," terangnya.
Kala Pangeran Sugih memimpin Sumedang, bentuk pemerintahannya sudah berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda.
"Jadi wayang-wayang itu jadi media dakwah karena setiap kegiatan adat tradisi, katakanlah di karaton atau di kadipatian dulu, seperti Muharaman, Mauludan, di dalam kegiatannya selalu ada manakiban dan manakiban itu yaitu membaca riwayat kanjeng nabi. Kalau di bulan Maulud, media dakwahnya itu dengan pagelaran wayang," paparnya.
Lily menambahkan, wayang yang digunakan sebagai media dakwah saat itu berupa wayang kulit atau wayang golek. "Jadi perpaduan antara budaya Sunda dengan budaya Wetan," ujarnya.
![]() |
Dilansir dari situs indonesia.go.id pada Minggu (22/10/2023), kata wayang berasal dari 'Ma Hyang' yang berarti menuju kepada roh spiritual, para dewa, atau sang kuasa. Namun ada pula yang menyebutkan bahwa wayang mengacu pada seni pertunjukan mengandalkan bayangan pada layar.
Wayang kulit umumnya terbuat dari kulit kerbau yang telah dikeringkan.
Wayang kulit merupakan warisan budaya bernilai tinggi sebab di dalamnya menggabungkan seni kriya, sastra, seni musik dan seni rupa. Cerita populer yang dibawakan dalam pertunjukan wayang kulit adalah kisah Mahabrata atau Ramayana.
UNESCO sebagai organisasi internasional yang bergerak pada bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan pun bahkan mengakui wayang kulit sebagai warisan budaya yang bernilai tinggi.
Wayang kulit biasa dimainkan oleh seorang dalang. Pertunjukannya digelar di balik kain putih yang disorot oleh lampu listrik agar menghasilkan bayangan dari wayang itu sendiri.
Menarik tidaknya sebuah pertunjukan tergantung dari dalang saat membawakan narasi dan dialog dari tokoh-tokoh perwayangan yang ada. Itu mengapa profesi dalang zaman dulu biasanya ditekuni oleh orang terpandang, berilmu serta santun. Profesi dalang pun saat itu dipandang sebagai profesi yang luhur.
(orb/orb)